Home / Romansa / Suamiku Gay?! / Bab 6 - Si Penguntit

Share

Bab 6 - Si Penguntit

Author: Caty Perii
last update Last Updated: 2022-08-08 01:00:46

"Hai Chef Radit, lama tidak bertemu! Dimana Chef Artur?" 

Tak hanya Chef Raditya, Teresia juga ikut menoleh ke asal suara yang memanggil Chef Radit dari arah belakangnya. 

Pria tinggi yang berpenampilan santai dengan kaos oblong dan celana pendek nya itu berjalan dan duduk di kursi sebelah Teresia dengan kedua pandang yang masih menatap pada Chef Radit. 

"Tuan Revo, lama tidak bertemu! Saat ini Artur sedang berbelanja Tuan" 

Pria itu yang bernama Revo!

Teresia mengamati sosok Revo yang masih berbicara dengan Chef Radit, menduga-duga jika laki-laki di sampingnya juga ikut memiliki kesimpangan yang sama seperti Kakaknya itu. 

Merasa diperhatikan, Revo melirik ke sampingnya dan kedua matannya membulat sempurna melihat sosok Teresia yang kedapatan tengah menatapnya dengan lekat seolah menilainya. 

"Lo gay juga?" tanpa dicegah, pertanyaan itu meluncur mulus dari bibir Teresia untuk Revo yang menganga akan ucapan Teresia. 

Chef Raditya yang sudah tau bagaimana sosok Teresia berbicara pun hanya bisa tersenyum geli akan tingkah polosnya. 

Revo mendengus geli dan terkekeh pelan "aku normal! Boleh aku tanya kenapa kamu bisa ada di sini? Aku memeriksa rumah kontrakanmu dan kamu tidak pernah lagi kelihatan juga di club tempat kamu bekerja kamu juga sudah tidak ada di sana-"

Ucapan Revo terpotong saat Teresia bangkit dari posisi duduknya dan menatap kaget pada sosok Revo. 

Bagaimana tidak kaget, jika Teresia merasa tak mengenal Revo namun pria itu seolah sudah mengenalnya dengan mengatakan tak pernah melihat dia lagi di tempat kerjanya serta di rumah kontrakannya. 

"Lo siapa?! Kenapa lo tau itu semua?!" Teresia menunjuk wajah Revo dengan telunjuknya. 

Revo menatap Teresia sejenak sebelum ia beri senyum geli. "Duduk di sini, aku sudah tau kamu siapa, Teresia" 

Teresia menggeleng pelan, mungkin tak aneh bagi pria di depannya ini mengetahui namanya jika dia sudah tau bahwa Teresia adalah calon istri Kakaknya. Namun yang jelas membuat Teresia kaget adalah pria di depannya ini tau dimana tempatnya bekerja dan tempatnya tinggal. 

Jelas Revo sudah mengamati sejak lama tentang dirinya. 

"Akan aku jelaskan semuanya, setelah kamu duduk di sini dan tenang" ucap Revo dengan senyum manisnya nampak berbeda dengan Kakaknya yang hanya bisa memberikan raut datar dan galak pada Teresia. 

Teresia kembali duduk di samping Revo dengan memberi jarak karena merasa ia sedikit terancam akan sosok Revo. 

"Aku suka padamu sejak pertama kali melihatmu bekerja di club itu!" mulai Revo tanpa basa-basi menjelaskan alasan pertama bagaimana dia bisa mengenal Teresia. 

"Kenapa-"

"Aku mau mendekatimu, tapi melihatmu yang selalu marah-marah dan merasa kesal jika ada pria asing di dekatmu membuatku mengurungkan niatku" Revo mencegah Teresia yang ingin memotong kalimatnya. 

"Sejak itu aku selalu mencari tau tentangmu bahkan mengikutimu pulang untuk tau di mana rumahmu berada-"

"Ahhh jadi lo penguntit itu?!" Teresia kembali bangkit dari posisi duduknya dan memelototkan kedua matanya pada Revo yang tak merasa bersalah dan justru terkekeh geli merasa malu sudah ketahuan oleh Teresia yang biasa ia buntuti. 

"Maaf buat kamu tidak nyaman, tapi aku tidak pernah punya niat jahat-"

"Dengan lo ikutin gue aja itu udah termasuk kejahatan! Lo gak tau gue selalu takut pulang malem karena merasa ada yang selalu ikutin gue?!" dan masalah lain hadir di kepala Teresia mengenai dirinya yang pernah melukai Arga dan menuduhnya sebagai penguntit. 

Haruskah Teresia meminta maaf padanya? Karena Teresia merasa bersalah pada pria itu.

"Aku minta maaf sekali lagi" Revo terlihat benar-benar merasa bersalah, dan Teresia hanya bisa menghembuskan napasnya kasar. Perasaan bersalahnya pada Arga membuatnya tak tenang. 

"Sekarang kamu di rumah ini apa kamu sedang mencari pekerjaan baru lagi?" tanya Revo yang merasa penasaran dengan sosok Teresia di rumah Ayahnya. Padahal niatnya datang kesini karena Revo penasaran dengan gadis malang yang sebentar lagi akan bersanding dengan Kakaknya tersebut. 

"Lo salah! Gue di sini sebagai calon istri Kakak lo! Yang artinya lo akan jadi adik ipar gue" bangga Teresia memamerkan senyum cerahnya. 

Tak tau saja bagaimana wajah Revo yang perlahan memucat setelah mendengar penjelasan dari Teresia itu. 

Namun mencoba tak mempercayai apa yang Teresia katakan, Chef Radit justru membuka bibir untuk meyakinkan Revo bahwa Teresia memang wanita yang ingin dinikahkan oleh Kakaknya. 

 "Nona- Maksudnya Teresia memang sudah dipilih Tuan Romi untuk menjadi istri dari Tuan Arga" 

Teresia mengangguk setuju "meski gue gak suka sama Kakak lo tapi demi jadi kaya raya gue akan menyetujuinya!" 

Revo memaksakan senyum di bibirnya meski ada sebagian hatinya yang kecewa mendapati bahwa Teresia lah orang yang Ayahnya pilih untuk dinikahkan dengan Arga, Kakaknya. 

"Kamu sudah tau bukan bahwa Kakakku  itu tidak suka wanita-"

"Gue gak peduli sama itu semua! Karena tujuan gue nerima pernikahan ini hanya  untuk kehidupan gue ke depannya! Lo paham kan? Jadi jangan tanya-tanya lagi!" 

Revo menarik napasnya dan menghembuskannya pelan, perasaan gusarnya perlahan bisa tersingkir menganggap pernikahan Teresia dan Arga tidak akan terjalin serius. 

Dirinya jelas masih memiliki kesempatan untuk bisa dekat dengan Teresia. 

***

Teresia mengendap-endap mencari sosok yang sejak pagi tadi tak ia temukan keberadaannya di manapun. Bahkan saat sarapan bersama pun Arga hanya muncul di meja makan setelahnya kembali menghilang dan Teresia tak bisa mencarinya. 

Di rumah Ayah Romi yang begitu besar baru Teresia jelajahi setengahnya dan Teresia tak menemukan sosok Arga di manapun, di kamar pria yang terkunci dan Teresia yakin tak ada penghuninya itu serta di taman belakang yang biasa ada sosok Arga pun tak Teresia temukan. 

Kedua kakinya sudah letih berjalan dan berkeliling dari lorong-lorong panjang di rumah ini. 

Keputusannya final! Dia akan meminta maaf pada Arga persoalan beberapa hari lalu saat ia memukul hidung Arga hingga berdarah serta menuduhnya sebagai penguntit. 

Inginnya Teresia tak perlu meminta maaf pada pria sombong itu. Namun jika tak melakukannya ia akan terus merasa bersalah dan tak enak. 

Salahkan dirinya  yang memiliki sifat tak tegaan dan semua permasalahan yang belum selesai akan selalu ia pikirkan. 

"Di mana dia?!" decak suara Teresia mengalun dan ia bersandar di dinding di belakangnya. Kedua matanya melirik pintu-pintu yang ada di dekatnya, Teresia tidak tau pintu apa semua ini namun saat memperhatikan satu pintu kayu besar di sampingnya, ia mendengar suara benda terjatuh dari dalamnya. 

Bulu kuduknya merinding, membayangkan ada hantu di dalam sana yang tengah mencari perhatian padanya. 

Pintu kayu itu memiliki celah kecil yang tak tertutup rapat. Karena penasaran dan takut, Teresia mengintipnya dan mencari tau ada sesiapa di dalam. 

Napas lega Teresia keluarkan saat sosok yang dicari-carinya sejak tadi ternyata ada di dalam sana dan tengah membaca buku dengan santai di atas sofa panjang tepat di depan sebuah jendela kaca besar. 

Teresia membuka lebar pintu di depannya dan masuk, berdiri di depan pintu serta mengamati Arga yang mengalihkan pandanganya dari buku yang tengah ia baca pada Teresia. 

"Gue mau-"

"Pergi!" satu kata itu cukup untuk membuat Teresia menegang dan terpaku pada tatapan mata Arga yang menyorot dingin padanya. 

Jaraknya dengan Arga cukup jauh, namun Teresia bisa merasakan bahwa Arga menolak kehadirannya di sini. 

Teresia menarik napasnya pelan, dia akan melakukannya dengan cepat dan kemudian pergi meninggalkan pria itu sendiri lagi. 

"Gue cuman mau minta maaf!" pekiknya keras supaya Arga tidak salah dengar dengan apa yang dia katakan. Setelah itu Teresia menggeleng dan ingin berbalik cepat jika saja Arga tidak berbicara padanya. 

"Soal apa? Bicara yang jelas!" 

Teresia berdecak kesal dan tanpa membalikan tubuhnya yang membelakangi Arga, dia berbicara tanpa memandang Arga. 

"Gue nuduh lo penguntit! Iya lo bukan penguntit! Gue salah karena udah nuduh lo!" 

Teresia menunggu dengan berdebar balasan yang akan Arga katakan, namun ia tak mendengar suara Arga atas apa yang barusan ia katakan. 

Merasa aneh, Teresia menoleh ke belakang dan betapa terkejutnya dia mendapati sosok Arga sudah berdiri di belakangnya  dengan tatapan tajam mengarah padanya. 

Satu tangan pria itu berada di dalam kantung celana bahannya serta satu tangannya lagi memegang buku yang tengah pria itu baca tadi. 

Teresia memundurkan langkahnya dan menjauh karena sosok Arga yang berada sangat dekat dengannya. 

"Lo, Gue?! Kamu memang sangat menentangku ya? Akan aku simpan ini untuk nanti! Perbaiki cara panggilanmu padaku, sudah aku bilang aku membencinya! Jika kamu tetap seperti ini, kamu akan menyesalinya nanti!" ujar Arga dingin tak menghangatkan pandangannya menatap pada Teresia. 

Arga mengetukkan buku tebal itu pada kepala Teresia membuat gadis itu mengaduh sakit dan meninggalkan Teresia di perpustakaan pribadi rumah Ayahnya. 

Teresia mengusap kepalanya yang baru saja Arga beri ketukan dan menatap ke arah pria itu pergi dengan tatapan marah dan kesalnya. 

"Sialan! Gue udah nurunin harga diri buat minta maaf, dia sama sekali gak bahas soal salah paham itu!" 

Teresia mengacungkan jari tengahnya pada pintu di depannya, di mana tadi Arga meninggalkannya sendiri. 

"Lo pikir gue takut sama ancaman murahan lo itu! dasar Gay!" 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Riana Anggraini
goodddddddd
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suamiku Gay?!   Epilog

    "Kakak kue nya udah datang, ini mau diletakkan di mana?" Arshan mengangkat kue stroberi di tangannya pada Zanna yang tengah menempelkan balon-balon huruf di atas jendela dengan Arhan yang memegangi tangganya."Di atas meja aja Dek, setelah itu kamu lihat ke luar ya. Pastikan Mamah dan Papah belum pulang"Arshan mengangguk dan meletakkan kue tersebut ke atas meja.Ia sempat melihat hasil dekorasi sang Kakak yang menyulap ruang keluarga rumah mereka dengan hiasan yang menurutnya cukup cantik.Hari ini adalah hari ulangtahun pernikahan Teresia dan Arga yang ke dua puluh tahun.Saat ini keduanya tengah pergi ke rumah Kakek mereka dan kesempatan itu Zanna gunakan untuk mengajak kedua adiknya untuk menyulap ruang keluarga mereka untuk memberikan kejutan untuk orangtua mereka."Selesai!!" pekik Zanna merasa senang saat ia selesai menempelkan balon-balon huruf di atas gorden ruang keluarga."Bagus gak Dek?"Arhan ikut melihat dekorasi sang Kakak dan memberikan anggukan kuatnya."Bagus! Kakak

  • Suamiku Gay?!   Bab 89 - Kebahagiaan Tiada Akhir!

    Arga mengerjapkan kedua matanya, dan melihat sekelilingnya.Ia di rumah sakit dan hanya seorang diri.Bangkit dengan kasar, Arga turun dari atas ranjang, dengan linglung ia bergerak menuju ruang operasi.Tak tau berapa lama ia pingsan, namun yang Arga ingat ketika sadar adalah kenyataan pahit yang Dokter katakan tentang keselamatan istrinya. Bahkan Arga belum melihat kedua bayi kembarnya yang amat ia dan Teresia tunggu dengan tak sabar."Suster!! Di mana- di mana pasien wanita yang ada di ruang ini?!" Arga tercekat dengan air mata yang bersiap untuk keluar.Perawat wanita itu nampak terkejut sejenak dan melirik ke belakangnya."Ehm, para petugas baru saja mengirim pasien di kamar ini ke ruang jenazah"Lutut Arga lemas seketika. Dadanya terasa sesak, bahkan keluarganya sudah tak di sini lagi."Bapak baik-baik aja?" perawat tersebut nampak khawatir, ia merasa bersalah karena sudah memberitahu Arga.Arga mengangguk singkat, ia memilih bangkit dan pergi menuju ruang jenazah yang dimaksud

  • Suamiku Gay?!   Bab 88 - Ketakutan Terbesarnya

    Memasuki usia pernikahan yang ke tiga tahun, membuat hubungan Arga dan Teresia makin erat.Bahkan di saat Zanna yang sudah berusia dua tahun, Teresia kembali hamil dan berhasil hamil anak kembar. Mendengar bahwa ia akan memiliki dua anak sekaligus membuat Teresia dan Arga tak percaya dan bahagia tentunya.Di kehamilan keduanya ini cukup baik Teresia menjalaninya, meski ia sedikit kepayahan karena saat ini ia mengandung dua janin sekaligus.Arga juga menjadi lebih protektif padanya. Bahkan pria itu selalu izin bekerja dari rumah demi bisa menjadi suami yang siap dibutuhkan lapan saja.Dan tentu jadwal bermainnya dengan Zanna menjadi banyak, karena dengan perut besar, Teresia jadi mudah lelah untuk menemani Zanna yang senang sekali berlarian dan memintanya untuk dikejar.Terkadang hal yang menjadi favoritnya adalah saat melihat Zanna dan Arga bermain kejar-kejaran di halaman belakang rumah mereka.Mendengar tawa Zanna dan bagaimana gadis kecil itu berbicara dengan tidak jelasnya kian me

  • Suamiku Gay?!   Bab 87 - Merasa Terabaikan

    "Kyaa! Baju Mamah basah" Suara tawa balita berusia 7 bulan itu nampak memenuhi ruangan di dalam kamar mandi kamar Teresia dan Arga. Bayi itu kembali menepukan air yang dipakai berendamnya sehingga mencipratkan air mengenai Teresia yang tengah menemaninya mandi. "Yahh basah" balita itu kembali tertawa geli seolah apa yang dilakukannya nampak sangat menghibur dirinya. Arga mengamati dengan senyum geli di depan pintu kamar mandinya. Bayi mungil yang sudah tumbuh itu makin menempel pada Teresia, dan bahkan Teresia juga mulai melupakan Arga sepertinya karena sibuk untuk mengurus Zanna. Arga sempat menawarkan baby sitter agar Teresia tidak lelah untuk menjaga Zanna, namun Teresia menolak, wanita itu tak mau ia kalah populer dibandingkan baby sitter. Teresia mau terus ada di samping bayinya. "Yuk pakai baju, nanti Zanna kedinginan" Teresia mengangkat Zanna dan membawanya ke dalam kamar. Wanita itu sedikit terkejut melihat Arga sudah berada di depan pintu kamar mandi. "Kamu sudah pula

  • Suamiku Gay?!   Bab 86 - Zanna Kirania Anata

    "Kita duduk dulu ya?" Arga nampak khawatir melihat Teresia yang sudah banyak berkeringat namun masih terus menginginkan berjalan. Teresia menolak, dia meminta botol air yang selalu Arga bawa. "Perut aku sakit lagi, ahh bayi kamu aktif banget" bisik Teresia mendesis sakit saat kontraksinya kembali menyerangnya. Arga ikut berkeringat, dirinya sendiri sangat khawatir. "Kamu benar gak mau sesar aja? Aku khawatir banget" ujar Arga mengusap-usap perut Teresia dan ia bisa merasakan bagaimana bayinya yang senantiasa menendangnya. "Apa sakit?" tanya Arga saat mendengar desisan Teresia saat bayi di perutnya menendang ke bawah telapak tangannya. "Lumayan" "Sesar-""Arga stop! Aku udah pembukaan enam! Aku gak mau sesar!!" Teresia mendengus kesal jika setiap kekhawatiran Arga selalu mengusulkan dia untuk operasi sesar. "Aku mau kembali ke kamar! Kamu pegangin aku, ini sakit banget" ujarnya lirih dan mengusap-usap perutnya pelan. ***"Ahh ini sakit banget!!" Teresia benar-benar ingin sekal

  • Suamiku Gay?!   Bab 85 - Bertengkar Kembali

    "Aku gak mau yang ini! aku mau yang beruang pink itu di tengah" Teresia menunjuk dengan penuh kekesalan pada Arga yang sedari tadi tak mendapatkan apa yang dia inginkan. "Susah Teresia! Kamu aja coba yang ambil!" Arga menyerah dan memberikan mesin capit boneka itu untuk Teresia. Mungkin sudah ada dua jam mereka hanya bermain alat capit demi mendapatkan apa yang Teresia inginkan. Boneka yang Teresia inginkan itu berada di bawah tumpukan boneka lainnya, dan jelas itu mustahil untuk bisa ia dapatkan. "Kamu 'kan bilang mau melakukan apa aja buat aku! Masa ambil boneka yang aku mau aja gak bisa!" Teresia melipat kedua tangannya kesal dan menghentakkan kakinya ke atas tanah. "Aku beli aja ya, aku gak bisa jika harus mengambilnya dari mesin capit ini" Teresia menggeleng menolak "kamu gak mau berjuang buat aku?! Aku jadi ragu sama pernyataan cinta kamu itu! Kamu pasti gak bener cinta sama aku, kalo soal permainan capit ini aja kamu gak mau sedikit berjuang untuk aku!" Kepala Arga bena

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status