Share

6.

Ervin Aditya POV

Weekend ini aku habiskan bersama keluargaku di kota Gudeg. Selain karena acara lamaran, aku juga berniat mengajak keluargaku untuk menikmati liburan singkat. Ya walau hanya keliling Malioboro, keraton, taman sari dan beberapa tempat populer untuk wisata di jogja. Aku beruntung dipilih oleh Luna sebagai calon suaminya. Aku bisa merasakan Luna sangat tulus kepada keluargaku terutama ibu dan Jani. Hanya saja kejadian tadi siang ketika Luna menemani kami jalan jalan membuatku sedikit marah karena Tanteku sedikit merendahkan ibu di depan Luna. Aku tidak masalah ketika orang menghina aku anak haram atau apapun itu tapi tidak dengan ibuku, yang aku tau bagaimana perjuangannya membesarkanku sebelum akhirnya bertemu dan menikah dengan Rahadian, ayah kandung Jani yang dengan sukarela menerimaku tanpa mengungkit masa lalu ibuku.

"Vin, kamu beruntung ya walau kamu anak haram tapi kamu bisa dapat calon istri yang sukses, dari keluarga terpandang, kaya lagi. Enggak sia sia itu wajah bule kamu itu," kata tante Anita yang aku ajak ke acara ini karena ibu yang meminta.

Seketika kami yang sedang dalam acara makan siang di salah satu restoran keluarga berhenti menikmati hidangan masing masing. Aku melihat ibu diam seribu bahasa bahkan menundukkan wajahnya. Sedangkan Luna menatap Tante Anita dengan tatapan yang sulit aku artikan.

Andai saja tante Anita itu laki laki ingin aku hajar rasanya detik ini juga. Ketika emosiku sudah hampir meledak mendengar kata kata tante Anita, aku merasakan tanganku disentuh kemudian digenggam dengan lembut, namun semakin lama genggaman itu semakin kuat aku rasakan. Aku melirik Luna yang duduk di sebelah kiriku, dan Luna menoleh kepadaku, mengirimkan sebuah senyum termanisnya lalu menghadap depan lagi, lebih tepatnya memfokuskan tatapannya kepada tante Anita.

"Maaf Tante, bukan Ervin yang beruntung mendapatkan saya, tapi saya yang beruntung mendapatkan Ervin karena Ervin adalah laki laki baik yang menyayangi keluarganya terlebih ibunya. Dan satu hal lagi Tante, saya harap Tante lebih bijak dalam bertutur kata. Karena kata kata Tante barusan bisa melukai orang lain."

Kami semua yang di meja ini langsung memfokuskan pandangan pada Luna. Luna yang ditatap hanya cuek saja, fokusnya masih kepada tante Anita.

"Saya harap mulai saat ini Tante berhenti menghina calon suami saya dengan sebutan anak haram."

Luna mulai berdiri dari kursinya dan berjalan meninggalkan kami semua yang masih terdiam akibat kejadian barusan. Ketika menyadari Luna melangkahkan kakinya keluar dari restoran bergaya castil tersebut, aku mengikutinya. 

Luna menghentikan langkah di depan mobilnya. Aku melihat Luna mengusap pipinya dan sedikit terisak. Aku tidak menyangka justru Luna lah yang tersakiti oleh kata kata Tante Anita yang sudah sejak dulu terkenal memiliki kata kata setajam silet itu.

Aku berjalan mendekatinya, mencoba memanggil namanya. Luna yang tidak menyadari kehadiranku, tampak kaget sebelum membalikkan badannya menghadapku.

"Kamu ngapain ikut ke sini? Kamu di dalam aja, sebentar lagi aku masuk."

Luna gila kalo menyuruhku untuk pergi meninggalkannya dalam situasi seperti ini. Aku adalah penyebab ia terluka, andai dia tidak mengenalku, mungkin dia tidak akan terluka oleh kata kata tanteku sendiri. Aku tidak menjawab pertanyaan Luna, aku hanya berjalan mendekatinya dan memeluknya. Aku tau Luna kaget dengan aksiku ini karena aku merasakankan kakunya badan Luna dalam pelukanku.

"Makasih ya, karena kamu mau terima aku apa adanya," gumamku pelan di dekat telinganya.

Hanya anggukan kepala Luna dan sedikit isakannya yang menjadi jawabannya.

***

Comments (6)
goodnovel comment avatar
Santo Solo
terlalu mahal koinnya..
goodnovel comment avatar
M Safi'i Sopian
terlalu banyak cari koin...
goodnovel comment avatar
Alamsyah Sezakaben Alsyahna
jangan per bab dong koin nya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status