Kaluna Maharani Atmaji Putri POV
Malam ini setelah makan malam dengan keluarga Ervin, kami semua berkumpul di ruang keluarga dan menonton tv bersama. Di sana aku bisa melihat interaksi Ervin dengan Ranu, entah kenapa aku tidak bisa melepaskan tatapanku dari ke dua mahluk ciptaan Tuhan yang sungguh indah itu.
"Sabar Mbak, bentar lagi Mbak Luna bakal nimang anak mbak sendiri sama Mas Ervin," seketika aku kaget mendengar suara itu di telingaku.
Aku hanya tersenyum. "Aku belum kepikiran sampai sana," Jawabku jujur.
"Kenapa belum Mbak? aku lihat mas Ervin itu Papa able banget lho Mbak, Mbak enggak usah takut kalo mas Ervin akan selingkuh, sepanjang hidup aku, baru sekali ini mas Ervin bawa cewek pulang ke rumah langsung di kenalin jadi calon istri pula dan aku lihat perlakuan dia ke Mbak itu so sweet banget."
"Apanya yang so sweet?"
"Lha itu tadi Mbak Luna mau ke mobil ambil laptop aja di anterin, Mbak Luna di tantangin ibu masak aja, Mas Ervin bantuin kan, padahal aku tau lho Mbak, Mbak Luna gak terlalu akrab ama spatula apalagi urusan goreng-goreng, goreng telur aja bentuknya udh sehancur muka aku kan," tutur Jani jujur yang membuat wajahku memerah bukan karena marah tapi malu karena kejadian sehabis maghrib itu terngiang kembali.
Ketika aku ke lantai satu setelah mandi, ibu memintaku untuk memasak karena Jani sedang repot mengurus Ranu dan belum sempat memasak untuk makan malam. Aku yang sedari kecil tidak pernah tau menahu soal urusan dapur, menjadi shock, mangap-mangap seperti ikan kekurangan air, bingung mau mengatakan apa.
Andai aku jujur jika diriku tidak menguasai urusan dapur terutama masak memasak bisa-bisa aku langsung dicoret dari daftar calon mantu dan aku sudah tidak punya waktu lagi untuk mencari pengganti Ervin saat ini.
Akhirnya aku hanya mengangguk dan berjalan menuju dapur, satu satunya yang masih bisa aku masak mungkin hanya menggoreng telur. Dengan keterbatasan kemampuanku, aku mencoba menggoreng dan bukannya menjadi telur mata sapi, yang sekarang jadi adalah telur gosong dengan mata sapi sudah meleleh tidak bulat di tengah."Nasib-nasib, gini amat sih pengen punya suami doang, perjuangannya melelahkan," desisku di dapur tetapi tidak sengaja di dengar oleh Ervin yang sedang mengambil air minum.
"Perlu bantuan nggak, Lun?"
Mendengar suara Ervin, badanku menjadi menegang, pelan-pelan aku membalikkan badan dan terlihat Ervin sedang mengalungkan celemek memasak bergambar Doraemon warna biru di badannya yang tegap sempurna.
"Eee...nggak usah kayanya. Aku bisa sendiri," jawabku yakin.
"Tapi dari apa yang aku lihat dimata kamu, kamu itu saat ini memang belum bisa masak. Sini aku bantuin, kamu motong motong sayuran yang buat sop aja," kata Ervin yang langsung mengambil alih dapur.
Aku membuka kulkas, dan mencari bahan bahan yang biasa digunakan untuk membuat sop. Setelah mengeluarkannya, aku bergegas memotongnya, tapi tanpa aku minta Ervin sudah membantuku.
"Kamu kalo ada kesulitan dan perlu bantuan bisa bilang sama aku, sebisa mungkin nanti aku bantu," kata Ervin sambil mengupas kentang.
Aku hanya tersenyum memamerkan deretan gigi yang rapi, putih sambil berucap, "kalo urusan dapur aku nyerah, karena aku masuk dapur bisa di hitung pakai jari. Paling cuma ambil minum sama makan doang."
"Kamu tinggal bareng orangtua?"
"Sejak lima tahun yang lalu aku sudah nggak tinggal bareng mereka walau kami satu kota, tepatnya sejak aku beli rumah sendiri. Kamu tinggal disini bareng ibu dan Jani?" Tanyaku sambil menatap Ervin yang sibuk memotong kentang.
"Enggak, Lun. Aku tinggal di apartemen. Sesekali saja aku balik ke sini buat nengokin ibu, Jani dan Ranu."
"Ngomong-ngomong, tadi aku nggak sengaja denger pembicaraan kamu sama ibu, aku tau ini bukan kapasitas aku untuk bicara sebenarnya cuma aku pengen bantu kamu dan ibu."
"Kamu denger semua?" tanya Ervin dengan mata yang saat ini fokus padaku.
Aku menganggukkan kepalanya."Iya, maaf kalo aku mendengar semuanya. Aku pengen bantu kamu soal biaya HD ibu. Aku harap kamu bisa terima itu, bagaimanapun aku calon istri kamu dan aku minta kamu berhenti dari pekerjaan kamu selama kita menikah. Itu pasti akan membuat kamu kehilangan penghasilan."
"Kamu nggak perlu sampai segitunya Lun. Aku tau kamu punya banyak uang tapi aku masih bisa biayain ibu," Kata Ervin yang terdengar seperti tersinggung di telingaku.
"Vin, maaf kalo kamu tersinggung atas apa yang aku bilang barusan. Bagaimanapun juga ketika kita menikah, ibu adalah orang tuaku juga, sebagai anaknya kita wajib memberikan yang terbaik bagi orang tua kita selagi kita masih mampu," mendengar kata kataku barusan, akhirnya Ervin menyetujui keinginanku.
***
Malam hari ketika aku sudah berbaring di ranjang yang berada di kamar Ervin tiba-tiba Handphoneku bergetar dan tertera pesan W******p dari Hilda, mau tidak mau aku membacanya.
Hilda : Gmn rasanya ketemu camer?
Luna : Kepo lo?
Hilda : Pastilah, gue sudah nggak sabar pengen ghibah virtual sama lo dari tadi sore malah.
Luna : Gue barusan tidur dikamar Ervin. Gue nginep dirumah ibunya malam ini.
Hilda : katanya NO SEX, taunya ketemu sekali langsung ngamar berdua di rumah emaknya pula.
Luna : susah emang kalo ngomong sama emak-emak yang otaknya mesum kaya lo gini.
Hilda : gue bukannya mesum, kan nggak ada salahnya test drive dulu sama Ervin. Biar Lo tau gimana rasanya nyaman apa enggak.
Luna : lo kira gue mau beli mobil?
Hilda : bukan beli mobil, cuma beli suami.
Luna : sekali lagi Lo nyebut-nyebut soal rahasia kita ini, gue gampar pakai sandal.
Setelah membalas pesan W******p dan hanya dibaca oleh Hilda tanpa membalasnya lagi, aku akhirnya berusaha untuk tidur dikamar di Ervin ini yang sejujurnya sulit untuk dilakukan karena kasur ini beraroma Ervin dimana mana. Siksaan yang cukup berat bagiku karena aromanya yang cukup menggoda iman.
***
Pagi hari di rumah Ervin sudah begitu ramai dengan tangisan Ranu dan teriakan suara Jani dibawah, bahkan aku mendengar Ervin ikut menenangkan Ranu yang menangis. Usut punya usut ternyata Ranu mengamuk karena belum mau dimandikan dan sekarang Jani kesulitan memakaikan baju setelah sukses memaksa Ranu untuk mandi. Aku turun dari kamar, menuju lantai satu.
"Eh Lun, kamu sarapan dulu, kita mau ke apartemen aku buat ambil berkas berkas pengurusan numpang nikahnya."
Aku hanya menatap Ervin dengan pandangan tidak percaya, yang ngebet nikah kan aku, tetapi justru Ervin yang semangat 45 mengurus semua. Padahal aku berbicara kepada Mama dan Papa saja belum.
"Vin, kalo kamu anterin aku ke bandara saja gimana? aku kudu balik sekarang. Weekend ini aku ada event wedding di 2 gedung dan aku harus awasi jalannya acara."
"Oh okay, tapi kamu makan dulu terus mandi ya?"
Aku hanya menganggukkan kepala dan segera menuju meja makan, lanjut naik lagi ke lantai dua dan mandi. Pukul 09.00 WIB aku sudah rapi dengan baju yang kemarin aku gunakan. Ketika turun dari lantai atas, aku melihat Ervin sedang duduk di ruang tengah dengan kaki kanan ia tekuk dan sandarkan ke paha kirinya. Ervin dengan kaos dan celana skinny jeans hitamnya, terlihat kontras dengan kulit putihnya. Aku hanya berhenti di tengah tangga memperhatikan Ervin, entah sudah berapa lama aku berdiam diri di sini, hingga Ervin akhirnya sadar dan menoleh kepadaku. Senyuman Ervin pagi ini yang secerah matahari pagi sanggup membuatku salah tingkah sendiri.
"Sudah puas belum ngelihatin aku?"
Aku merutuki kebodohannya dalam hati.
"Siapa juga yang ngelihatin kamu? GR banget. Cuma lagi lihatin rumah kok sepi pada kemana?"
"Oh, Jani sama Ranu sedang antar ibu HD, tadi mereka niatnya nunggu kamu turun tapi keburu nanti antriannya makin banyak dan lama jadi aku suruh langsung berangkat aja. Kamu sudah siap?"
"Sudah, yuk berangkat sekarang aja soalnya penerbanganku 3 jam lagi," Kataku sambil berjalan menuruni tangga langsung menuju pintu utama rumah melewati Ervin yang juga mengikutinya dibelakang.
Saat hampir sampai di mobil, Ervin memanggil yang membuat aku menoleh dan berhenti berjalan. Aku kira ada apa, ternyata Ervin hanya berjalan disebelahku, meletakkan telapak tangan kanannya di punggungku, sambil membukakan pintu mobil untukku dengan tangan kirinya.
"Hmm, benar kata Hilda, kalo Ervin itu so sweet banget ternyata," kataku dalam hati.
Disepanjang perjalanan aku memberikan informasi tentang rencanaku berkaitan dengan pernikahan yang akan mereka berdua lakukan. Aku menginginkan pernikahan secara sederhana saja yang dihadiri keluarga dan teman dekat. Ervin sempat tersenyum, karena jika dipikir aku ini berprofesi sebagai seorang Wedding organizer, namun kenapa untuk hari bahagianya justru aku ingin yang sederhana saja.
Kata kataku yang mengatakan, "buat apa buang duit banyak-banyak, cuma untuk pernikahan yang akan diakhiri dalam jangka waktu satu tahun kedepan," sanggup membuat Ervin diam seribu bahasa setelahnya, hingga kami sampai di bandara dan Ervin langsung tancap gas meninggalkanku karena aku menolak diantar sampai kedalam.
***
Kaluna Maharani Atmaji Putra POVHari berganti minggu, minggu berganti bulan. Tidak terasa sudah 1 bulan ini aku dan Ervin menjalin hubungan bisnis diluar kewajaran. Kalo bisnis menghasilkan uang sebagai keuntungan, maka bisnis yang aku jalani bersama Ervin menghasilkan senyum bahagia di keluarga kami berdua."Akhirnya sold out juga lo mbak bentar lagi, gagal jadi perawan tua."Kata-kata Ruben membuatku menghela napas bagai kuda, tanpa mempedulikan ocehan Ruben disebelahku yang sedang asyik ngemil brownies. Aku masih fokus pada laptop untuk mengecek pengajuan Gaji karyawan WO dan cafe dari bagian HRD. Setelah menyelesaikan tugas ini aku menutup laptop dan memandang Ruben."Ben, lo itu kaya pohon pisang, tau nggak?"Ruben mengangkat kedua alisnya tanpa berbicara karena mulutnya penuh dengan brownies.Aku tatap Ruben sambil bersedekap lalu aku melanjutkan kata kataku "Punya jantung tapi enggak punya hati. Kalo ngomong remnya blong, hati-hati itu mulut lo, nanti tabrakan sama sandal. Lam
Ervin Aditya POVWeekend ini aku habiskan bersama keluargaku di kota Gudeg. Selain karena acara lamaran, aku juga berniat mengajak keluargaku untuk menikmati liburan singkat. Ya walau hanya keliling Malioboro, keraton, taman sari dan beberapa tempat populer untuk wisata di jogja. Aku beruntung dipilih oleh Luna sebagai calon suaminya. Aku bisa merasakan Luna sangat tulus kepada keluargaku terutama ibu dan Jani. Hanya saja kejadian tadi siang ketika Luna menemani kami jalan jalan membuatku sedikit marah karena Tanteku sedikit merendahkan ibu di depan Luna. Aku tidak masalah ketika orang menghina aku anak haram atau apapun itu tapi tidak dengan ibuku, yang aku tau bagaimana perjuangannya membesarkanku sebelum akhirnya bertemu dan menikah dengan Rahadian, ayah kandung Jani yang dengan sukarela menerimaku tanpa mengungkit masa lalu ibuku."Vin, kamu beruntung ya walau kamu anak haram tapi kamu bisa dapat calon istri yang sukses, dari keluarga terpandang, kaya lagi. Enggak sia sia itu waja
Kaluna Mahrani Atmaji Putri POVHari ini sebagai calon mantu yang baik dan semoga menjadi calon mantu idaman, aku menemani Ervin dan keluarganya keliling Jogja. Pagi hari aku sudah menjemputnya di Guest House milik Eyang Astuti, sepupu Eyangku. Aku sengaja menginapkan mereka disana karena aku merasa fasilitas disana sangat lengkap, dengan rumah bergaya tradisional modern, fasilitas lengkap bahkan kolam renang pun ada. Ketika sampai disana aku di sambut oleh Ibu yang berjalan pelan menghampiriku dan memelukku. Kemudian ibu menuntunku ke teras samping, mengajakku ngobrol berdua, ternyata Ervin masih tidur karena semalam baru pulang dari Raminten dini hari. Kami duduk di kursi taman sambil memandang ikan-ikan koi di dalam kolam yang berwarna indah itu."Nak," panggil ibu padaku."Ya, bu?"Aku melihat ibu menatapku dalam, sambil tersenyum, tangannya menyentuh tanganku lembut."Ibu titip Ervin sama kamu ya? Tolong jangan tinggalkan Ervin sendiri, karena waktu ibu untuk menemani Ervin sudah
Ervin Aditya POV Walau aku bukan orang kaya, dan pernikahanku dengan Luna didasari atas pernikahan kontrak, aku merasa tetap berkewajiban memberikan apa yang sepatutnya diberikan kepada wanita yang akan menikah dari calon suaminya. Aku berusaha memberikan yang terbaik kepada Luna semampuku. Aku mengajaknya belanja Senin siang ini ke Ambarukmo plaza. Pernikahan kami hanya kurang 2 minggu lagi dan berbeda denganku yang terlihat sibuk tidak jelas serta was-was menuju hari H, aku melihat calon istriku ini sangat santai, bahkan masih terlihat sibuk dengan pekerjaannya. Seolah rencana pernikahan kami hanya sebuah mimpi baginya atau aku yang terlalu bersemangat? "Lun, kamu mau isi seserahannya apa saja? Kamu pilih sendiri saja, aku nggak mau milihin, nanti nggak sesuai sama selera kamu dan malah nggak kamu pakai." "Memang harus ya, Vin? aku rasa nggak perlu sih, soalnya aku lagi nggak pengen belanja." "Lun, aku tau kalo aku saat ini belum mampu beliin kamu barang branded seperti apa yang
Kaluna Maharani Atmaji Putri POV Pagi yang indah dengan kicauan suara burung di atap rumah orangtuaku menambah semarak kehangatan keluarga saat ini. Semua keluarga besar berkumpul untuk menghadiri ijab qobul pernikahanku dan Ervin. Akhirnya orangtuaku mengalah untuk tidak mengadakan pesta. Hanya akan ada acara makan-makan saja di rumah setelah pulang dari KUA. Rumor bahwa aku hamil duluan sempat menyeruak di bahasan keluarga karena aku tidak mau mengadakan pesta yang lazimnya dilakukan oleh keluarga. Apalagi ini aku anak perempuan pertama yang seharusnya orangtuaku melakukan syukuran besar besaran mengingat orangtuaku bukan orang sembarangan di dunia bisnis. Pukul 08.00 WIB keluarga Ervin telah tiba di rumah orangtuaku sambil membawa seserahan yang 2 minggu lalu kami beli bersama. Setelahnya kami berencana untuk berangkat bersama menuju ke KUA. "Ketiban durian runtuh lo Lun, dapet suami kaya Ervin." Aku melirik Hilda yang menatap Ervin seakan Ervin adalah es buah ketika siang har
Ervin Aditya POVHari ini aku melangkahkan kakiku memasuki rumah keluarga Luna kembali. Sejujurnya aku merasa minder dan tidak pantas bersanding dengan Luna. Apalagi menjadi suami Luna serta menantu di keluarga ini. Lebih parahnya lagi, sampai 40 hari ke depan aku akan tinggal dengan Luna sekamar di rumah keluarganya yang besar, megah dan mewah dengan gaya Mediterania ini.Sebagai laki laki yang lahir dengan gairah sex yang sangat sehat dan normal, aku tidak bisa menjamin bahwa diriku sanggup untuk tidak menyentuh istriku. Kalopun aku menyentuhnya itu sudah halal, tapi karena sepucuk perjanjian bangsat yang aku tanda tangani dengannya itu menjadi hal yang haram di lakukan.Sejak bertemu dan berkenalan dengan Luna, aku sudah merasakan hal yang berbeda dengannya. Aku sangat menyukai Luna yang sangat minim menggunakan make up, selalu tampil apa adanya. Tidak pernah memamerkan apa yang dia miliki. Bahkan sikap cuek dan tidak pedulinya padaku adalah hal yang sanggup aku kesampingkan selama
Kaluna Maharani Atmaji Putri POV Aku terbangun dari tidurku karena HIP, alias hasrat ingin pipis yang tidak bisa lagi aku bendung. Ketika aku bangkit dari ranjang, aku menemukan Ervin sedang melakukan ibadah sepertiga malamnya. Aku memandangnya dalam diam, bahkan aku melupakan HIP sementaraku. Aku yakin mataku yang minus 2 ini benar benar melihat Ervin menitikan air matanya ketika ia beribadah. Oh Tuhan, aku ingin memeluknya, aku ingin dia membagi rasa sakit yang ia rasakan denganku. Aku tau ia berusaha tampil kuat menghadapi hidupnya yang keras dan tidak mudah. Bahkan pekerjaan haram yang ia lakukan itu hanya untuk membiayai pengobatan ibunya. Hasrat ingin pipisku memutuskan kembali hadir sebelum Ervin menyelesaikan ibadahnya, aku buru-buru masuk ke kamar mandi untuk menuntaskannya. Ketika aku keluar, aku sudah menemukan Ervin sedang melipat sajadahnya dan duduk di ranjang. Aku bingung harus membuka obrolan apa dengannya. Karena aku tidak terbiasa dengan kehadiran orang lain di ka
Kaluna Maharani Atmaji Putri POV Setelah tadi sholat subuh bersama Ervin untuk yang pertama kalinya, aku melanjutkan tidurku lagi dan aku tidak tau apa yang Ervin lakukan setelahnya. Yang jelas ketika aku membuka mataku, sisi ranjang disebelah kiriku sudah kosong dan tertata rapi. Aku bangkit dari ranjang, menuju kamar mandi untuk sikat gigi dan melakukan aktivitas pagiku. Keluar dari kamar mandi kamar, aku lalu mengecek Handphone dan sudah penuh dengan chatt dari Hilda. Hilda : Lun, gimana rasanya malam pertama, sakit nggak, masih bisa jalan, kan? Hilda : Lun, berapa ronde? Hilda : Lun, bales dong....penasaran gue, gue nggak bisa tidur semaleman bayangin malam pertama lo sama Ervin. Fucking Hilda !!! Umpatku. Hilda : gue berani taruhan, lo berdua pasti sudah langgar itu kontrak setan. Aku menghembuskan nafasku. Karena masih tidak percaya bagaimana bisa aku memiliki sahabat seperti Hilda yang otaknya mesum, kalo ngomong filternya jebol, lebih parahnya lagi bisa bisanya dia mem