Kaluna Maharani Atmaji Putri POV
Aku berjalan keluar dari Mall bersama Hilda dan Ervin. Aku akui, Aku sedikit gugup awalnya ketika akan bertemu dengannya. Ternyata semua tidak terbukti karena Ervin sangat santai dan sama sekali tidak terlihat bahwa Ervin seorang bajingan, berengsek, atau laki laki yang memiliki pergaulan tidak benar. Aku bisa melihat wajahnya yang dominan memiliki raut wajah orang barat, dengan alis tebal, dan mata birunya yang hmm... Kalo bukan karena aku tau siapa dia, mungkin aku akan klepek-klepek.
Secara fisik, aku akui Hilda memang memiliki selera yang diatas rata rata. Karena aku yakin ketika aku berjalan bersama Ervin yang tingginya aku yakin diatas 180 cm, mungkin 185 centimeter tepatnya, badannya terbentuk sempurna hasil kerja keras dari gym selama bertahun tahun ini, orang sudah pasti melirikku dan akan berkata bahwa aku tidak pantas bersanding dengannya. Baru aku sadari pantas saja dia digemari oleh para sugar mommy yang mencari kenikmatan diluar rumah, lha wong bentuknya saja seperti ini, aku yang bukan sugar mommy saja bisa kepincut kalo nggak hati-hati jaga mata dan hati.
Diparkiran aku berpisah dari Hilda dan menuju mobil Ervin, aku menuju ke subuah Honda Jazz abu-abu dan aku masuk setelah Ervin membukakanku pintu. Kalo dipikir pikir ini merupakan salah satu sikap termanis dari laki laki yang pernah aku terima.
Ya Tuhan... Aku sereceh ini ternyata.
Selama perjalanan kami sejujurnya awalnya aku merasa canggung, bagaimana mungkin pertama kali bertemu dengannya, langsung diajak bertemu keluarganya, dan akan dikanalkan sebagai calon isterinya pula. oh My God, demi warga bikini bottom yang masih mandi walau mereka tinggal di dalam air, aku sangat gugup dan bingung harus seperti apa nantinya menghadapinya hingga aku dengar Ervin berdeham sebelum berbicara .
"Kalo enggak keberatan, mulai sekarang jangan panggil lo gue ya, panggil aku kamu biar lebih enak di denger dan alami."
"Oh, iya. Okay," kataku sambil tersenyum
"Kamu juga bisa panggil aku pakai mas, abang, sayang, babe, honey atau apapun terserah kamu."
"Kalo manggil berengsek juga boleh?"
Aduh, mulutku memang nggak bisa di kontrol. Terlalu lama bersama Hilda membuatku menjadi orang yang juga ceplas ceplos terkadang.
Justru tawa Ervin yang aku dengar memenuhi mobilnya sebelum akhirnya dia berkata, "Ya, kalo aku memang semenyebalkan itu, aku enggak masalah kamu panggil apa aja, toh itu panggilan sayang kamu ke aku."
Busettt... Aku yang mendengarkan kata kata ajaib Ervin hanya bisa menganga tidak percaya, laki laki yang sedang duduk disebelahku ini ternyata tipikal santai, tidak mudah tersinggung apalagi marah ternyata. Benar benar tipe emak emak berdaster.
"Btw, dirumah kamu ada siapa aja?"
"Cuma ada ibu, adek dan keponakanku s
aja, ayahku sudah meninggal 5 tahun yang lalu ""Aku kaya gini aja gak papa?" Tanyaku sambil menunjuk penampilan diriku. Ervin hanya tersenyum dan mengusap kepalaku pelan dengan menggunakan tangan kirinya.
"Sudah lebih dari cukup. Kamu tenang saja, ibuku oranganya santai kok. Enggak akan protes kamu pakai apa aja selagi tidak sebugil waktu kamu dilahirkan ke dunia."
Oh, aku sadari kata kata Ervin barusan tergolong rada rada menjerumus ternyata.
Setelah perjalanan selama satu jam, kami sekarang ada di sebuah kawasan perumahan. Rumah yang aku masuki halamannya ini tergolong sederhana daripada rumah kedua orang tuaku, tapi cukup bersih dan terawat kalo dari apa yang kulihat. Aku masih menganalisis apa yang ada dihadapanku ini. Ketika aku dengar Ervin mengucapkan salam dan keluarlah seorang perempuan dengan wajah khas Indonesia, membawa seorang bayi laki laki berusia kisaran 6 bulan dan membalas salam Ervin. Tidak lama aku lihat ia menjabat tangan Ervin dan mencium punggung tangan Ervin .
"Lho mas Ervin tumben mampir kesini, eh ternyata mas Ervin bawa pacarnya ya, yuk Mbak, masuk jangan diluar aja ."
Kata perempuan tadi dan aku hanya bisa tersenyum sambil melangkahkan kakiku memasuki teras rumah tersebut. Di teras Ervin menungguku untuk masuk bersama. Ervin meletakkan telapak tangannya di punggungku agar aku melangkahkan kaki memasuki rumahnya dan dia melepaskanya ketika aku sudah duduk di kursi ruang tamu rumahnya. Di ruang tamu tersebut, aku bisa melihat foto keluarga Ervin .
"Kamu duduk sini dulu ya, aku kebelakang nyari ibu dulu."
Aku hanya mengangguk dan dengan itu aku sukses ditinggal sendirian di ruangan ini.
Sekitar lima menit aku sendirian datanglah perempuan tadi yang membawa anaknya. Ia membawakan minuman dan memperkenalkan diri, bahwa ia bernama Rinjani, aku bisa memanggilnya Jani.
"Wah, nama kamu seperti nama gunung ya?" tanyaku basa basi pada Jani.
"Iya, memang dulu almarhum ayah sangat suka mendaki. Maka dari itu ketika saya lahir, nama yang tercetus adalah nama salah satu gunung yang indah di Indonesia itu mbak. Btw, mbak pacarnya mas Ervin ya?"
Belum sempat aku menjawab pertanyaan Jani, tiba tiba sudah ada yang mewakili untuk menjawab.
"Bukan pacar Jani, tapi Luna itu calon istriku."
"AH!! .... SERIUS MAS?"
Aku kaget dan untung telingaku tidak budeg setelah mendengar Jani berteriak di dalam rumahnya ini.
"Iya, serius, mas bakalan nikahin dia secepatnya, ini mas ke sini mau ngenalin ibu sama kamu ke Luna," Kata Ervin yang tangannya masih setia pada pegangan kursi roda ibunya.
Seketika sadar, aku lalu berdiri dari tempat dudukku dan berjalan untuk menyalami ibu Ervin
"Assalamualaikum bu, perkenalkan saya Kaluna, panggil saja Luna, calon isterinya Ervin."
"Wa'alaikum salam, saya Farida, ibunya Ervin, Ayo nak duduk lagi di sana," kata ibu Ervin mempersilahkan kembali duduk di kursi ruang tamu.
"Maaf ya, ibu duduk disini aja, soalnya ibu lemes, baru besok jadwal ibu untuk HD lagi."
Ketika mendengar itu, aku kaget, ibunya Ervin cuci darah, kira kira apa penyakitnya ibunya berhubungan dengan gagal ginjal pikirku
"Nak Luna, rumahnya dimana?"
"Saya asli Jogja dan tinggal disana bu."
"Orang tua masih lengkap?"
"Alhamdulillah masih bu."
"Kamu sudah tau pekerjaan Ervin nak Luna ?"
Tiba tiba dudukku menjadi tegak dan tanpa aku sadari kini aku menjadi sedikit lebih waspada mendengar pertanyaan ibu
"Sudah bu, Ervin model dan fotografer, kebetulan saya kenal Ervin ketika Ervin ngeJob di salah satu acara pernikahan yang kebetulan memakai WO saya sebagai penyelenggaranya."
Entah dari mana datangnya semua kata kata ajaib yang jelas jelas ngawur bin bohong alias ngapusi ini. Tapi aku temukan Ervin dan ibu tersenyum dengan jawabanku ini.
***Kaluna Maharani Atmaji Putri POV Pagi ini aku bangun dengan badan yang lebih segar. Aku renggangkan kedua tanganku ke atas sambil pelan-pelan membuka mataku. Saat kedua mataku terbuka, aku menoleh ke sisi samping sebelah kiriku dan tidak aku temukan keberadaan Ervin di sana. Mataku langsung membelalak lebar. Pantas saja aku bisa bangun siang tanpa ada yang membangunkanku.Tanpa banyak bermalas-malasan di atas kasur, aku segera bangun dari atas ranjang. Sambil berjalan menuju ke arah kamar mandi, aku yg memanggil-manggil Ervin. "Vin.... Ervin.... Where are you?"Tidak ada tanggapan dari Ervin yang sama saja artinya dengan dia tidak ada di kamar ini. Rasa penasaran mulai muncul di dalam hatiku. Kini setelah aku selesai mencuci muka dan menggosok gigi, aku keluar dari dalam kamar. Sebelum keluar dari kamar, aku mengganti pakaian yang aku kenakan dengan kaos oblong berwarna putih yang oversize dan hotpants berwarna hitam polos. Selesai berganti pakaian, aku mencoba mencari Ervin di seki
Ervin Aditya POVSepertinya hidup memang tidak akan pernah lengkap tanpa adanya masalah yang hadir di dalamnya. Begitupula dengan kehidupan rumah tanggaku dan Luna. Aku bersyukur karena kehidupan rumah tangga kami berjalan lancar walau sesekali kami sering berbeda pandangan serta pendapat. Selama ini kami masih bisa menyelesaikan semua itu berdua dengan kepala dingin. Cobaan rumah tangga kami justru datang dari keluarga serta orang-orang disekitar kami. Mulai dari Papa Risnawan yang memutuskan menikah lagi, hingga aku harus berusaha membuat Luna tetap tegar menghadapi semua ini dan seperti informasi yang baru saja Jani kirimkan kepadaku.Jani : Mas, aku sudah enggak kuat rasanya. Mau nangis sekarang tapi air mataku sudah habis. Aku mengernyitkan kening ketika membaca pesan dari Jani malam ini. Selama ini aku berusaha untuk tidak pernah mencampuri rumah tangga Jani serta Bayu. Terlebih mereka sudah tinggal bersama sejak ibu meninggal dunia beberapa tahun lalu. Aku berpikir jika mereka
Kaluna Maharani Atmaji Putri POV"Kita pulang yuk, Vin?" Ajakku kepada Ervin setelah rasanya kami sudah cukup lama berada di warung ini. "Masa langsung pulang sih, Lun. Kita jalan-jalan dulu lah mumpung masih di Bali.""Mau nyari apa lagi? Makan? Udah kenyang. Baju? Di lemari sudah banyak.""Ya pingin aja gitu jalan-jalan kaya orang pacaran."Nasib, oh, nasib....Beginilah jika punya pasangan seperti Ervin yang tidak bisa diajak duduk santai di rumah setiap kali sedang berlibur. Ervin adalah tipikal orang yang tidak akan menyia-nyiakan waktu untuk duduk di dalam villa atau hotel saja. Hanya sekali ia begitu sulit diajak jalan-jalan ketika kami berlibur berdua. Itu adalah ketika kami honeymoon ke Austria. "Ingat, buntut sudah ada satu, Vin. Aku aja rasanya kangen banget sama Eric.""Sama, Lun. Tapi kita memang butuh waktu untuk berdua dan menikmati kehadiran satu sama lain tanpa ada pengganggu. Jangan sampai kita kalah sama Papa dan Lolanya Eric."Aku tertawa di hadapan Ervin. Ya, te
Ervin Aditya POVMisi untuk mengajak Luna menikmati waktu kami berdua di Bali cukup sukses aku lakukan. Apalagi sejak sampai di Bali kami langsung aktif bersilaturahmi di atas ranjang. Tidak hanya di atas ranjang seluruhnya juga sih, lebih tepatnya kami melakukannya di seluruh penjuru kamar sejak siang sampai sore hari. Bahkan matahari yang mulai pulang ke peraduannya pun bisa aku lihat dari jendela kamar ini. Saat aku menoleh ke arah Luna, aku bisa melihatnya yang sudah tidur dengan mulut sedikit terbuka. Mulutnya bahkan telah membaut aliran air terjun hingga membentuk gugusan pulau baru di atas bantal yang ia tiduri. Aku tersenyum saat melihatnya. Sepertinya istriku cukup lelah dengan aktivitas bercinta kami berdua sejak sampai di villa ini. Kini aku memilih untuk bangun dari ranjang dan membiarkan Luna untuk menikmati waktu istirahatnya. Aku berjalan menuju ke kamar mandi dan melakukan mandi junub. Sudah saatnya melakukan kewajibanku di dunia ini sebagai seorang umat dari Tuhan.
Kaluna Maharani Atmaji Putri POVAku kembali menginjakkan kakiku siang ini di Bandara Ngurah Rai, Denpasar bersama Ervin. Ya, hari ini kami langsung terbang ke pulau Dewata ini sekedar untuk merasakan liburan kami berdua lagi tanpa kehadiran Eric. Tentu saja Eric kami titipkan kepada Mamaku. Walau sebenarnya aku paling tidak tega menitipkan Eric kepada Mama, namun Mama terlebih Eric terlihat senang-senang saja. Tentu saja Eric senang, apalagi Mama terlalu memanjakan dirinya sebagai seorang cucu tunggal."Hari ini rencananya kita mau ke mana, Lun?""Terserah kamu saja, Vin.""Jangan gitu dong, Lun. Soalnya aku paling enggak bisa kalo kamu bilang terserah. Nanti seenak udel aku bikin jadwal, kamu cemberut."Aku tersenyum ke arahnya dan aku gelengkan kepalaku."Enggak, tenang aja. Tapi aku rasa kita lebih baik pulang dulu ke villa-ku yang ada di Canggu."Aku tahu wajah Ervin tampak tidak bersemangat karena sebenarnya dirinya yang sudah membuatkan aku sebuah villa di Bali dengan hasil ker
Ervin Aditya POVAku sengaja mengajak Luna menuju ke kamar kami yang ada di lantai empat. Bukan tanpa alasan aku mengajaknya ke kamar. Tentu saja itu harus aku lakukan karena aku memiliki hal-hal yang sangat privasi untuk dibicarakan sedangkan tadi kami tidak memiliki tempat yang layak untuk melakukan itu. Saat kami sudah berada di dalam kamar hotel, Luna memilih untuk duduk di pinggiran ranjang berukuran king yang ada di dalam kamar kami. Aku memilih duduk di sampingnya. Saat aku duduk di sampingnya, Luna sudah menatapku dengan tatapan lembutnya. "Ada apa, Vin?""Enggak, cuma pingin ngobrol sama kamu aja."Luna mengernyitkan keningnya. Aku tahu jika aku terdengar sangat absurd dan konyol saat ini namun aku berusaha untuk mengabaikannya. "Ngobrolin apa?""Ngobrolin tentang ketakutan kamu ketika aku melihat gown yang dipakai sama Kimaya tadi."Aku melihat Luna terdiam, kemungkinan ia tidak menyangka jika aku bisa tahu tentang isi hatinya. Tentu saja aku bisa tahu, lebih dari lima t