Share

3. Meilani

Meilani. Cuma itu saja namanya. Singkat dan padat. Sesingkat dan sepadat jawabannya setiap kali Juna menanyakan sesuatu padanya semasa SMA dulu, “Mei ..., lihat Raya nggak?”

Gadis itu cuma menjawab, ‘ke kantin’ atau ‘nggak tahu’. Kadang malah menunjuk langsung arah keberadaan Raya tanpa menoleh sama sekali pada Juna, sedangkan tatapannya tetap terpaku pada buku yang dibacanya.

“Woi, gue ini lagi tanya ya, ... bukannya lagi mau minta sumbangan. Pelit amat sih lu kalau ngomong!” Juna mendengkus sambil berlalu pergi. Tapi Juna tak pernah kapok menanyai Mei tentang Raya, lagi dan lagi, sambil menyodorinya sebatang coklat, baru Mei menoleh dan tersenyum kepadanya. Setidaknya Mei bakal menjawab dengan jujur dan apa adanya meski irit kata, tak seperti teman-teman Raya lainnya, yang kerap menatapnya dengan sorot mata menghakimi dan mencemooh upaya pendekatannya. Padahal Raya yang Juna kejar-kejar, bukan mereka.

Brug!

“Makanya ..., lihat-lihat dong kalau jalan,” goda Juna suatu kali, sengaja mengerjai Mei yang sedang asyik membaca sambil berjalan menuju kantin. Juna sengaja menghadang jalannya secara tiba-tiba, dan Mei betulan menabraknya. Lalu gadis itu tergagap sambil buru-buru membungkuk, mengambil novelnya yang terjatuh.

Eh. Sorry ...,” ucap gadis itu sambil melaluinya. Bikin Juna garuk-garuk kepala, heran menerima respons datar Meilani.

Ah. Mengusili Mei ternyata nggak seru!

Lalu Juna menemukan sepucuk kertas yang terlipat di lantai koridor. Dia yakin itu punya Mei, sepertinya tadi terjatuh dari bukunya. Juna pun iseng membaca puisi yang tertulis di sana,

‘Dear, K .... Kutulis namamu di atas pasir, tapi ombak menghapusnya. Lalu kutulis namamu di atas awan, namun angin meniupnya pergi. Maka ... kutulis namamu dalam hatiku saja, dan di sanalah namamu terpatri selamanya.’

"Ciee ..., dalem banget. Fall in love lu, Mei?" Juna nyengir sambil menoleh ke arah Mei yang sudah berjalan menjauh.

Juna berniat mengembalikan kertas itu, berlari-lari kecil di belakang Mei. Rupanya Mei menuju lapangan basket, bukan ke kantin. Mei bergabung dengan Raya and the geng yang asyik menonton Kevin lagi main. Tangan Juna mengepal cemburu mendapati Raya terus-terusan memberi sorakan dukungan buat Kevin, hingga kertas di tangannya ikut teremas.

“Kev!” panggilnya seraya berlari-lari ke tengah lapangan dan memungut bola yang sedang menggelinding ke arahnya. “Lawan gue!” katanya demi merebut perhatian Raya sang gebetan. Tentu saja Juna yang akhirnya memenangi pertandingan, sebab permainan basket sudah jadi makanannya sejak kecil. Beda dengan Kevin yang baru kenal bola basket kemarin sore. Cowok rumahan itu kan  masih baru belajar gaul. Cuma ahli pegang stik PS, bukan ahlinya pegang bola basket.

Juna puas berhasil mengalahkan Kevin dengan telak, lalu nyengir pada Raya yang tersenyum cantik seraya bertepuk tangan untuknya. Saat itulah tanpa sengaja Juna menangkap ekspresi Mei yang sendu sambil menancapkan tatapannya dalam-dalam pada Kevin. Tapi saat Kevin balas menatapnya, gadis itu buru-buru membuang pandangannya ke arah lain. Dan hal itu terjadi berulang kali, membuat Juna tertawa geli. Aha! Dari sanalah Juna menebak, jika inisial K dalam puisi tadi itu tadi adalah nama Kevin. Rupanya, Mei naksir Kevin.

***

Raya tertawa lirih. “Ck. Norak banget sih mereka berdua. Please, deh,” gumamnya, kemudian meletakkan ponselnya ke atas nakas dan merebahkan tubuhnya yang lelah di ranjang hotel yang empuk.

Kevin ikut merebahkan diri di sebelah Raya. “Kenapa, sih?”

“Kamu buka aja group chat angkatan kita. Lagi pada heboh, bahas soal Juna sama Mei tadi. Ada yang share video pas mereka kissing tadi.”

Kevin menatap dan membelai-belai pipi Raya. “Memang sejak kapan mereka jadian? Selama ini Mei dan Juna nggak kelihatan kayak orang yang lagi punya hubungan?

Entahlah.Raya mendesah. Ada gelenyar tak enak yang merambati perasaannya. Dia merasa dikhianati. Bukankah selama ini Juna cuma bucin padanya? Juna selalu mengemis cintanya. Bahkan pria itu masih gigih memintanya kembali saat Raya sudah bertunangan dengan Kevin.

"Ray, I love you so much ...,” ratap Juna malam itu, membuat bibir Raya terkatup rapat. Sebenarnya Juna pria yang baik. Kesalahan Juna hanyalah terlalu lengket padanya. Kelewat bucin. Sampai Raya risih. Tapi bucin pada Raya seperti sudah menjadi panggilan jiwanya. Sulit dicegah. Tak bisa diperbaiki karena itu bukan suatu kerusakan. Sayangnya, cowok bucin dan imut bukan tipe Raya. Dia suka cowok yang tampak dingin di luar, tapi sebenarnya hangat di dalam. Seperti Kevin.

Lalu. Sejak kapan tiba-tiba Mei memasuki hidup Juna? Dan kenapa harus Mei? Lagi-lagi Mei. Kenapa Mei selalu terlibat dengan lelaki yang menyukai Raya sih? Raya pikir cuma Kevin, tapi ternyata diam-diam temannya itu juga menyukai Juna? Wah, ... luar biasa!

“Loh. Gimana sih, tadi kan kamu ngasih buket bungamu itu ke Juna? Kupikir kamu memang sudah tahu tentang mereka. Kevin terpancing penasaran.

Raya mendesah pelan. “Pas Juna foto bareng kita tadi, suddenly dia bilang mau melamar seseorang. And than, dia minta agar buket bungaku itu buat dia aja pada saat acara lempar bunga. Aku oke-oke ajalah. But, I didn’t know who that girl is. Ternyata ..., Mei.

“Berarti selama ini mereka sengaja backstreet.” Kevin menyimpulkan.

Raya membuang napas. “But ..., why?” desahnya tak habis pikir Meilani sanggup menyembunyikan rahasia sepenting itu. ‘Tapi. Aku juga telah menyembunyikan hubunganku dengan Kevin darinya selama ini,’ pikir Raya sedikit merasa bersalah dan tak enak hati kepada teman dekatnya sendiri. Dia merasa seperti tukang tikung pacar orang saja.

“They have a reason,” sahut Kevin dengan seulas senyum, menutupi kecut dalam hatinya. Bukankah selama ini tatapan Meilani hanya untuknya? Perhatian yang diam-diam wanita itu sematkan, bisa Kevin rasakan dengan jelas. Rasanya tak mungkin jika semua perhatian Meilani padanya itu cuma halusinasi Kevin semata. Tidak. Kevin bisa melihat jelas sorot kagum dan pantulan cinta yang memenuhi tatapan Meilani setiap kali mata mereka bertemu. Tatapan seperti itu tak pernah Mei tunjukkan pada pria lain selain dirinya. Kevin yakin itu. Tapi sejak ciuman Mei dengan Juna tadi, serta merta membuat Kevin kehilangan keyakinannya selama ini.

Kevin tertawa lirih, menertawakan masa lalu yang tertinggal di belakangnya. Sudahlah. Sekarang dia sudah punya Raya, wanita yang sah menjadi istrinya. Sedangkan Meilani bukan siapa-siapa lagi baginya. Meskipun dalam hati Kevin yang terdalam mengakui, masih ada jejak kisahnya bersama Meilani yang belum sanggup dia hapus sampai detik ini. 

Raya memalingkan wajah saat Kevin mulai mencium dan menyurukkan hidung ke ceruk lehernya, sambil menelusupkan tangan ke dalam branya yang berenda. Ah. Raya bukannya tak ingin, hanya saja sangat letih dan mengantuk. Dia kurang tidur karena sibuk dan juga cemas menjelang pernikahannya. 

“Aku ngantuk, Kev.”

“Are you sure?” Kevin ganti berbisik tanpa menghentikan belaiannya ke sekujur tubuh Raya. Ini adalah malam pertama pernikahan mereka. Kevin tak akan menyerah hanya karena Raya bilang tidak. Kevin yakin, Raya pasti akan memberikannya.

“Kev ...,” desahan Raya beberapa menit kemudian membuat Kevin tersenyum puas. Reaksi Raya tepat seperti yang dia pikirkan. Lalu Kevin merunduk, mencium, dan melumat bibir Raya. Dan tiba-tiba kilasan ciuman pertamanya melintas begitu saja. Ciumannya dengan ... Meilani.

***

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
Kevin klo kmu tau Meylani bucin sama kmu kenapa kmu pura2 g tau klo meylani cinta k kmu .dn juga Raya kmu tau kevin cinta pertama meylani kenapa malah kmu deketin kevin ..
goodnovel comment avatar
Wanda Natasya
ok bosku d lanjuutytttttttt
goodnovel comment avatar
Arief Mixagrip
kayaknya seru
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status