Nathan tak perduli jika ada yang menemukan tubuh Rully di halaman rumahnya, jika masyarakat bertanya dia akan berpura-pura tidak tahu. Nathan merasa gerah dan meminta Nita menyiapkan air hangat di bak mandi.Sementara itu Lady Sina merasa gelisah, pikirannya terbayang akan kekasih gelapnya dari dunia manusia. Dia terkejut tatkala melakukan semedi dan melihat tubuh kekasihnya terkapar di halaman rumah Nathan. Tanpa berpikir panjang dia segera menembus dunia manusia dan menolong Rully.Setelah mandi Nathan mengajak Nela untuk kembali ke perumahan."Ayo kita pulang, kasihan Linda di tinggal sendirian," ajak Nathan.Nela tak banyak bicara dan hanya mengikuti langkah kakaknya. Ketika mereka berdua berdiri di pintu rumah, Nathan terdiam beberapa saat."Kemana pria itu ?" tanya Nathan di dalam hati.Menurut Nathan tidak mungkin bagi pria itu menghilang begitu saja setelah tubuhnya terkena cambuk petir.Nathan berjalan perlahan menuju halaman, Nela mengikutinya dalam diam. Nathan berhenti tep
"Dimana aku ?" Rully siuman dan melirik ke kiri dan kanan. Awalnya pandangannya agak kabur tetapi kemudian mulai berangsur-angsur terang.Ruangan ini tidak asing baginya, dia berusaha untuk bangun. Dilihatnya Lady Sina datang menghampirinya."Syukurlah kau sudah siuman," ucap Lady Sina dan duduk di samping Rully. Rully merasa tubuhnya segar kembali seakan baru saja bangun dari tidur, dia kembali teringat pertempurannya dengan Nathan. Dia segera bangun dan duduk, tangannya dilingkarkannya di bahu Lady Sina. Seakan tidak terjadi apa-apa dia perlahan mendekatkan wajahnya untuk mencium wanita cantik itu."Basuh dulu wajahmu, aku sudah menyiapkan perlengkapan mandi diujung sana," tunjuk Lady Sina ke arah kamar mandi."Bagaimana jika kita mandi bersama ?" pinta Rully genit."Aku sudah mandi, buruan mandi setelah itu kita makan," ucap Lady Sina.Dengan mencuri sedikit kecupan di kening sang Lady, Rully turun dari ranjang dan bergegas ke kamar mandi. Di kamar mandi ini tidak secanggih di dun
Firasat Nathan sangat peka, dia merasa seakan ada bahaya yang akan datang mengganggu ketentramannya. Pagi itu, saat mobilnya telah diantar oleh pihak dealer, Nathan segera menuju ke hutan lindunh untuk mengambil dokumen dan emas batangan yang di sembunyikannya di sana.Setelah memarkir mobilnya Nathan segera masuk ke hutan dan mengambil dokumen dan emasnya lalu segera membawanya ke kota. Nathan ingin menyimpannya di sebuah bank biar aman. Dia singgah di kampus Nela untuk menjemputnya."Kita kemana kak ?" tanya Nela saat dia sudah naik ke dalam mobil."Temani aku ke bank, aku ingin menyimpan barang-barang ini di sana atas namamu.""Barang apa kak ?""Lihat saja sendiri di belakang."Nela meraih kantong di kursi tengah namun karena berat dia mengurungkannya."Berat sekali kak, apa isinya ?""Itu emas batangan dan beberapa perhiasan lainnya. Biar aman jadi harus di simpan di bank."Nela tak lagi bertanya, menurutnya itu lebih baik. "Setelah semua urusan ini selesai apakah kakak punya wa
Suasana jalanan yang dilalui Nathan sangat lengang, dia sendiri tak tau hendak kemana. Omongan Nela mengganggu pikirannya, apa benar dia harus menjalani terapi Ruqyah ? Nathan bingung, terpikir olehnya untuk mengecek darahnya di rumah sakit. Kira-kira golongan darahnya apa ?Nathan memarkir mobilnya di tepi pantai, mungkin dengan melihat teduhnya laut bisa meneduhkan hatinya. Di pantai yang dia singgahi nampak berdiri sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta. Nathan tersenyum kecut dan meraih sebuah kerikil dan melemparnya ke laut.Nathan melakukannya berulang kali sampai tangannya terasa pegal. Tak terasa hari mulai senja, Nathan bersiap-siap hendak pulang kembali ke desa. Saat dia hendak masuk ke dalam mobil, nampaklah olehnya sebuah bayangan berkelebat begitu cepat. Hanya dalam hitungan menit bayangan itu menghampirinya dan secepat kilat menyambar lengannya."Auuu...!" Nathan menjerit kesakitan lalu jatuh pingsan.Untunglah sepasang kekasih yang belum juga beranjak dari pantai it
Bau desinfektan tercium hampir di seluruh ruangan, apalagi di ruang unit gawat darurat. Untunglah tidak banyak pasien yang di tangani hari itu. Tim medis segera melakukan tindakan dengan memasang infus ke tubuh Nathan.Dokter yang berusia cukup tua bergegas masuk dan mendekati pasien. Dia memeriksa semua catatan yang di sodorkan perawat."Sudah berapa lama dia pingsan ?" tanya dokter yang dari papan namanya tertulis Teddy."Sekitar sejam yang lalu dok," jawab perawat yang bertubuh tinggi semampai.Doktet Teddy memeriksa kondisi Nathan yang terlihat sangat pucat bagaikan kehabisan darah. Keningnya mengernyit, lalu dia melihat sebuah luka kecil di leher."Oh Tuhan, cepat hubungi keluarganya."Perawat berlari memanggil Badar."Apakah kalian keluarga pasien yang pingsan tadi?""Benar !" Jawab Badar."Mari ikut saya!"Badar menepuk bahu Nela sesaat lalu bergegas mengikuti langkah perawat masuk ke ruang tindakan."Pasien ini siapa ?" tanya dr. Teddy pada Badar."Dia anak saya, namanya Natha
Malam ini terasa sangat mencekam, guntur menggelegar, petir menyambar. Cuaca benar-benar tak bersahabat. Pasangan sejoli yang menolong Nathan telah pulang ke rumahnya masing-masing. Kini yang bertahan di rumah sakit hanyalah Badar, Rafik, Nela dan Linda."Sampai saat ini Nathan belum siuman, jika kalian butuh istirahat, biar paman saja yang akan menunggunya.""Tidak paman, aku akan terus menunggu disini," tolak Nela. Lindapun menolak untuk pulang, dia tak tega meninggalkan Nela sendiri di rumah sakit, lagian suasana hari ini cukup mengerikan baginya. Mereka berempat duduk di depan ruang UGD.Nela melihat sebuah bayangan berkelebat."Apa itu paman ?" tunjuk Nela pada pohon yang tak jauh di seberang jalan."Tidak ada apa-apa nak, hujan turun sangat lebat, mungkin itu burung atau kelelawar yang hendak berteduh."Badar terkejut sendiri dengan kata-katanya. Kelelawar ? Bayangan akan mahluk penghisap darah dalam cerita-cerita horor melintas dalam benaķnya. Badar terus beristigfar di dalam
Jika tadi sore wajah Nathan seputih kertas, kini sudah berangsur-angsur memerah walau masih tergolong pucat. Bibirnya bahkan tak berdarah bagaikan dioles dengan kapur barus. Badar menatap penuh harap pada Kyai Lukman yang mengusap-usap dengan lembut tubuh Nathan dari kepala sampai ke ujung kaki.Sesekali terdengar helaan nafas berat dari sang Kyai. Badar berdiri mematung, dia hanya bisa berzikir terus di dalam hati. Dalam suasana hening itu tiba-tiba terdengar pintu ruangan berbunyi dengan keras seakan sengaja di banting. Para tim medis sampai berteriank saking terkejutnya."Apa yang terjadi ?" tanya para perawat."Di luar angin cukup kencang disertai hujan deras, cuaca hari ini benar-benar buruk, padahal sejak pagi tak ada tanda-tanda akan turun hujan , entah pertanda apa ini!" jawab seorang perawat di antara mereka.Badar berusaha untuk tidak terpengaruh dengan apa yang terjadi, dia tetap terus berzikir, sedangkan Kyai terus berkonsentrasi membacakan ayat-ayat pendek dan dibisikkann
Hujan telah berhenti, malam kembali sunyi. Nela mendekati Nathan yang terlihat gelisah. Matanya menatap sekeliling dengan tajam. Rafik dan Linda ikut mendekat."Kakak, apa yang kau rasakan ?" tanya Nela sambil mengelus-elus lengan Nathan.Nathan hanya menggeleng lemah dan mulai memejamkan matanya."Biarkan Nathan istrahat," bisik Rafik lalu menarik tangan Nela untuk duduk di kursi yang berada di ruangan itu.Nela tak menolak, Linda ikut duduk di kursi namun kemudian dia berdiri membantu membersihkan sisa makanan yang di gelar di atas karpet. Paman Badar dan Kyai Lukman baru saja menyelesaikan makan malamnya. Nela merogoh sakunya dan mengembalikan tasbih pada Kyai Lukman."Terima kasih Kyai!"Sang Kyai hanya tersenyum dan menaruh kembali tasbih itu di saku kemejanya. "Bagaimana selanjutnya guru ?" tanya Badar pada Kyai Lukman."Kita lihat perkembangannya sejam kemudian, sebaiknya kalian harus tetap berjaga sepanjang malam ini," saran Kyai Lukman."Saya harap guru jangan pulang malam i