Aku terus kepikiran ucapan Kang Dedi tentang wanita gemuk tetapi bisa berlari dengan cepat. Ada seseorang dengan ciri-ciri seperti itu, tubuhnya gemuk, tetapi gerakannya sangat lincah. Namun, aku harus memergokinya dengan mataku sendiri, agar aku tak salah menduga.
Malam itu aku sengaja tidur di ruang depan untuk bisa memergoki wanita yang selalu menerorku itu. Aku sengaja memadamkan lampu agar si peneror tak melihat bayanganku."Mama sedang apa disini gelap-gelapan?" tanya Yudha sambil mengucek-ngucek kedua bola matanya."Yudha kenapa bangun?" tanyaku lirih."Aku haus," jawabnya.Aku membiarkannya ke dapur lalu tiba-tiba ia kembali sambil berbisik bahwa ia melihat bayangan seorang perempuan dari kaca jendela dapur. Aku dan Yudha mengendap-endap ke dapur, tampaknya si peneror sengaja lewat belakang agar tak melewati rumah Kang Dedi. Semua itu membuatku yakin bahwa si peneror adalah orang yang berbeda dengan wanita misterius yang mengaku tinggal di rumah Kang Dedi.Aku dan Yudha mengendap-endap mengikutinya dari belakang, kulihat wanita bertubuh gemuk dengan penutup wajah berjalan mengendap-endap menuju meteran listrik."Bu, pake sarung ini," bisik Yudha sambil menyerahkan sarungnya.Gaaap-- Akhirnya aku bisa menangkap wanita itu menggunakan sarung, lalu Yudha dengan cekatan mengikat tangan juga kakinya dengan tali yang telah kusediakan.Wanita itu tampak berontak, tetapi Yudha langsung menendang kakinya hingga ia jatuh tersungkur."Tolooooooong!" teriakku sambil terus mendekap badannya yang terus berusaha berontak.Tiba-tiba Kang Dedi datang, bersama beberapa warga lainnya. Sementara peneror itu masih berada dalam sarung yang kukurungkan ke tubuhnya. Beberapa warga lainnya juga melaporkan apa yang terjadi pada Pak RT."Saya penasaran sama pelakunya," ucap Mas Parto lalu langsung membuka sarung yang menutupinya.Kami semua terbelalak saat melihat wanita yang berada dalam sarung itu."Loh Surti, apa yang sedang kamu lakukan?" tanyaku.Ia memalingkan wajahnya dariku, sementara yang lainnya masih menggeleng pertanda tak percaya dengan apa yang Surti lakukan."Jadi kamu yang selama ini meneror Mirna bahkan memecahkan kaca rumahnya?" tanya Mas Parto dengan wajah tak percaya."Kenapa Mas terus membelanya? Apa Mas mencintainya hingga Mas terus membelanya?" Ucapan Surti seketika membuatku sangat terkejut, bagaimana bisa ia berpikiran seperti itu padahal Mas Parto adalah lelaki setia yang sangat mencintainya."Surti, bukankah kita telah lama bersahabat, mengapa kamu tega berbuat seperti ini?" Aku benar-benar tak percaya dengan apa yang telah ia lakukan padahal ia adalah orang yang paling kupercaya dan kuanggap orang yang penting selain kedua orangtuaku.Surti dibawa ke balai desa untuk diintrogasi. Disana ia mengaku bahwa dirinya terpaksa menerorku karena diam-diam menaruh rasa cemburu karena aku selalu meminta tolong pada suaminya. Selain itu ia juga tak suka kalau suaminya itu akrab denganku. Ia juga mengaku kalau kakak-kakakku juga membayarnya untuk membuatku tak betah tinggal di rumah itu. Mereka menginginkan rumahku, tetapi mereka sadar kalau mereka hanyalah anak angkat Ibu dan Bapak, makanya mereka mengatur siasat agar aku menjual rumah itu lewat Surti.Surti mengaku bahwa kakak-kakakku telah lama menyuruhnya untuk mempengaruhiku agar menjual rumah itu, awalnya ia menolak, tetapi karena cebiru buta padaku, lalu akhirnya dia menerima tawaran kakak-kakakku itu."Sur, selain menerorku, apa kamu juga yang menghilangkan nyawa suamiku juga mencelakai Parman?" tanyaku sambil menatap matanya.Surti lalu memalingkan wajahnya, ia tampak tak mau menatap mataku. Entah ia malu atau sangat membenciku."Bukan aku pelakunya," ucap Surti dengan wajah masam."Sepertinya untuk kasus itu saya yakin bukan Surti pelakunya, karena saat kejadian, Surti tengah berada di samping saya," ucap Mas Parto.Setelah itu para warga langsung membawa Surti ke kantor polisi, disana ia diintrogasi banyak hal. Pengakuannya sama persis seperti yang di balai desa. Bahwa ia hanya menerorku tetapi tidak mencelakai suamiku juga Parman.Ucapan Surti ada benarnya juga, karena aku sempat melihat wanita yangengaku penghuni rumah Kang Dedi. Wanita itu masih muda, dengan tubuh yang langsing dan paras cantik. Senada dengan pengakuan Mas Eko dan Parman, bahwa pelakunya adalah wanita cantik yang pernah meminta air panas padaku.Walaupun Surti bersalah, tetapi aku tak tega membiarkan ia mendekam di tahanan. Walau bagaimanapun aku masih menganggapnya sahabat dan memutuskan untuk mencabut gugatannya.Surti akhirnya dibebaskan setelah satu hari berada di tahanan. Namun, ia masih tetap tak mau minta maaf padaku ataupun bertemu denganku.Hari itu aku datang ke rumahnya, awalnya ia menolak untuk bertemu, tetapi akhirnya ia mau juga menemuiku walauy terus memalingkan wajahnya."Surti aku minta maaf kalau aku punya salah padamu." Aku mengawali percakapan setelah kami saling diam selama beberapa menit."Kamu jangan coba-coba merebut Mas Parto dariku," ucapnya tiba-tiba."Tenang aja, Sur, Mas Parto bukan tipeku. Lagipula dia lelaki setia yang sangat mencintaimu." Surti menatap mataku lekat-lekat, sepertinya ia mauelihat sorot mataku apakah jujur atau tidak."Sumpah demi Allah, aku ataupun Mas Parto tak saling menyukai." Tiba-tiba ia memelukku dengan erat sambil berderai air mata."Maafkan aku, Mir, aku wanita yang bodoh karena menghancurkan persahabatan kita." Setelah itu kami saling berpelukan dan saling memaafkan.Setelah urusan dengan Surti selesai, aku langsung menelpon Teh Jamilah yang telah menyuruh Surti mempengaruhiku agar menjual rumah itu. Aku tak mengerti apa yang ada dalam pikiran kakakku hingga melakukan hal itu, padahal ia telah menikah dengan suami kaya dan telah memiliki rumah besar dan nyaman, tetapi mengapa dia terus saja mengusik rumah peninggalan orangtuaku yang tak terlalu besar itu.Teh Jamilah langsung memblockir kontak nomorku, jangankan untuk meminta maaf, bahkan sekedar menjelaskan apa kemauannya pun tampaknya ia enggan.Saat malam tiba, aku tak sengaja mendengar suara Kang Dedi yang tengah mengobrol dari rumahnya entah dengan siapa. Karena penasaran, aku langsung mendekati rumah itu dan menempelkan telinga di tembok untuk mendengar percakapan mereka.Tiba-tiba lampu terasnya mati hingga membuatku terkejut. Lampu dalam rumahnya pun mendadak mati, selain itu suasana pun terasa senyap, tampaknya mereka mengetahui keberadaanku sehingga menghentikan obrolan mereka.Hihihihihihi--- Tiba-tiba terdengar suara cekikikan Kuntilanak hingga membuatku terkejut.Sesosok wanita berdaster putih dengan rambut panjang yang menutupi wajahnya tiba-tiba muncul dan berjalan mendekatiku."Kuntilanaaaaaaaaaaaak!" teriakku lalu berlari terbirit-birit menuju rumahku.Sosok wanita itu terus mengikutiku bahkan setelah aku menabrak pagar bahkan terjerembab hingga wajahku terasa sakit.Sosok wanita itu tak juga menghilang setelah menyaksikan kesialan yang terjadi padaku. Ia terus menatap kearahku lalu tiba tertawa cekikikan hingga membuat bulu kudukku meremang.Bersambung."Setiap gue nyaris diculik, lo selalu ada. Apa jangan-jangan lo dalang dibalik semua ini?" tanya Siti pada Bryan yang dalam perjalanan pulang bersama Yura."Jadi gue harus diem aja melihat lo dalam bahaya?" tanya Bryan dengan wajah kesal."Kak Sinta, kita seharusnya berterima kasih sama Kakak ini," ucap Yura sambil menatap kagum wajah tampan Bryan."Sinta?" "Iya, nama panjangnya Kak Siti Yasinta, jadi bisa dipanggil Sinta juga," sahut Yura."Oh, ya, by the way gue Bryan.""Gue Yura, Kak.""Hati-hati Yura kalau kenalan sama cowok asing, jangan mentang-mentang dia good looking, karena bisa saja dia juga salah satu anggota kawanan penculik itu," ucap Siti sambil melirik ke arah Bryan dengan wajah sinis."Kalau gue penculik, gak mungkin gue balikin lo ke suami lo!" sahut Bryan dengan wajah kesal."Udah jangan berantem," ucap Yura sambil kembali menatap ketampanan lelaki berwajah bule yang tengah fokus menyetir.Beberapa waktu kemudian ia menghentikan mobilnya di depan rumah Siti. "Cepet
Suatu hari Yura mendatangi rumah Yudha dan Siti. Mata Rendi langsung terbelalak melihat kecantikan gadis itu."Biasa aja lihatnya Rendi Lukmanul Hakim," ucap Yura sambil menutup mulutnya yang tengah menganga."Makin cantik aja, Kak Yura. Oh, iya, makasih banget, loh karena masih mengingat nama kepanjanganku dengan lengkap.""Udah, ah, berisik, aku mau ketemu sama Kak Sinta.""Kak Siti maksudmu?""Iya, whatever."Rendi mempersilahkan Yura masuk, tampak Siti tengah melatih bela diri pada beberapa gadis seusia Rendi."Kak!" panggil Yura.Siti langsung menoleh dan berjalan menghampiri adik iparnya itu."Kenapa gak bilang-bilang mau kesini?" Siti langsung memeluknya dengan erat."Ada hal penting yang ingin kubicarakan." Yura melirik ke arah Rendi seolah obrolannya itu tak ingin didengar siapapun."Oke, aku tak akan dengerin percakapan kalian," ucap Rendi sambil bergegas pergi."Rend, mainnya jangan jauh-jauh ya," ujar Siti."Siap, Kak." Siti mengajak Yura ke ruang tamu, lalu mempersilahka
Siti menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan tasnya masih ada, karena di dalamnya ada ponsel yang GPSnya selalu aktif. Ia sengaja selalu mengaktifkan GPS agar Yudha bisa melacak keberadaannya.Namun, rupanya para penculik itu telah mengamankan tasnya lebih dahulu. Bukan hanya dimatikan tapi dilempar jauh dari mobilnya. Siti mencoba mencari cara agar ia bisa lolos, lalu tiba-tiba ia menggedor-gedorkan kepalanya ke kaca mobil, berharap menjadi perhatian bagi para pengendara lain.Namun, tiba-tiba penjahat itu mengacungkan pisau kepadanya."Berani macam-macam? Maka pisau ini akan menari di wajah cantikmu!" ancam penjahat itu.Siti mencoba pasrah sambil mencari cara lain untuk kabur. Jantungnya semakin berdegup lebih kencang saat ia lihat mobil yang membawanya semakin melaju menjauhi kota tempat tinggalnya. Mobil Siti semakin membayangkan bahwa dirinya akan kembali disekap seperti beberapa hari lalu.Setelah beberapa jam berlalu, mobil itu berhenti tepat di sebuah villa. Siti menoleh ke
Dua lelaki itu melayangkan tendangannya hingga tubuh Siti terpental, sedangkan dua remaja tadi hanya berdiri dengan tubuh gemetaran."Kalian pergi dari sini!" teriak Siti.Dua remaja itu langsung kabur meninggalkan Siti yang tengah mencoba bangkit walau harus menahan rasa sakit.Dua lelaki itu langsung menangkap Siti, tetapi dengan sisa tenaga yang ada, ia berhasil membuat kedua lelaki bertubuh tinggi besar itu kembali terguling. Tanpa berlama-lama ia mencoba untuk kabur. Namun, dua lelaki tadi langsung bangkit dan mengejar Siti yang masih berada di gerbang, sedangkan dua remaja tadi telah jauh meninggalkannya.Dua lelaki tadi berhasil kembali menangkap Siti. Namun, tiba-tiba sebuah mobil hitam melaju ke arah rumah itu. Seorang lelaki tampan bak Aktor Hollywood keluar dari mobil bersama dua remaja tadi."Lepaskan wanita itu!" teriak lelaki tampan yang mengenakan jas hitam dan kaca mata hitam."Bbbbb--."Belum sempat dua penjahat itu mengatakan sesuatu, tiba-tiba lelaki itu melayangkan
Bu Suhaetik adalah seorang janda yang memiliki dua orang anak perempuan. Anak sulungnya dibawa merantau ke luar kota oleh suaminya, sedangkan anak bungsunya baru kelas 2 SMA. Suami Bu Suhaetik meninggal karena kecelakaan, sejak itu ia berjualan nasi uduk di depan rumahnya untuk mencukupi semua kebutuhannya juga anak bungsunya.Siti meminta Bu Suhaetik untuk menunjukan foto anak gadisnya."Anak saya bernama Desi," ucapnya sambil menunjukan foto anak gadisnya. Setelah melihat foto tersebut, Siti menggeleng karena sama sekali tak pernah melihat gadis itu."Rend, kamu kenal anaknya Bu Suhaetik, gak? Kan kamu satu sekolah dengannya," ucap Siti sambil menunjukan foto gadis tersebut."Aku kan baru masuk sekolah, jadi aku belum mengenal banyak orang disana," sahutnya setelah memperhatikan lekat-lekat foto tersebut.Saat itu Bu Suhaetik masih belum bisa melapor pada polisi karena anaknya belum menghilang selama 24 jam. Kesokan harinya seperti biasa Yudha berangkat bekerja setelah mengantar Ren
Mirna membawa Siti juga adiknya ke rumahnya. Untuk sementara, mereka tinggal di paviliun rumah keluarga Mirna karena belum sah menjadi istri Yudha.Sebelum menikahkan ia dengan putra sulungnya, Mirna berpesan agar Siti tak lagi berbuat gegabah ketika menghadapi seorang pria hidung belang atau pelaku pemerkosaan."Boleh saja melawan saat kita dalam bahaya, tetapi sebisa mungkin hindari untuk menghilangkan nyawanya, kecuali jika kita memang benar-benar terdesak," kata Mirna.Pesan tersebut disampaikan juga kepada Yura, yang memiliki jiwa psikopat sejak bergabung dengan Siti dan Rere. Siti dan Yura mengangguk dan berjanji untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan. Acara pernikahan Siti dan Yudha pun berlangsung di sebuah gedung mewah. Karena sudah tidak memiliki ayah ataupun kakek dan paman, maka adik lelakinya menjadi wali nikah untuk Siti. Hingga akhirnya Siti dan Yudha telah resmi menjadi sepasang suami istri.Saat itu air mata Siti terus bercucuran, ia tak menyangka kalau