Share

5

Kaluna Maharani Atmaji Putra POV

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Tidak terasa sudah 1 bulan ini aku dan Ervin menjalin hubungan bisnis diluar kewajaran. Kalo bisnis menghasilkan uang sebagai keuntungan, maka bisnis yang aku jalani bersama Ervin menghasilkan senyum bahagia di keluarga kami berdua.

"Akhirnya sold out juga lo mbak bentar lagi, gagal jadi perawan tua."

Kata-kata Ruben membuatku menghela napas bagai kuda, tanpa mempedulikan ocehan Ruben disebelahku yang sedang asyik ngemil brownies. Aku masih fokus pada laptop untuk mengecek pengajuan Gaji karyawan WO dan cafe dari bagian HRD. Setelah menyelesaikan tugas ini aku menutup laptop dan memandang Ruben.

"Ben, lo itu kaya pohon pisang, tau nggak?"

Ruben mengangkat kedua alisnya tanpa berbicara karena mulutnya penuh dengan brownies.

Aku tatap Ruben sambil bersedekap lalu aku melanjutkan kata kataku "Punya jantung tapi enggak punya hati. Kalo ngomong remnya blong, hati-hati itu mulut lo, nanti tabrakan sama sandal. Lama-lama sebelas dua belas lo sama Adam."

"Mbak, jangan gampang marahlah ya, lo kaya enggak kenal gue aja. Gue kan cuma bercanda," kata Ruben masih dengan senyum menghiasi wajahnya. "Masih enggak nyangka gue, calon kakak ipar gue, umurnya lebih muda daripada gue. hahaha," suara tawa Ruben memenuhi ruang makan rumahku.

Aku seketika mengingat kejadian semalam ketika Ervin datang bersama keluarganya melamar di rumah orangtuaku. Semua keluargaku bahkan sampai pakdhe dan bude yang tinggal di Jepang rela jauh jauh datang ke Jogja hanya untuk mengikuti prosesi lamaran yang akan dilanjutkan dengan acara pernikahan 1 bulan lagi karena Ruben sudah tidak sabar ingin menikahi pacarnya yang sudah dipacari 8 tahun. Pacaran rasa KPR rumah kalo kataku karena saking lamanya.

Lima puluh persen keluargaku yang hadir semalam menitikan air mata, karena akhirnya yang mereka takutkan bahwa aku tidak memiliki jodoh di dunia itu tidak benar adanya. Ternyata aku hanya lahir terlalu cepat daripada jodohku.

"Aduh Lun, kamu pinter banget milih jodoh, udah ganteng, sopan, keluarganya juga sayang sama kamu lho kalo dilihat lihat," salah satu contoh pujian sopan yang datang padaku semalam dari Tante Liz, adik Mamanya.

"Kalopun harus jadi perawan tua dulu, asal jodohnya kaya mas Ervin, aku siap lahir batin mbak," komentar laknat dari adik sepupuku, bernama Olivia yang tidak tau diri, sudah datang bareng pacarnya, masih saja bisa memperhatikan Ervin.

"Mbak, lo yakin bakalan nikah di KUA doang? Tanpa resepsi ?" Suara Ruben membuatku tersadar dari lamunan.

"Iya, maunya gue gitu tapi Mama kekeh buat adain resepsi walau enggak langsung pas hari H juga."

"Gue setuju sama Mama, ini kan acara mantu pertama Mama dan Papa. Jadi mereka mau undang semua orang."

"Buat apa sih buang-buang duit, mending duitnya di taruh di pasar saham aja, bisa jadi cuan daripada cuma di habisin buat hal kaya gini."

Aku berusaha beralasan selogis mungkin karena tidak mungkin aku mengatakan hal yang sebenarnya pada Ruben, bisa habis aku kalo Ruben tau yang sebenarnya.

"Susah emang kalo ngobrol sama orang pelit. Udah ah gue mau balik, sampai ketemu d RUPS* besok hari Senin."

(*RUPS: Rapat Umum Pemegang Saham)

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status