Share

2. Demi Gengsi dan Harga Diri

Setelah lamaran gila itu, teman-teman menyerbu Mei dan memberinya selamat.

“Wah! Waah, haredaang! Sumpah. Gue masih nggak percaya dengan apa yang gue lihat barusan, which is kita semua nggak ada yang tahu kapan elu jadian sama Juna?”

“Gilaaa! Napa jadinya lu yang tau-tau dilamar sih? Gue yang udah jalan 5 tahun aja masih digantungin sama cowok gue. But. Jujurly, lu sukses bikin kita semua syok, Mei!”

“Ternyata selama ini lu jomblo palsu ..., sialan lu!”

“Tapi, elu sama ... Juna? OMG. Really?

Mei terdiam seribu bahasa. Dia sendiri masih bingung dengan apa yang baru saja terjadi. Dia yang beberapa menit lalu masih menjomblo, tiba-tiba saja sekarang punya calon suami? Dan ciuman tadi? Astaga!

“Jun, kita perlu bicara,” desis Mei sambil menarik Juna keluar dari ruangan setelah berhasil menghindari rentetan pertanyaan teman-teman yang bisa membuatnya diare akut.

Take it easy ..., kita bakal banyak bicara setelah ini, Mei. Kita sekarang kan couple.”

“Fake couple!” ketus Mei sewot. Ah. Andai saja Juna bisa melihat kepalanya yang terasa mengebul ini.

“Tapi mulai sekarang, orang-orang menganggapnya gitu. We’re couple. Don’t forget about that,” bisik Juna sambil merangkul pundak Mei dan tersenyum menang setiap kali berpapasan dengan teman-teman yang menyapa dan mengucapkan selamat.

“Jun,” panggil Mei setelah duduk berdua saja di dalam mobil Juna dan jauh dari pantauan orang-orang. Tapi Mei tak jua melanjutkan kata-katanya. Dia malah menggigiti bibir.

“Hmm?” Juna menoleh. Melihat Mei menggigiti bibirnya seperti itu, serta merta membuat jantungnya berdenyut dengan cara tak biasa. Ah. Bagaimanapun, mereka pernah berciuman tadi. Ciuman yang cukup panas dan mengejutkan. Sisi lain dari seorang Meilani yang selama ini dipikirnya dingin.

“Kok diam? Mau ngomong apa, Mei? Ngomong aja nggak usah sungkan-sungkan.”

“Menurut lu ..., apa Kevin dan Raya bakal percaya tentang hubungan palsu kita?”

Juna terbahak mendengarnya.

“Malah ketawa!” Mei mendengkus sebal.

“Emangnya lu nggak liat muka mereka pas kita kissing secara live tadi? Wadaww! A-ampun, sumpah ... a-ampun.” Juna meringis karena Mei mencubitinya.

“Awas kalau lu bahas-bahas lagi soal ciuman itu!”

Juna tergelak. “Lu belum lihat group chat angkatan kita ya? Pada ngeshare video kita kissing tuh!”

“What?” Mei terbelalak ngeri. “Aaaaah! Ini semua gara-gara lu!” omelnya sambil meninju lengan Juna.

Juna malah nyengir. “Loh. Bagus, kan? Misi kita berarti sukses!”

“Cih!” Mei melengos, tapi dalam hatinya diam-diam merasa lega. Sebelum acara lempar bunga tadi, Mei pergi ke restroom. Saat berada dalam bilik toilet, dia tak sengaja menguping obrolan Sarah dan Tania yang baru memasuki restroom sambil membicarakan dirinya.

“Eh, Tan. Kasihan ya si Mei, kayaknya dia masih belum bisa move on juga dari Kevin. Lu lihat nggak sih? Sejak acara akad nikah sampai resepsi, tatapannya ke Kevin dalem banget. Bisa-bisa dia nangis darah ntar malam.” Suara Sarah terdengar membuka obrolan.

“Ya gimana nggak nangis, Sar? Gila lu, bayangin aja, udah sejak kapan tau dia diam-diam suka sama Kevin. Eh, si Kevin malah nikahnya sama Raya, bestie sendiri. Pasti nyeseklah gila.” Tania terdengar antusias menanggapinya.

Poor Meilani. Tapi better kita tetap pura-pura nggak tahu ajalah, kalau sebenarnya selama ini dia tuh secret admirernya Kevin,” ujar Sarah di antara suara air kran yang mengucur.

“Eh, inget nggak lu, Sar? Pas Raya kasih undangannya ke si Mei? Si Mei kan no said congrats sama sekali gila.”

Yes. I remember. Awkward banget kan itu.”

“Heran. Betah banget si Mei ngejomblo cuma buat mengagumi Kevin doang.”

“Mending kalau Kevinnya peduli. Better cari yang lain aja ‘kan? Keburu karatan, ya nggak?”

“Ya iyalah! Ponakan gue yang SMP aja dah punya cowok serenteng. Masa dia yang udah 28 nggak bisa move on pindah gebetan? Emangnya cowok di bumi ini cuma Kevin doang?” seloroh Tania. Lalu keduanya tertawa. Menertawakan Mei.

Seketika Mei memegangi dadanya yang meledak-ledak kaget. Kalau yang dianggapnya teman dekat saja seperti itu, bagaimana dengan yang lain? Mei menahan sesak yang kian menghimpit dadanya dengan rasa perih.

Mungkin, karena itulah yang membuat Mei tak pikir panjang menerima saja sebuket bunga yang diulurkan Juna di depan orang-orang tadi. Demi melindungi harga dirinya di depan teman-temannya sendiri. Juga melindungi gengsinya di depan Kevin yang selama ini kerap menggantungkan perasaannya.

***

“Btw. Ciuman gue tadi nggak gratis. Lu janji, kalau gue bisa bikin Raya dan Kevin tercengang, lu bakal bayar 3 kali lipat,” ucap Mei sambil mengetikkan info rekening dan mengirimkannya kepada Juna. Bagaimanapun, Mei membutuhkan uang itu.

Juna terpingkal-pingkal hingga matanya berair. “Jadi, cerita itu benar rupanya. Tentang elu yang sangat menyukai uang.”

Mei tertawa sinis. “Semua orang menyukai uang. Gue realistis, bukan matrealistis,” ketusnya.

It’s not a big deal,” sahut Juna sambil mengetik sesuatu di layar ponsel canggihnya. “Done. Limapuluh juta,” kata Juna begitu santai, seakan yang sedang dibicarakannya itu hanyalah uang limapuluh ribu saja.

Mei tersentak. Matanya melotot sebesar jengkol saat Juna menunjukkan bukti transfernya. Hanya untuk sebuah ciuman? 

W-what? Li-limapuluh juta? Are you kidding me?”

“Napa? Kurang?” tanya Juna dengan nada menantang.

“Lu gila, Jun??”

Why? Bukannya lu suka uang? Selama ini elu overworking demi money kan? So, I gave you.”

Mei menelan ludah dan berkedip-kedip memandangi Juna. “Tak ada makan siang gratis, apalagi uang sebanyak ini. Say what do you want?” desahnya sambil bersedekap.

“Marry me. Menikahlah denganku, Mei.

Mei bisa merasakan keseriusan dalam nada suara Juna. “Why me?” desaknya tak mengerti.

“Because you are Meilani.” Juna tersenyum dengan sorot mata melembut kala mengucapkannya.

Untuk sejenak sanggup menghentikan detak jantung Mei karena dilamar dan dipandangi sedemikian rupa oleh pria setampan Juna. Tetapi dengan cepat Mei menguasai keadaan. “So what?” ujarnya seraya mengedikkan dagu.

Juna geleng-geleng dan berdecih. “Yaelah ... masih nanya. Kan kita dalam misi yang sama, Maemunah!” sahutnya sambil menjitak pelan kening Mei.

Mei seketika menabok lengan Juna yang seenaknya mengganti namanya jadi Maemunah. Tapi cowok sableng itu malah terkikik.

“Kebetulan kita berdualah yang lagi sama-sama patah hati, Mei. Lu patah karena Kevin, dan gue karena Raya. Kebetulan juga kita sama-sama jomblo. Dan semua orang sama-sama memandang kita seperti pecundang yang kalah perang. Tapi pertunjukan kita tadi sukses bikin mereka syok berat. See? Cara pandang mereka ke kita mulai berubah. Harga diri kita akhirnya terselamatkan, Mei!”

“Jadi, elu mau melanjutkan sandiwara tadi sampai jenjang pernikahan betulan?”

“Why not?”

“Tapi, Jun. Kita kan nggak saling cinta.”

“Mei, apa itu penting sekarang?”

Mei menghela napas panjang. Betul juga, yang terpenting sekarang menyelamatkan dulu gengsi dan harga diri mereka di mata orang-orang. Tapi, tetap saja ... bukankah pernikahan itu sesuatu yang sakral? Sanggupkah Mei mempermainkannya demi kemarahan dan balas dendam?

Juna seakan bisa merasakan kegalauan wanita itu. Maka direngkuhnya kedua tangan Mei dan digenggamnya erat-erat. “Nggak perlu overthinking, Mei. Kita jalani saja rencana ini pelan-pelan, yang penting elu nyaman. Oke?”

***

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
udah mei terima aja lamaran juna usia kmu sdh cukup tuk menikah .seiring berjalan nya waktu kmu berdua saling membuka hati .thor bikin sama2 bucin ..
goodnovel comment avatar
missingty
yg nyaman biasanya menjadi cintaaa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status