Share

Mie Goreng

Keesokan harinya kulihat Kang Dedi telah bersiap kembali ke Kalimantan, terlihat ia telah memakai pakaian rapi juga menenteng sebuah koper. Tidak berapa lama kemudian tiba-tiba sebuah mobil travel berhenti tepat di depan rumahnya.

"Pamit dulu, Mir!" teriaknya sambil menoleh kearahku yang tengah berdiri mematung sambil memegangi sapu.

"Iya, Kang, hati-hati di jalan," sahutku.

Setelah itu Kang Dedi melambaikan tangan lalu masuk mobil. Tiba-tiba terlihat sesosok wanita dari balik gorden rumah Kang Dedi yang sedikit terbuka, ia tampak melambaikan tangannya ke arah mobil travel itu. Lalu tiba-tiba ia kembali menutup gorden itu setelah mobil travel yang dinaiki Kang Dedi telah meluncur jauh.

Deegh-- Jantungku terasa berdegup lebih kencang. Wanita misterius itu ternyata benar-benar menempati rumah itu. Rupanya Kang Dedi selama ini berbohong dengan keberadaannya. Namun, bagaimana caranya ia bersembunyi disaat para polisi menggeledah semua sudut ruangan bahkan sempat mengepung sekeliling rumah itu.

"Hai, Mir, lagi apa?" Tiba-tiba Surti muncul hingga membuyarkan lamunanku.

Ia datang sambil membawa sepiring pisang goreng yang tampak masih hangat. Sebenarnya aku masih merasa canggung padanya, walaupun kami telah saling memaafkan dan berpelukan. Aku juga kini berusaha menjaga jarak dari Mas Parto agar ia tak lagi salah paham padaku.

Sebenarnya aku dan Mas Parto telah jauh lebih dekat dan akrab dibanding Surti, justru akulah yang mendekatkan mereka. Mas Parto sejak dulu mengikuti jejak ayahnya yang melakukan bisnis jual beli tanah, makanya ia sangat akrab dengan ayahku yang juga sering bekerja sama dengannya dalam bisnis tersebut. Saat itu Surti jatuh cinta pada Mas Parto, lalu aku mencoba mendekatkan mereka sehingga akhirnya mereka bisa dekat bahkan sampai menikah.

"Mir, aku minta maaf sama kamu dari lubuk hati yang paling dalam, aku benar-benar merasa malu padamu," ucapnya sambil menggenggam tanganku.

Awalnya aku merasa kesal karena ia terlalu cemburu buta bahkan sampai nekat meneror dengan memecahkan kaca yang bisa mencelakaiku juga anak-anak. Namun, akhirnya aku mencoba berlapang dada dan mau memaafkannya.

Setelah saling memaafkan oadahla kemarin sudah, kami saling berpelukan dan saling berjanji untuk saling memahami perasaan masing-masing. Setelah itu aku menceritakan semua hal yang berkaitan dengan wanita misterius penghuni rumah Kang Dedi.

"Aku sempat dikejar Kuntilanak sampe terjerembab ke pagar." Mendengar ceritaku Surti langsung tertawa terpingkal-pingkal karena merasa lucu.

"Kamu tahu gak, aku waktu dikejar Kang Dedi sampai terperosok ke got samping kebun." Giliran aku yang tertawa terpingkal-pingkal saat mendengar ceritanya, pantas saja malam itu Kang Dedi bilang kalau wanita yang ternyata Surti itu tiba-tiba menghilang di kebun, rupanya dia masuk got.

Kami lumayan lama bercerita tentang wanita misterius itu, saat aku bilang kalau wanita itu pernah mencuri makanan di rumahku, tiba-tiba Surti menduga kalau wanita itu bukan hantu, melainkan seseorang yang berjiwa psikopat.

"Kamu tenang aja, Mir, tampaknya dia hanya mengincar lelaki hidung belang," ucap Surti.

Aku merasa lumayan lega saat mendengarnya, karena ucapannya ada benarnya juga, buktinya Mas Eko dan Mas Parto bisa selamat karena mungkin mereka tak sekurang ajar suamiku juga Parman.

Oh ya, soal lelaki bernama Parman itu kini ia tengah depresi karena kehilangan burungnya, bahkan istrinya pun sampai menggugat cerai karena Parman sudah tak berguna lagi sebagai lelaki. Cerita itu dengan cepat beredar ke seluruh pelosok desa, hingga tampaknya pada lelaki hidung belang kini lebih berhati-hati dalam bersikap.

"Mir, kita selidiki wanita itu, yuk!" ajaknya.

Aku mengangguk lalu janjian untuk bertemu nanti setelah semua pekerjaan ruamhku selesai juga jika anak-anakku telah tidur siang.

"Sayuuuur!" terdengar suara teriakan tukang sayur dari depan rumah Surti.

Tukang sayur itu hanya berani mangkal sampai rumah Surti dan tak berani melintasi depan rumahku karena katanya takut sama Kuntilanak pemakan burung yang tinggal di depan rumahku. Cerita itu memang terkenal kemana-mana hingga membuat banyak lelaki tak berani berkeliaran di depan rumahku walaupun di siang hari.

"Mirna, kamu tak takut tinggal di rumahmu yang dekat dengan rumah demit pemakan burung?" tanya tukang sayur itu saat aku tengah memilah-milah sayuran bersama Surti dan ibu-ibu lainnya.

"Kuntilanaknya gak ganggu perempuan, dia cuma ganggu lelaki hidung belang," sahutku.

"Nih Kuntilanaknya sudah dijinakin sama Mirna," sahut Ibu-ibu sambil melirik sinis ke arah Surti.

Sikap ibu-ibu langsung sinis pada Surti sejak kejadian penangkapan malam itu, tetapi aku mencoba meyakinkan mereka kalau Surti sedang khilaf dan jangan terus dibully. Seburuk apapun sikap Surti, setidaknya dia selalu ada disaat aku butuh, sedangkan ibu-ibu itu hanya bisa menyalahkan Surti, padahal dulu mereka juga selalu membela kakak-kakakku yang selalu membullyku.

Sejak kecil, aku dan keempat kakakku tak pernah akur. Mereka sering menjahili bahkan membullyku, setiap kali Ayah dan Ibu membelaku, mereka berempat malah semakin membenciku. Mirisnya semua tetangga malah membela mereka, padahal kenyataannya mereka semua hanyalah anak angkat Ayah dan Ibu yang merasa tersaingi dengan keberadaanku yang anak kandung Ayah dan Ibu.

"Daging ayamnya jangan dipelototin terus," ucap tukang sayur hingga membuyarkan lamunanku.

Aku segera meyuruh tukang sayur itu untuk membungkuskan daging ayam juga sayur dan buah-buahan.

"Aneh, janda gak kerja tapi uangnya banyak terus," celetuk Bu Kokom yang tadi sinis pada Surti dan seolah membelaku, tetapi kini ia malah seakan nyinyir padaku setelah Surti pergi.

"Saya punya uang warisan," jawabku lalu pergi meninggalkan mereka yang masih saling berbisik.

***

Setelah menyelesaikan semua pekerjaan rumah juga mengurus anak-anak, tiba-tiba Surti kembali datang, lalu mengajakku menyelidiki rumah itu. Kami berdua berjalan mengendap-endap kesana. Semua gorden di rumah itu tertutup rapat, tetapi tiba-tiba kami mencium aroma masakan dari dalam. Lalu tiba-tiba terdengar wanita yang batuk-batuk dari dalam. Aku langsung menelpon polisi, agar mereka membantuku untuk kembali mengepung rumah itu. Surti juga meminta bantuan Mas Parto untuk menunggu di belakang rumah, siapa tahu ia kabur lewat sana.

Lumayan lama polisi datang, lalu setelah mereka datang, aku langsung menceritakan bahwa Kang Dedi telah kembali ke Kalimantan. Setelah itu polisi langsung mendobrak pintu dan nenyuruh semua anggotanya untuk berpencar dan mencari ke seluruh sudut ruangan. Sedangkan Mas Parto, Surti, dan Pak Wiguna menunggu dari pintu samping dan pintu belakang.

Setibanya di dalam, benar saja ada sepiring mie goreng yang masih hangat beserta panci kotor bekas memasak mie diatas kompor. Semua itu memperkuat dugaan kalau sosok wanita misterius itu benar adanya, dan dia adalah manusia, karena tak mungkin hantu makan mie goreng.

Namun, lagi-lagi kami semua tak menemukan keberadaannya. Mungkinkah ia bisa menembus tembok? Karena bagaimana caranya ia bisa kabur padahal kami semua telah mengepung dia dari sebelum polisi datang dari semua pintu bahkan jendela.

Bersambung.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Lila Darmayanti
ih. mencengkram bangat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status