Share

Kang Dedi

Keesokan harinya kulihat Kang Dedi yang tengah menyiangi rumput. Tiba-tiba ia menoleh kearahku saat menyadari keberadaanku yang tengah memperhatikannya sejak tadi. Ia tersenyum lalu menyapaku dengan wajah santai, seolah tak tahu apa yang telah terjadi semalam padaku.

"Hallo, Mir, pagi-pagi ngelamun aja?" sapanya.

Aku langsung berjalan mendekati lelaki berkulit sawo matang yang kini memangkas dahan pohon jambu kristal.

"Kang Dedi, semalam saya dikejar Kuntilanak." Aku memberanikan untuk bercerita walaupun mungkin tanggapannya akan menertawakanku.

"Hahahahahahahhaha." Benar saja, ia tertawa terpingkal-pingkal saat mendengar ceritaku.

"Dimana?" tanyanya setelah tertawa begitu lama sambil keluar air mata.

"Kuntilanak penghuni rumah Kang Dedi," sahutku.

"Kok Kuntilanak itu gak pernah nemuin saya, padahal lumayan buat nemenin selama saya tinggal disini," sahutnya santai.

Aku hanya menggeleng, benar juga, mengapa Kuntilanak itu tidak mengganggunya.

"Semalam Kang Dedi ngobrol sama siapa?" tanyaku.

"Cieeeee, kepo. Ya ngobrol sama istri saya lah, lewat telpon." Aku jadi malu sendiri karena telah berpikir bahwa Kang Dedi semalam mengobrol dengan sosok perempuan itu misterius itu.

"Sosok wanita misterius itu pernah meminta air juga mencuri makanan dari dapurku, sepertinya dia bukan Kuntilanak."

Kang Dedi hanya menggeleng dan berkali-kali menegaskan bahwa ia sama sekali tak tahu dengan sosok perempuan misterius itu, bahkan ia berani bersumpah bahwa perempuan itu tak ada di rumahnya.

Tiba-tiba kulihat sebuah mobil polisi berhenti di depan rumah Kang Dedi. Beberapa polisi datang lalu menghampiri Kang Dedi.

"Apa Anda pemilik rumah ini?" tanyanya.

"Iya," jawab Kang Dedi.

"Di rumah ini terjadi dua kali tindak penganiayaan, bahkan salah satunya menimpa suami Saudari Mirna hingga menghilangkan nyawanya," ucap polisi sambil melirik kearahku.

"Selama ini saya tinggal di Kalimantan, rumah ini saya biarkan kosong karena istri saya sudah meninggal, selain itu saya juga telah menikah lagi di Kalimantan," jawab Kang Dedi.

Lalu polisi menanyakan keluarga Kang Dedi. Lelaki berambut gondrong itu menceritakan bahwa keluarganya yang tinggal di kota ini hanya ibunya, sedangkan saudara lainnya tinggal di Kalimantan. Kang Dedi juga menunjukan tiket pesawat dengan tanggal penerbangan yang membuktikan bahwa Kang Dedi masih berada di Kalimantan saat semua tragedi itu terjadi.

"Menurut kesaksian Saudara Parman yang telah kehilangan alat vitalnya di rumah ini, ada sesosok wanita misterius yang memotong alat kelaminnya menggunakan pisau."

Lagi-lagi Kang Dedi hanya menggeleng dengan wajah santai seolah tak mengetahui apapun.

Setelah itu para polisi meminta ijin untuk kembali menggeledah rumahnya. Kang Dedi langsung mengijinkan dan mempersilahkan mereka masuk. Hasilnya masih sama, para polisi itu tak menemukan jejak wanita misterius itu.

Setelah itu para polisi itu pun pamit undur diri. Sedangkan aku masih termenung menatap perabotan di rumah itu yang kembali lengkap. Padahal Kang Dedi akan kembali meninggalkan rumah itu, mengapa rumah itu harus dipenuhi dengan perabotan?

Setelah itu aku langsung pulang dan mengerjakan rutinitas harianku. Satu jam berlalu tiba-tiba terdengar suara motor yang berhenti di depan rumah Kang Dedi. Kulihat dari balik gorden seorang pegawai minimarket mengantarkan beberapa kantung kresek belanjaan yang sangat banyak. Aneh sekali, padahal hari itu Kang Dedi bilang akan menempati rumah itu hanya seminggu, sepertinya esok ia akan kembali ke Kalimantan, lalu untuk apa ia belanja begitu banyak hingga beberapa kantung keresek penuh.

Saat malam tiba, tercium aroma sate dari depan rumah. Kulihat Kang Dedi tengah berbincang-bincang bersama Mas Eko, pedagang sate berkumis tebal.

"Anak-anak, Mama mau beli sate sebentar, ya."

"Jangan kayak waktu itu, Mah, lama banget sampe kami ketiduran," sahut Yudha.

"Oke," jawabku sambil mengedipkan mata.

Setibanya disana kulihat Mas Eko tengah mengipasi deretan tusuk sate diatas bara yang tampaknya berjumlah lebih dari 30 tusuk. Aneh sekali, padahal dia tinggal sendiri tetapi mengapa terus menerus membeli makanan dengan jumlah banyak.

"Saya beli satenya 25 tusuk aja," sahutku.

"Siap, nanti setelah Kang Dedi, ya," sahut Mas Eko.

"Sebenarnya malam itu saya pernah mengantar sepiring sate ke rumah ini untuk cewek cantik yang mengaku bernama Rere."

"Masa? Rere siapa ya, saya gak kenal," ucap Kang Dedi dengan wajah santai.

Mas Eko langsung termenung dan merasa heran. Tampaknya ia memiliki pemikiran yang sama, yaitu merasa heran dengan penampakan wanita misterius yang kadang ada kadang menghilang.

"Wanita misterius itu juga pernah meminta air bahkan mencuri makanan dari dapur saya," sahutku.

"Masa? Kok aneh ya masa hantu bisa nyuri makanan." Ekspresi wajahnya masih terlihat santai menanggapi semua ceritaku, seolah antara percaya dan tidak.

Setelah pesanan satenya siap, Kang Dedi langsung membayar lalu masuk rumah.

Tiba-tiba kulihat Mas Eko seperti kurang fokus menyiapkan sate pesananku, ia tampak celingukan sambil sesekali memegangi bulu kuduknya.

"Ngeri ya kalau dipikir-pikir, masa saya waktu itu bercanda sama Kuntilanak," bisiknya.

"Untung cuma bercanda, gak sampai nganu, kalau nganu mungkin burung Mas Eko sudah hilang," sahutku.

"Hus, jangan ngomong sembarangan," ucapnya sambil memegangi celana bagian depannya.

"Fokus saja membakar sate, anak-anak saya sudah lapar," ucapku.

Ia mengangguk lalu mulai membalikan deretan sate itu.

"Sebenarnya saya masih ragu kalau Rere itu demit, soalnya saya melihat jelas kalau dia itu napak di lantai," ucap Mas Eko.

"Sama, saya juga pernah melihat dia napak di lantai, dia seperti manusia biasa bukan setan, tetapi malam kemarin saya sempat dikejar Kuntilanak dari rumah ini, wajahnya serem banget beda sama wanita cantik yang meminta air panas dan mencuri makanan di dapur saya."

Wanita itu memang sangat misterius dan membingungkan. Jika dia manusia, tetapi mengapa ia bisa bersembunyi seperti bunglon yang sulit dicari keberadaannya. Kalau dia setan, masa dia butuh makanan hingga beberapa kali mencuri makanan di dapurku. Sejak Kang Dedi menempati rumah ini lagi, wanita misterius itu tak pernah lagi mengetuk pintu rumahku untuk meminta air panas ataupun mencuri makanan, mungkinkah karena Kang Dedi telah menyiapkan semua keperluannya sehingga ia tak lagi berkeliaran keluar rumah.

Tiba-tiba terdengar suara cekikikan dari dalam rumah Kang Dedi hingga membuat kami terkejut. Mas Eko langsung menyerahkan sate pesanku lalu lari terbirit-birit sambil mendorong gerobaknya padahal aku belum sempat membayar.

Aku pun segera meninggalkan rumah itu karena semakin lama suasana terasa semakin mencekam.

Sebenarnya siapakah sosok wanita misterius itu, kalau hantu istrinya Kang Dedi rasanya bukan, karena aku sempat akrab dengannya dan mengenali wajahnya.

Apakah Kang Dedi menyembunyikan wanita di rumahnya? Tetapi bagaimana caranya wanita itu selalu hilang setiap kali polisi mencarinya. Bahkan saat penggeledahan itu, beberapa polisi lainnya mengepung dari kebun samping dan belakang rumah untuk memastikan siapa tahu wanita itu keluar dari arah samping atau belakang. Namun, ternyata mereka tak bisa menemukan keberadaan wanita itu walaupun semua pintu sebelumnya telah terkunci dengan rapat.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status