Home / Romansa / Menikahi Mantan Pacar Teman / 8. Simpati Berbuah Benci

Share

8. Simpati Berbuah Benci

Author: Indy Shinta
last update Last Updated: 2022-08-05 12:19:18

Pada mulanya Mei justru sangat tidak menyukai Kevin. Cowok itu benar-benar dingin padanya. Padahal Mei sering berbaik-baik menyapa dan bersikap ramah. “Kev, ini buku elu jatuh,” katanya saat melihat sebuah komik meluncur dari meja Kevin lalu tergeletak di kaki kursi cowok itu. Mei memungut dan mengulurkannya pada si pemilik. Dan Kevin menyambarnya dengan cepat tanpa berterima kasih. Bahkan menoleh padanya saja tidak.

“Lu punya utang yang belum dibayar ya ke dia?” seloroh Raya yang menjadi teman sebangkunya saat itu. Mei pun menggeleng lugu.

Raya terkekeh pelan. “Perasaan tuh cowok sengak mulu deh sama lu, ada masalah apa sih kalian?” celetuk Raya membuat Mei kebingungan. 

Memangnya apa salah Mei?

Lalu Mei teringat pada momen pertemuan tak sengaja antara dirinya dengan Kevin di TPU Tanah Kusir. Saat itu Mei ikut maminya berziarah ke sana. Di tengah rapalan doanya untuk mendiang sang nenek, Mei mendengar isak tangis yang mengganggu kekhusyukannya berdoa. Diapun menoleh ke sumber suara. Tak jauh dari tempatnya, terlihat cowok sebaya dirinya tengah bersimpuh di depan pusara dengan bahu terkulai lemah, “Mama ...,” isaknya terdengar menyedihkan. 

Tangis cowok itu meremas perasaan Mei, ratapan itu menggugah rasa simpatinya.

“Ayo, Sayang. Kita pulang,” ajak maminya sambil merangkul pundak Mei.

Mei menurut dan mengikuti maminya. Tapi ada sesuatu yang terasa memberati langkah gadis remaja itu. “Mami duluan aja, ntar Mei nyusul. Sebentar kok,” katanya sambil merogoh isi tas sembari berbalik badan, ingin menemui cowok tadi.

Cowok yang menutupi kepalanya dengan tudung hoodie itu masih tergugu di tempatnya. Mei membaca tulisan yang terpatri di batu nisan. Tanggal kematian sudah setahun berlalu, tapi tangisan cowok itu seperti orang yang baru saja ditinggal pergi.

“Aku turut berduka. Semoga mamamu baik-baik di sana. Kamu juga harus baik-baik di sini ya, supaya mamamu tenang,” ucap Mei seraya meletakkan sebungkus tisu untuknya.

Seketika bahu cowok tadi menegang, serta merta isak tangisnya terhenti. Lalu cowok itu mendongak cepat padanya dengan mata sembab karena kebanyakan menangis. 

“Ke-Kevin?” Mei terkejut begitu mengenali cowok yang ternyata teman sekelasnya.

Dan sejak saat itu, sikap Kevin yang semula biasa-biasa saja mulai berubah dingin kepadanya. Namun Mei tak tega membalas ketidakramahan cowok itu dengan sikap yang sama, karena Mei pernah mendengar suara tangisnya yang menyedihkan. Mei justru merasa kasihan, tapi sepertinya Kevin jenis orang yang gengsi dikasihani.

Mei menerima saja sikap jutek Kevin padanya. Sampai suatu ketika di tengah masa datang bulannya, Mei tak mampu lagi mengontrol emosi karena pengaruh hormon.

“Kev, cuma elu yang belum ngumpulin tugas kelompok kita, padahal hari ini jadwal kita presentasi,” tegur Mei saat menjadi ketua kelompok. Dia harus menegur jika ada yang lalai melaksanakan tugas.

“Gue lupa,” sahut cowok itu seenaknya.

“W-what? Say it again,” ucap Mei menahan dongkol. Lalu mendengkus sebal saat Kevin tak jua merespons. “Paling nggak, minta maaf kek!” ketusnya kesal. Mei pun membuang napas jengkel karena dicueki. Oke, lu lihat aja ntar,”

ancamnya sambil berlalu pergi.

Saat guru mulai memanggil Mei untuk mewakili kelompoknya presentasi, Mei mengabsen seluruh anggota kelompoknya kecuali Kevin. “Loh. Bukannya Kevin masuk kelompok kalian?” tegur gurunya.

“Maaf, Bu. Saya lupa. Saya cuma mencatat nama-nama orang yang mengumpulkan tugas. Dan dia tak pernah bekerja sama mengumpulkan tugas. Jadi saya pikir ..., Kevin memang bukan kelompok kami.”

Jawaban Mei sontak menggegerkan seisi kelas. “Waaah, savage juga lu, Mei!” celetuk seseorang. Tak mengira seorang Mei yang pendiam bisa juga bersikap seperti itu.

Mei menyeringai puas kala tatapannya berbenturan dengan sepasang manik gelap Kevin yang menyorotkan kekesalan teramat sangat padanya. ‘Rasain lu!’ dalam hati Mei bersorak penuh kemenangan. 

“Heran. Ada masalah apa sih sebenarnya lu berdua?” bisik Raya saat Mei menduduki kembali bangkunya usai presentasi.

Well, lu tadi kan dengar sendiri. Dia nggak kerjain bagian tugasnya. So, bukan salah gue dong kalau mencoret nama dia dari kelompok. Nggak adil buat yang lain kalau dia cuma numpang nama buat dapat nilai, padahal yang lainnya sudah kerja keras.” Mei menyahut dengan santai. Pura-pura tak menangkap maksud pertanyaan Raya.

Raya geleng-geleng. “Ckckck. Poor Kevin,” gumam gadis berambut panjang itu sambil menoleh ke meja di sebelah mereka, mengasihani Kevin yang terus-terusan menekuk wajah gantengnya sejak Mei mempermalukan dirinya secara telak di depan kelas.

Kevin pun semakin dingin terhadap Mei, tapi Mei tak ambil pusing. Keduanya saling tak mengacuhkan sampai kenaikan kelas. Mei bernapas lega karena di kelas 12 tak lagi menjadi teman sekelas Kevin. Hatinya betul-betul plong. Perasaannya senang bukan main. Kevin tak ubahnya bisul yang selama ini tumbuh dan membesar di pikirannya, mengganggu kenyamanan. Dan pada kenaikan kelas itu akhirnya si bisul pecah dan menyingkir juga darinya. 

“Mei, lu kok kayaknya seneng banget pisah kelas sama gue?” Raya cemberut kehilangan teman sebangku seperti Mei, yang loyal berbagi contekan. 

“Gue seneng bukan karena pisah kelas sama lu kok, tapi sama ... ah, you knowlah!”

Raya terkekeh pelan. “Awas loh, Mei. Antara benci dan cinta itu kadang suka beda tipis.”

Bahu Mei berkedik. “Amit-amit, deh!” 

“Kenapa sih, Mei? Kok bisa-bisanya lu sebel sama good boy secakep Kevin?” tegur Sarah.

“Yup, dilihat dari segi manapun Kevin nggak kelihatan ada jelek-jeleknya. Sayangnya dia anak rumahan. Coba kalau anak basket atau anak futsal, udah gue samber!” Tania ikut menyahut.

Raya menyikut Mei yang cuek-cuek saja. “Daripada dimusuhin, pacarin aja kenapa sih, Mei? Mau gue bantuin? Jiwa mak comblang gue terpanggil nih,” ocehnya.

Mei mencebik. “Dih! Lu semua pada kenapa sih? Nyebelin, tahu nggak?” sahutnya sewot.

“Justru elu yang nyebelin, Mei. Sikap lu ke Kevin itu bikin kita semua penasaran tahu nggak? Nggak ada asap kalau nggak ada api. Lu berdua nggak mungkin mendadak perang dingin kalau nggak ada sebabnya. Ye, kan? Ngaku? Kenapa? Apa jangan-jangan … lu berdua pernah pacaran diam-diam di belakang kita, terus putusnya nggak baik-baik ya?” desak Sarah terasa menginterogasi.

"Pernah pacaran apanya!" semprot Mei sambil geleng-geleng kepala.

“Terus, apa dong masalah yang jadi gara-gara perang dingin kalian?” desak Tania.

Ah. Mei memang jengkel dengan sikap Kevin, tapi Mei masih punya hati. Mei pikir Kevin kesal padanya karena kepergok sedang menangis dan Mei malah memberinya tisu segala. ‘Mungkin gengsinya sedang merasa terhina,’ pikir Mei mencoba maklum. Maka Mei tak pernah membocorkan pertemuan mereka di TPU Tanah Kusir itu pada siapapun, yang menjadi asal muasal kebencian Kevin padanya dan memicu perang dingin mereka. Demi gengsi dan harga diri Kevin, Mei berbaik hati tutup mulut.

“Awas loh, Mei. Naksir Kevin tahu rasa lu!” 

Mei tak habis pikir, tega banget teman-temannya itu malah menyumpahinya. Dan secepat itu pula sumpah mereka jadi kenyataan.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dyah Anggrahini
jalan critanya bagus,kreatif n ga garing
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Menikahi Mantan Pacar Teman   Extra Part

    Mei meletakkan Cinta di box tidurnya secara perlahan setelah selesai mengganti diapers untuk bayi cantiknya yang menggemaskan itu, kini anak keduanya itu sudah berusia 3 bulan. Juna menepuk-nepuk lembut pipi puterinya. “Selamat bobok, cintanya mami dan papi,” bisiknya dengan hati berbunga-bunga. Setelah memastikan Cinta tidur nyaman, Juna menoleh kepada Mei yang sedang memerah ASI. Air susu Mei melimpah ruah, sampai-sampai Mei membeli kulkas baru khusus untuk menyimpan stok ASI bagi sang buah hati. Mei bertekad akan memberi Cinta ASI eksklusif selama 6 bulan, sama seperti Vi dulu. “Masih lama, Mi?” Juna manyun memerhatikan Mei sibuk dengan alat perahnya. “Bantuin sini, malah bengong! Biar cepat beres ini,” omel Mei. Juna pun nyengir dan membantu Mei menuliskan tanggal hari ini di setiap label botol ASI itu, kemudian memasukkannya ke dalam kulkas yang ada di dalam kamar mereka. Sementara Mei membereskan alat-alat pemerah ASI, mencuci, mengelap, dan menyimpan kembali dengan rapi. “S

  • Menikahi Mantan Pacar Teman   Extra Part

    “Mami, bangun! Ini sudah jam berapa?” Juna menarik selimut Mei, menepuk-nepuk istrinya yang malah lebih erat lagi memeluk guling. Juna geleng-geleng kepala. Sepertinya Mei bangun kesiangan lagi, padahal biasanya Mei itu morning person. Istrinya itu sigap melayani apa saja kebutuhannya dan juga Vi. Rajin mempersiapkan keberangkatan Juna ke kantor, dan juga mempersiapkan sendiri box makanan untuk Vi. Tapi sudah seminggu ini, makanan untuk Vi diurus pegawainya. Demikian pula persiapan sarapan untuk mereka. Juna rindu sarapannya dipersiapkan sendiri oleh sang istri tercinta. “Banguun, ... Maemunah.” Juna menarik guling Mei, tapi kemudian Mei mengalungkan lengannya di leher Juna. Membuat Juna terkekeh dan menciumi wajah istrinya. “Jun, ngantuk banget gue loh. Masih kepingin bobok.” Juna pun mengecupi pipi istrinya yang masih memejamkan mata. Mei kelihatan sangat mengantuk memang. Juna jadi tak tega menyuruhnya bangun dan menyelimutinya lagi. Juna mandi pagi dan berganti pakaian, memasa

  • Menikahi Mantan Pacar Teman   Extra Part

    Mei tersenyum puas usai melakukan rapat final dengan manager pengelola gedung Utomo Group. Mei menyabet tempat di lantai dasar gedung Utomo Group yang sebelumnya disewa oleh sebuah restoran franchise asing. Mei ingin menancapkan taring bisnisnya di gedung utama milik kakek suaminya sendiri.Juna pikir istrinya kian menggilai bisnis dan ingin semakin banyak mereguk laba berlipat-lipat. Namun Juna dibuat terkejut saat Mei memaparkan sesuatu kepadanya, bahwa Mei akan memberikan diskon khusus bagi para pegawai Utomo Group yang makan di restoran itu dalam jangka waktu selama mereka berstatus pegawai Utomo Group, yaitu diskon 90% bagi kalangan pegawai kelas bawah semisal security, OB, cleaning service, dan diskon 60% bagi kalangan staf biasa.“Biar apa gitu, Mei?”“Biar mereka merasa dihargai, dan mereka bisa pakai diskonannya buat kepentingan mereka yang lain, atau buat ditabung. Soalnya, Jun, ... gue pernah jadi pegawai rendahan kayak mereka, budget makan siang itu mehong dan berasa bange

  • Menikahi Mantan Pacar Teman   Extra Part

    “Mei, serius ... elu nggak kepengen ngadain resepsi buat pernikahan kita ini?” Juna diam-diam ingin mewujudkan pesta pernikahan impian yang ingin digelarnya secara mewah. Sebagai wujud kegembiraannya memenangkan hati Mei kembali.“Ogah. Kan udah gue bilang ogah. Berisik amat sig elu masih nanyain melulu, Jun?”Juna manyun. “Emang kenapa sih, Mei?” rengeknya sambil memeluk Mei dari belakang, sementara Mei sedang sibuk meracik bumbu untuk makan malam mereka nanti.“Buat apa elu buang-buang duit cuma buat menjamu para sosialita yang fake itu, heh? Gue ingat banget ya, pas gue lagi melarat gimana sikap mereka ke gue. Gue tuh kayak sampah tahu nggak di mata mereka. Anna dan teman-temannya itu! Papasan sama gue di mall kagak ada yang mau noleh barang seorang, padahal gue udah sapa duluan baek-baek,” oceh Mei sambil menggeprek lengkuas sekuat-kuatnya sampai penyet, seakan lengkuas itu adalah perwujudan Anna dan teman-temannya.Jantung Juna nyaris mencelat kaget mendengarnya. ‘Dih, serem juga

  • Menikahi Mantan Pacar Teman   EPILOG

    Mei dan Juna menginap di sebuah presidential suite. Di sinilah mereka pernah melewati malam pertama pada pernikahan mereka yang terdahulu. Pada malam rujuknya mereka kali ini, Mei dan Juna kembali memilih ruangan yang sama, ruangan yang menyimpan sejuta kenangan tentang mereka. Ruangan ini menjadi saksi bisu, bahwa ada rasa membara yang mengikat Mei dan Juna, sejak dulu sampai sekarang, tak pernah padam. Jika keduanya dulu merasa canggung saat memasuki ruangan ini dalam balutan gaun pengantin, sekarang tidak lagi. Begitu Juna menutup pintu hotel, dia langsung mengangkat tubuh istrinya itu ke ranjang, melucuti pakaian Mei dengan tak sabar. Sudah halal, bukan? Tangan Juna bergerak cepat menyingkirkan segala macam penghalang, dan matanya berbinar-binar begitu tubuh polos Meilani kini terpampang nyata. Mei ternyata masih tetap luar biasa dan semengagumkan dulu. “Bisa-bisanya Mei, elu udah jadi emak-emak tapi body masih mulus langsing singset kayak gini?” pujinya sambil membelai perut Mei

  • Menikahi Mantan Pacar Teman   184. Demi Juna

    “Buset, ribet amat sih mau rujuk kebanyakan syarat administrasi! Nggak bisa nikah di KUA hari ini dong gue? Mau tuntasin ibadah nikah yang mulia kok ada-ada aja ya ujiannya?” oceh Juna saat menelepon Jonathan. “Ya udah, Jon, elu buruan daftarin dan urusin semua persyaratan rujuk buat gue dan Mei di KUA. Gue sama Mei nikah siri aja dulu hari ini! Biar cepat sah dan halal,” pungkasnya. Mei tertawa mendenngar ocehan Juna yang teramat ramai. “Beneran mau nikah hari ini? Ntar ajalah ... tanggung, nikah di KUA yang resmi sekalian, tunggu Jojon kelar beresin syarat administrasinya dulu, Jun.” “Eits, nggak bisa! Ibadah loh ini, Maemunah ...! Ibadah itu jangan ditunda-tunda. Jangan dengerin bujuk rayu setan buat nunda-nunda ibadah kita.” Mei terpingkal-pingkal. “Cih. Bisa aja nih orang modusnya, ... bilang aja udah nggak tahan pengen grepe-grepe gue!” cibirnya. Juna nyengir. “Itu kan ibadah juga, Mami sayang, ... yang membedakan kita sama kucing! Kucing mau kawin tinggal kawin, kalau kita

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status