"Kau tadi bilang apa, Ruth?" Shada mengernyit tak mengerti. Meskipun suara Ruth pelan, tapi Shada sempat menangkap apa yang dibicarakan oleh temannya itu.Ruth tercekat, tidak menyadari ucapan dari mulutnya yang baru saja keceplosan."Eh? Tidak, bukan apa-apa. Maksudku kau jangan mudah mengasihani orang lain, Shada. Apalagi Jennifer. Seperti yang pernah aku katakan dulu, kau harus hati-hati," tandas Ruth agak kelimpungan. Mendengar penjelasan Ruth, Shada menghela napas dengan berat."Aku tahu kau tidak suka Jennifer dan Richard. Tapi, Ruth.. Jennifer barusan mengalami musibah. Kau beneran harus mengatakan itu kepadaku?" Shada tidak percaya kebencian Ruth telah menutup mata hati wanita tersebut. Bahkan rasa pedulinya juga sudah tumpul."Kau tidak tahu tentang apa yang sedang kau hadapi, Shada. Percayalah padaku," sembur Ruth dengan penuh penekanan.Shada menekuk wajahnya. Ia muak dengan sikap Ruth yang selalu mewanti-wanti dan seakan semua orang di sekitar Shada perlu diwaspadai. Tapi,
Langit menggelap, tanda malam tiba. Bintang-bintang menggantung dan bertaburan memenuhi lanskap luas langit malam. Keindahannya bagai berlomba serta berdampingan dengan adanya rembulan.Malam ini bulan di atas balkon rumah Shada membulat sempurna, sangat indah. Namun tetap saja membuat Shada sedih. Ironis memang.Dari tadi Shada menunggu Demian datang. Tapi sampai sekarang pria itu tak muncul juga di hadapannya. Shada berdiri di balkon sembari bergerak tak nyaman. Jemarinya mengetuk-ngetuk dinding pembatas balkonnya sesekali menengok ke belakang. Ia menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam."Ck.. dimana kau?" gumam Shada gelisah.Berkali-kali ia tertipu oleh suara kesiur angin malam yang membelai pepohonan di depannya. Ia pikir itu Demian. Ternyata hanya gerakan antara angin dan pohon yang normal.Semakin lama, Shada terusik. Demian juga belum datang-datang. Padahal Shada sudah menunggunya lebih dari satu jam. Shada ingin bertanya mengenai kehidupan vampir lebih
Seketika Demian menekuk wajahnya. Apa yang barusan dia bilang? Terbayar lunas? Tidak bisa. Kata-kata Demian yang tidak terima menggema di seluruh pikirannya.Pasalnya, karena Darwin hidupnya menjadi berubah seketika. Mungkin hidupnya yang dulu tidak sebaik yang sekarang ia rasakan. Namun jauh di dalam dirinya, Demian tidak mau dan tidak menerima sebuah takdir yang mengubah hidupnya menjadi 180 derajat hanya dalam semalam. Itu hanya membuat jarak antara dirinya dan cinta pertamanya semakin jauh. Bahkan bisa pupus.Vampir tidak akan bisa bersama manusia. Sudah tertulis jelas di sana. Hidup secara berdampingan mungkin masih bisa. Para vampir di dunia manusia selalu menutupi identitasnya. Bekerja dan makan layaknya manusia biasa.Tetapi untuk menikah bersama manusia serta menghasilkan anak yang lucu? Bahkan rasanya alam akan menolak lebih tegas lagi.Vampir dan manusia seperti hidup di tempat yang sama, namun pada dimensi yang berlainan. Bak sebuah uang koin yang memiliki dua sisi berbeda
"Tidak!" erangnya saat menatap Shada.Meskipun kedua matanya tengah tertuju kepada Shada yang tertidur pulas. Namun lebih dari itu, Demian sedang melihat sebuah masa depan. Masa depan miliknya juga Shada.Demian sedih bercampur kecewa. Ia menyaksikan sebuah penggalan Shada yang marah dan semakin menjauhinya. Wanita itu tak mau bertemu dengan Demian lagi. Tiba-tiba dada Demian sesak. Ia meraup udara sekitar sebanyak-banyaknya. Mencoba berusaha tenang dengan mengisi banyak oksigen di paru-paru. Apa yang telah ia lakukan sampai Shada menjauhinya? Demian mencoba menganalisis.Demian kembali memandang Shada yang masih lelap dengan tatapan nanar. Ia frustasi karena tak menemukan kemungkinan perbuatan salah yang dilakukan olehnya."Aku harus bagaimana?" lirih Demian sembari menyentuh pelan pintu yang memantul samar bayangan wajah tampannya.Demian menyerah. Ia paham jika dirinya tak bisa berbuat apa-apa. Masa yang akan datang adalah sesuatu yang misterius dan tidak bisa dicegah. Untuk sement
Ruth menelan salivanya dengan susah payah, terlalu tegang mengetahui sebuah fakta yang tidak mau ia percayai. Bagaimana bisa Max yang begitu dingin dan setia sampai tergoda oleh Jennifer? Selain itu, apa kurangnya Shada?Shada lebih cantik natural, karakter baik, pikiran selalu positif. Pokok Shada lebih baik dari Jennifer. Ya meskipun harus Ruth akui, ada sedikit kemiripan di antara keduanya yang belum bisa ia jelaskan. Selain warna mata mereka tentunya.Ruth langsung membeku dan merapatkan bibirnya selama rapat berlangsung. Oh, kenapa hanya dirinya saja yang tahu hal itu. Ruth jadi tertekan menyimpan rahasia besar seperti ini. Sialan.Ruth mengalihkan pandangannya, tak sudi melihat Max maupun Jennifer. Padahal di awal saja ia sudah sangat illfeel terhadap wanita ular tersebut. Sekarang lebih lagi. Ruth bahkan sudah hilang respect juga terhadap Max. Dasar lelaki bajingan! Umpat Ruth di dalam hati.Sesekali Ruth mencuri pandang ke arah Shada yang mendengarkan beberapa laporan dengan k
"Coba jelaskan padaku, apa yang sedang kau kerjakan ini?!" ujar Leo tajam kepada Shada yang berpaling menatap pria tersebut.Shada lalu berderap mendekat, memastikan apa yang dimaksudkan pria itu dengan menunjuk beberapa bagian dokumennya.Shada mengernyit tak mengerti. Bagian-bagian yang ditunjuk Leo tadi sudah ia teliti dan baca berkali-kali dengan baik. Shada berani menjamin bahwa tidak ada kesalahan apapun di bagian tersebut. Toh, Shada sudah membuat dokumen yang sama bukan hanya sekali atau dua kali."Maksud, Pak Leo apa?" tanya Shada bingung.Leo tertawa sinis sembari mengusap wajahnya frustasi. Sepertinya sekarang ia sedang tidak berbicara dengan karyawan lama, melainkan anak SD usia delapan tahun. Sementara Shada sudah mulai kesal karena sikap Leo seperti menyepelekannya."Biar coba saya periksa lagi," sanggah Shada setengah mendengus hendak mengambil kertas itu kembali. Namun justru dicegah oleh tangan kekar milik Leo."Sudah tidak perlu! Harusnya kau mengeceknya bahkan sebel
"Apa maksudmu?" Shada memutar tubuhnya dan menghadap penuh ke arah Ruth."Apa kaitannya Max dengan Jennifer?" Kedua mata cokelat gelap Shada mengerjap cepat. Rasa penasaran tiba-tiba menggerayanginya.Lagi-lagi Ruth menghela napas. Mendadak wanita itu kehilangan pasokan oksigennya, seakan sedang diserang asma. Ia lalu memegang kedua bahu Shada dengan yakin. "Ini demi kebaikanmu, Shada. Tapi ada sesuatu yang sulit dijelaskan terjadi di antara mereka berdua. Ada sesuatu yang tidak kau ketahui."Shada menatap skeptis wajah Ruth yang sangat serius. Bahkan kini kedua mata gelap wanita itu memerah serta berkaca-kaca.Ruth pasti tidak main-main. Batin Shada.Tetapi Shada lebih memilih menampiknya. Max tidak seburuk yang Ruth katakan. Ia lebih mengenal Max kurang lebih selama enam tahunan. Pria tersebut setia dan tak pernah berurusan dengan wanita lain selain dirinya. Kecuali Morris, tentunya.Shada menggeleng pelan seraya melipat kening. "Kau pasti salah, Ruth." Tatapannya tak percaya.Ruth
Bayangan seorang pria tampan nan gagah berkelebat di lokasi kecelakaan dimana dua mobil saling bertubrukan dengan dahsyat. Sementara, ia juga mendengar suara sirene keras dari mobil polisi juga ambulans yang saling bersahutan memekakkan telinganya.Ia sangat membenci betapa berisiknya suara sirene mobil. Kedua mata perunggu terangnya tertumbuk demi mengamati tingkat kerusakan pada mobil Shada. Ia mendengus, napasnya tercekat. Sangat disayangkan kenapa hal ini harus terjadi kepada Shada. Apalagi semalam ia tak bisa bertemu dengan wanita tersebut.Matanya lantas beralih kepada seorang pria bertopi dengan luka parah disekujur tubuh. Terutama pada kepalanya. Pria itu terpejam dan tangannya terkulai lemah saat petugas kesehatan memindahkannya ke dalam ambulans. Sudah dipastikan bahwa pria tersebut mati di tempat.Demian menghela napas berat. Untung, ia tak terlambat ke mari. Benturan di kepala Shada sudah banyak mengeluarkan darah. Beruntung mobil pria tadi menabrak bagian belakang mobil S