Memiliki hutang budi itu sungguh tak mengenakan!
Yaaa, karena akan ada saatnya hutang itu harus dibayar! Seperti saat ini ...
"Saya pernah menolong kamu bukan? Apa keinginan yang saya minta sangat berat untuk kamu wujudkan?"
Teresia mendesis pelan dan merasa tak enak untuk menolak keinginan pria tua yang kini tengah berbicara dengannya.
"Maaf Tuan, tapi jika menikah ..."
"Kehidupan kamu akan terjamin, kamu akan memiliki tempat tinggal tetap dan makan enak setiap harinya, kamu tak perlu lagi susah-susah mencari pekerjaan. Tolong saya, hanya ini permintaan saya atas apa yang pernah kamu tawarkan dulu, atas balasan terimakasih mu sama saya"
Teresia menghela napas dan memejamkan kedua matanya. Jika kembali dipikirkan, tak ada rugi baginya untuk menerima tawaran pernikahan yang diajukan Ayah Romi Anata, si pria kaya raya yang memiliki aset berlimpah di negri ini.
Teresia beruntung bisa bertemu dengan sosok Ayah Romi saat dirinya sudah patah semangat untuk hidup karena lilitan hutang dan ketidak mampuannya menjalani hidup yang keras.
Ayah Romi memberikannya kehidupan, pria itu menyelesaikan semua masalahnya, kebaikannya benar-benar membuat Teresia tak lagi dikejar para rentenir dan dia bisa menjalani hidup normal.
Meski masih sulit karena Teresia selalu berganti-ganti pekerjaan dan tempat tinggal akibat tak ada yang bisa ia kerjakan dengan benar.
Kini pria tua itu mendatanginya lagi dan meminta Teresia untuk membayar balas budi kebaikannya dengan menikahi putranya yang ternyata seorang gay.
Iya, seorang Gay!
Teresia sudah menolaknya, namun yang membuatnya ragu adalah kenyamanan hidup dan ketentraman jiwanya untuk tak lagi hidup susah yang ditawarkan padanya.
Sungguh dia tergiur akan hal itu.
"Tapi kenapa harus saya Tuan? Kenapa tidak orang lain saja?" Teresia mencoba bernegoisasi lagi, meski dia teringin sangat hidup mewah dan enak, namun jika harus menikahi seorang gay ... Rasanya Teresia lebih memilih miskin seumur hidup.
Ayah Romi menegapkan duduknya, kemudian matanya menatap Teresia dengan tajam.
"Maaf jika kata-kata yang saya ucapkan sedikit kasar dan mungkin akan menyakitimu"
Teresia meneguk salivanya kasar, menunggu dengan cemas apa yang mau Ayah Romi katakan.
"Kamu sebatang kara Tere, kamu tak memiliki ikatan keluarga dengan siapapun, bahkan panti tempatmu berasal juga tak pernah lagi kamu kunjungi setelah kamu keluar dari sana. Dengan keadaanmu akan sangat sedikit resiko orang-orang luar tau tentang siapa putraku sebenarnya, jika saya menikahinya dengan seorang gadis dari kelas yang sama dengan kami, tak menutup kemungkinan mereka akan membocorkan dan justru merusak nama keluarga Anata! Saya mencegah hal itu terjadi"
Sedikit menusuk hati Teresia, namun Teresia yang terbiasa terluka dan tersakiti tak merasa harus menangis atau menjerit penuh drama dengan kata-kata benar Ayah Romi.
"Biarkan saya berpikir, berapa hari saya harus memutuskan jawaban? Lalu apa yang terjadi jika saya menolak serta menerimanya?"
Bibir Ayah Romi tertarik membentuk senyum tipis.
"Jika kamu menolaknya, kamu mungkin akan kembali hidup seperti ini, luntang-lantung terus berganti pekerjaan karena kamu tak memiliki skill apapun dalam pekerjaan yang kamu geluti, juga akan terus diusir ibu pemilik kos karena telat membayar uang sewa. Namun berbeda jika kamu menerima tawaran dari saya, hidupmu akan terjamin semua kebutuhan materimu pasti akan saya penuhi, juga kamu akan mendapat sebagian warisan keluarga Anata karena menjadi istri dari putra ser keluarga Anata!" jelas Romi panjang lebar.
Kedua mata Teresia berbinar takjub, kenikmatan dunia yang sebentar lagi akan diraihnya sungguh membuatnya buta dan begitu menginginkannya.
"Kamu hanya saya beri waktu tiga hari untuk berpikir! Putuskan dengan bijak. Namun jika kamu pandai kamu tau jelas mana yang lebih menguntungkan hidupmu untuk ke depannya bukan?"
Kakek Romi merasa puas bisa meracuni otak Teresia. Dengan kelicikannya dia mampu membuat lawan bicaranya akan termakan semua pembicaraannya.
Tak hanya untuk dirinya dan nama baik keluarga yang ia besarkan, namun juga untuk Arga, putra kesayangannya yang memiliki masalalu buruk karena para wanita brengsek itu dan mencipta trauma mendalam pada Arga.
Ayah Romi pun pergi setelah berpamitan pada Teresia, membiarkan Teresia duduk diam di dalam kafe tempat mereka bertemu dan berbicara.
Teresia sendiri sudah memiliki jawabannya, sembilan puluh lima persen dirinya memilih menerima tawaran pria tua itu.
Namun lima persennya menolak karena pria yang akan dinikahi olehnya itu seorang gay!
Si pecinta sesama jenis!
Teresia merasa jijik pada orang-orang yang memiliki ketertarikan pada sesamanya!
Meski mereka yang merasakannya bilang bawah itu adalah anugerah yang tuhan berikan, namun bagi Teresia mereka hanya sekumpulan manusia bodoh yang bisa terjerat hubungan memalukan dan hina tersebut.
Namun jika menolaknya .... Teresia harus kehilangan bayangan-bayangan hidup enak dan mewahnya.
"Ah sialan! Kenapa tu cowok harus gay! Mending jelek atau buruk rupa masih bisa ditolerir, bisa operasi! Nah kalo gay?! Masa dandanan gue harus kayak cowok biar dia naksir gue! Gak mau gue nikah kalo dianggurin doang! Eh tapi kan gue bisa hidup enak tanpa mikirin dia ya? Apa terima aja kali ya?"
Teresia berdecak dan mengacak rambutnya kesal. Sepertinya hidup tengah ingin bermain-main dengannya.
***
Suara dentuman musik cukup mengekakkan telinga, belum lagi cahaya lampu yang remang-remang namun mampu mengundang banyak peminat club ini datang.
Sebuah club yang hanya berisikan orang-orang yang memiliki kesimpangan dalam hubungan menjalin cinta.
Dan di antara semua pengunjung tersebut, ada sosok Arga yang duduk di meja paling pojok tengah meneguk beberapa botol alkohol.
Semua ucapan Ayahnya tentang nama baik keluarga dan masa depannya cukup membuat kepalanya pening.
Dia tak mau terikat dengan wanita, namun hanya dengan cara ini Ayahnya akan menyerahkan seluruh ahli waris padanya.
Sial!
Membayangkan dia harus tinggal dan berbicara dengan wanita asing di hidupnya sudah membuat Arga mual.
"Arga, apa kamu benar-benar sedang tak mau aku sentuh?"
Arga menggeleng, mengabaikan tangan-tangan Sony, salah satu pria yang cukup dekat dengannya dan menjadi seseorang yang bisa melepas hasratnya itu berbisik di telinganya.
Arga mendesis kesal dan mendorong Sony menjauh "pergilah!"
Arga memang tak melakukan hubungan badan dengan kaum sodom, dia tak sebodoh itu harus bercinta dengan lubang anus! Dia hanya mengizinkan para pria menyentuhnya dan setelah gairahnya padam dia akan pergi meninggalkan para pria yang kecewa karena tak ia sentuh lebih jauh.
Arga tak mau mengotori miliknya jika harus berhubungan badan dengan para pria meski dia memiliki rasa jijik dan anti perempuan dia juga tetap waras untuk tak melakukan hubungan badan dengan para pria!
Lalu apakah dia puas?
Jawabannya adalah tidak! Arga tak pernah merasakan kepuasan. Dia melakukanya hanya sekedar mengeluarkan gairahnya. Terkadang pikiran untuk berhubungan dengan wanita terlintas di benaknya namun jika harus menyentuh wanita, Arga justru mual.
"Kalau aku puaskan, apa kamu menolak? " bisik sensual Sony masih berlanjut. Pria itu mulai membuka perlahan kemeja milik Arga dan mengenduskan napasnya di leher Arga.
"Sialan!! Kamu tidak mengerti apa yang aku katakan?! Aku sedang tidak ingin! Dan jangan sentuh aku dengan tangan kotormu!"
Arga mengacak rambutnya kasar dan memilih pergi meninggalkan club tersebut.
Arga sedang tak berselera untuk terus minum dengan tambahan gangguan Sony yang tak berhenti meminta memuaskannya.
"Ini sudah ketiga kalinya kamu bertengkar dengan para pelanggan! Apa yang harus aku dengarkan alasanmu kali ini Teresia?"Teresia meringis pelan ia menundukan kepalanya karena tau orang di depannya tengah benar-benar marah padanya. "Maaf Bu, tapi laki-laki itu duluan yang kurang ajar sama saya! Dia bahkan melecehkan saya, tidak mungkin saya diam saja-" "Kamu tau dia orang penting?! Bagaimana jika dia melaporkan club ini dan nanti menutup tempat ini?! Apa kamu mampu membayar semua kerugiannya?!" wanita dengan dandanan full make-upnya itu memarahi Teresia dan benar-benar kesal pada Teresia yang baginya menjadi saingannya, hanya karena beberapa pria yang ditaksirnya justru memilih jatuh cinta pada Teresia. "Aku akan memecatmu!" Kedua mata Teresia terbuka lebar, lagi? Haruskah dia kembali mencari pekerjaan baru lagi? "Tapi Bu-""Pergi sekarang!" Teresia mengepalkan kedua tangannya, tatapan ramahnya sudah menghilang, kini ia menatap wanita di depannya dengan pandangan kesalnya. Apa
Arga melirik kesal pada sang Ayah yang memaksa dia untuk ikut bertemu dengan seorang wanita. Wanita yang sebentar lagi akan dinikahkan olehnya, hanya demi memulihkan nama baik keluarga mereka, membuktikan pada kerabat dan seluruh client sang Ayah bahwa Arga bukanlah seorang gay. Jika bukan karena nasib hak waris dan kekuasaan Ayahnya yang akan diserahkan padanya, Arga pasti sudah menolak hal ini! Arga tak mengerti mengapa Ayah Romi sampai harus memaksa dia tinggal dengan wanita asing yang mungkin bisa membangkitkan lagi kenangan buruknya tentang wanita. "Perlihatkanlah wajah ramahmu Arga!" Ayah Romi menegur cucunya saat terlihat betapa muramnya wajah Arga. "Sedang ku usahakan Ayah" gerutu Arga pelan. Ayah Romi mendesah pelan, kenyataannya Ayah Romi sendiri khawatir untuk menikahkan Arga dengan seorang wanita asing, yang bahkan ia belum mengenal baik pada wanita ini. Terlebih mengingat masalalu yang pernah menimpa putra tersayang sehingga mencipta trauma berat bagi Arga jika menya
"Apa yang kamu lakukan di sini?!" Arga menajamkan kedua matanya dan mengepalkan kedua tanganya erat setelah melihat sosok Teresia memasuki ruangan kerja Ayahnya."Eh penguntit! Harusnya lo yang ngapain di sini?!"Ayah Romi terbatuk pelan ketika mendengar panggilan yang Teresia gunakan untuk Arga.Membuat kedua pasang mata menatapnya bingung.Entah apa yang terjadi pada putranya dan wanita tersebut sehingga Teresia bisa memanggil putranya dengan panggilan penguntit.Karena bagaimanapun, Arga tidak mungkin menguntit seorang wanita jika pria itu selalu takut dan tak nyaman di dekat wanita.Wajah Arga memerah penuh kekesalan, dan belum pria itu membuka suara untuk membalas ucapan tak sopan Teresia, Ayah Romi rupanya menengahi dan menyudahi pertikaian di antara keduanya. "Arga cukup! Teresia kemarilah" panggil Ayah Romi pada Teresia agar mendekat. Teresia mendengus menatap Arga dan melangkahkan kakinya mendekat pada sofa tempat Ayah Romi duduk. Ia melintasi sosok Arga yang hanya Teresia
"Jadi benar-benar karena uang, kamu menerima tawaran Ayah?" sinis Arga bertanya pada Teresia. Arga menghampiri sosok Teresia yang tanpa malu duduk di dapur rumahnya unuk meminta dibuatkan makan pada juru masak rumahnya. "Iya! Tadi gue udah bilang kan?" balas Teresia merasa kehadiran Arga mengganggu mood baiknya yang tidak sabar untuk mencoba masakan enak dari seorang chef profesional yang dipekerjakan di rumah pribadi Ayah Romi."Gue bisa kasih lo uang yang banyak, tapi bilang sama Ayah kalau lo nolak dan menyerah!" Teresia memutar kursinya menghadap pada Arga yang berdiri di sampingnya "dengar! Kita baru aja tanda tangan perjanjian nikah! Dan lo mau gue buat nyerah?! Gak akan! Lagian uang yang lo kasih pasti lebih sedikit dari Ayah lo! Pria tua itu sudah janji mau kasih setengah warisannya ke gue!" bangga Teresia di akhir kalimatnya. Arga menggeram kesal, dan bibirnya berkedut jengkel melihat Teresia justru keasikan bermain dengan kursi putar itu dan menghiraukannya. "Hanya uang
"Hai Chef Radit, lama tidak bertemu! Dimana Chef Artur?"Tak hanya Chef Raditya, Teresia juga ikut menoleh ke asal suara yang memanggil Chef Radit dari arah belakangnya.Pria tinggi yang berpenampilan santai dengan kaos oblong dan celana pendek nya itu berjalan dan duduk di kursi sebelah Teresia dengan kedua pandang yang masih menatap pada Chef Radit."Tuan Revo, lama tidak bertemu! Saat ini Artur sedang berbelanja Tuan"Pria itu yang bernama Revo!Teresia mengamati sosok Revo yang masih berbicara dengan Chef Radit, menduga-duga jika laki-laki di sampingnya juga ikut memiliki kesimpangan yang sama seperti Kakaknya itu.Merasa diperhatikan, Revo melirik ke sampingnya dan kedua matannya membulat sempurna melihat sosok Teresia yang kedapatan tengah menatapnya dengan lekat seolah menilainya."Logayjuga?" tanpa dicegah, pertanyaan itu meluncur mulus dari bibir Teresia untuk Revo yang
Hari yang dinanti Ayah Romi pun tiba.Pernikahan Arga dan Teresia! Di ruang tamu yang disulap menjadi tempat akad, pun sudah berjalan dengan lancar. Ayah Romi begitu bahagia meski sayang wajah Arga serta Teresia yang menikah tidak ada yang menarik bibir membentuk senyuman. Meski Pernikahan ini hanya diadakan secara privat, Ayah Romi tetap memerintahkan orang-orangnya untuk meliput kegiatan ini dan menyebarkannya. Membuktikan pada semua orang bahwa Arga bukan seorang Gay, dan bisa menikahi wanita. Meski nanti akan ada berita terbaru mengenai kedua wajah mempelai yang terkesan datar tak menunjukan ekspresi. Ingatkan Ayah Romi untuk menyuruh Teresia dan Arga tersenyum saat keluar rumah nanti. Teresia menarik tangan Arga untuk menciumnya yang kini sudah secara sah menjadi sang suami. Ia mencoba menarik sudut bibirnya untuk tersenyum ke arah kamera saat benda tersebut terarah padanya yang justru tak menunjukan sebuah senyum manis melainkan senyum konyol. Jangan ditanya bagaimana eksp
Arga menutup laptopnya dan meletakan di atas nakas. Ia mengambil sebuah dasi dari dalam laci dan mendekati Teresia yang mendadak gugup dengan apa yang ingin Arga lakukan padanya. "Akan aku buktikan bahwa ancaman yang aku beri padamu itu benar-benar nyata! Akan aku buat kamu menurut dan tidak lagi menantangku!" Arga menangkap kedua tangan Teresia dan mengikatnya menjadi satu di belakang tubuh Teresia. Teresia mulai panik dan memberontak untuk bisa lepas dari cekalan kedua tangan Arga. Terlebih lilitan kain di dadanya mulai mengendur dan terbuka akibat gerak tubuhnya yang tak beraturan. Arga benar-benar serius dengan ucapannya!"Iya-iya gue- ehh aku salah! Aku minta maaf!!" Teresia menjerit panik saat ia mulai merasakan angin berhembus di kulit dada telanjangnya. Kain kebayanya tepat berada di atas putingnya, dan jika Teresia bergerak sedikit lagi, kain tersebut akan jatuh dan menampilkan dada telanjangnya. Bodohnya dia yang menantang Arga tadi, kini dirinya sendiri dibuat panik set
Teresia sudah selesai membersihkan tubuh, dirinya juga sudah selesai berkemas menggunakan pakaian yang menurutnya paling bagus.Siang ini dia akan pergi berbelanja banyak pakaian baru untuk dibawanya berlibur sore nanti. Teresia akan menemui Ayah Romi dan menuntut haknya untuk menghabiskan uang milik orangtua tersebut.Sentuhan terakhir di wajahnya, Teresia memoles lipstik miliknya membuat bibirnya lebih cerah dan berwarna. Setelah dirasa ia sudah lebih cantik dan siap, barulah Teresia berjalan menuju pintu kamar"Astaga hari yang gue pikir gak akan pernah datang sekarang bisa jadi kenyataan!" pekiknya menahan kesenangan.Namun ketika tangannya memegang kenop pintu dan mencoba menariknya, senyum perlahan luntur dari wajahnya.Pintu tersebut tidak bisa terbuka!Teresia kembali menarik dan mendorong pintu tersebut lebih kuat, namun hasilnya tetap sama. Pintu tersebut memang terkunci dari luar."Arga b