Mone mengembuskan napasnya, menyadari sosok tersebut. Saat Dika ingin berdiri untuk menghampiri Pandu, Mone bangun terlebih dahulu dan mengatakan itu adalah kenalannya. "Aku ngasih tau aku di mana, gak minta supaya kamu nyusul, ya!" Kalimat pertama yang diucapkan Mone bukan lagi sapaan, lebih seperti desisan. Menyadari teman-temannya yang tampak memperhatikan Mone – terutama Rafka – Mone menarik Pandu menjauh dari tempatnya berdiri. Kasak-kusuk kini terdengar, beberapa yang didengar Mone meliputi, "Gue bilang juga apa, gak mungkin Mone gak punya pacar." "Ampe bela-belain nyusul ke Jogja." "Emang tuh cowok lagi di Jogja kok." Rafka menimpali ucapan teman-temannya. Mone mengabaikan ucapan teman-temannya dan fokus menjauh dari jangkauan mereka. Setelah cukup jauh, barulah Mone benar-benar menatap Pandu yang kini berdiri di hadapannya. "Kamu gak bilang nginep bareng Rafka." Mone melongo mendapati pernyataan Pandu barusan, "Mas, ya ampun. Barusan kamu liat di sana ada siapa aja?"
Jam makan siang, Dika diseret Rafka untuk makan pecel lele yang lokasinya cukup jauh dari gedung kantor mereka. Dika tidak satu kantor dengan Rafka, tapi kantor mereka tetangga gedung, jadi tak jarang keduanya makan siang bersama.Lokasi warung pecel lele yang cukup jauh dari gedung kantor jika berjalan kaki, sampai harus naik motor Dika, membuat warung tersebut tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa pengunjung yang kebanyakan membeli untuk dibungkus."Lo seneng amat si nyari makan jauh-jauh," keluh Dika, sambil mengaduk es teh manis yang baru datang dan masih menunggu pecel ayam pesanannya."Sumpek, Dik makan daerah sono mulu. Rame. Mana ngantri. Di ajak makan daerah sini yang agak sepi, anak kantor gue gak pada mau.""Kantin gedung kantor lo kan sepi tuh.""Ya sepi, makanannya gapada enak."Tak lama pecel ayam pesanan Dika dan pecel lele pesanan Rafka datang, keduanya kini fokus menghabiskan makanan terlebih dahulu, mengingat waktu istirahat hanya satu jam."Raf, lo tau akun instag
After office hour, Mone ikut bersama rekan-rekan sedivisinya untuk makan-makan memperingati hari ulang tahun Dion, yang membuat cowok itu wajib mentraktir teman-temannya.Sialnya, karena Fara lupa menginfokan Rafka untuk tidak perlu menjemput, jadilah Dion menawarkan diri mengajak Rafka agar tidak menjadi cowok sendirian dalam perkumpulan itu, sekaligus ditebengi anak-anak cewek yang tidak bawa kendaraan.Demi menghindari kejadiaan di Jogja - berdebat dengan Pandu masalah Rafka - Mone memilih menghindari Rafka dan ikut naik motor dengan Dion, sampai Dion bingung sendiri karena harus membonceng atasannya.Sepertinya Mone harus segera mengirim mobilnya dari Surabaya agar tidak perlu terjebak situasi ini lagi.Dion dan Mone sampai lebih dulu di restoran steik yang dipilihkan Fara, Dini, dan Laely. Dion jelas tak diijinkan memilih, karena menurut mereka, jika Dion yang memilih, yang ada cuma makan-makan di KFC.Mone ijin untuk ke toilet terlebih dulu dan tak lama rombongan mobil Rafka dat
Mone memarkirkan mobilnya di parkiran gerai fast food yang berlokasi tak jauh dari gedung tempat Pandu bekerja. Sepulangnya dari acara makan-makan ulang tahun Dion, Mone benar-benar langsung mengurus pengiriman mobilnya dari Surabaya demi keefektifan aktivitasnya di Jakarta—dan tidak terus-terusan terjebak dengan Rafka tentunya.Waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Hari ini Pandu sedang lembur untuk menyelesaikan pekerjaannya. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Pandu memanfaatkan jadwal lemburnya untuk beralasan pada Anggika bahwa ia menginap di kantor karena banyak pekerjaan yang harus diselesaikan.Mone sudah mengirim pesan pada Pandu bahwa ia sudah sampai di tempat janjian mereka. Tak sampai sepuluh menit, Mone dapat melihat Pandu berjalan menghampiri mobilnya dengan kemeja yang sudah lusuh.Mone tersenyum. Ia menyukai setiap kali melihat Pandu pulang bekerja. Dulu, saat mereka masih tinggal serumah dan Pandu masih bekerja di Palembang, momen melihat Pandu pulang bekerja a
"Malam jangan berlalu, jangan datang dulu terang, telah lama ku tunggu, ku ingin berdua denganmu, biar pagi datang, setelah aku memanggil ...." - Mari Bercerita, Payung Teduh___________________Mone mengarahkan mobilnya menuju bilangan Grand Indonesia, Pandu yang tidak mengetahui tujuan Mone bingung saat Mone sudah memasuki area parkir Gedung Mall ini."Kamu mau nonton?"Jelas saja satu-satunya tujuan di atas jam sepuluh malam ke mall hanya untuk menonton film dengan jam tayang midnight, sebab seluruh tenant di mall sudah tutup.Mone mengangguk. "Iya, capek streaming terus. Udah lama, kan, kita gak nonton?""Aku belom mandi loh, bau banget dong nanti.""Yaudah, kita nonton yang velvet, biar yang nyium bau kamu aku doang." Mone sudah mematikan mesin mobilnya dan membuka sabuk pengaman, lalu keluar dari mobil disusul Pandu.Pandu menuruti keinginan Mone, saat turun dari mobil, tak lupa Pandu menggunakan masker untuk menutup wajahnya. Sesuatu yang wajib dikenakan Pandu jika berjalan-jal
Setibanya di rumah sakit, Mone segera dilarikan ke IGD karena kondisi Mone yang sudah tidak memungkinkan untuk antre di dokter umum.Setelah menjalani beberapa pemeriksaan, Dokter yang menangani Mone mengatakan bahwa usus buntu Mone sudah meradang, dan harus segera dioperasi malam ini juga. Hal itulah yang membuat Mone merasakan sakit di perutnya.Rafka menghampiri Mone yang masih berbaring di IGD dan memberitahukan keputusan Dokter bahwa Mone harus menjalani operasi."Emang separah itu sampe harus di operasi?"Rafka mengangkat bahu, ditanyai seperti itu Rafka juga kurang paham karena bukan ranahnya. Namun, Rafka tau ucapan dokter sangat masuk akal jika Mone menderita radang usus buntu, mengingat pola makan Mone seperti apa."Kamu makan mie ayam seminggu lima kali gimana mau gak parah?""Terus kalo udah operasi, aku boleh makan mie ayam lagi?""Yaampun, Mon! Kamu sembuh aja belom bisa-bisanya mikir kayak gitu.""Bawel!"Rafka meninggalkan Mone untuk mengurus administrasi dan mengisi f
Belum ada sepuluh menit ketika Mone mencoba untuk kembali tidur setelah terbangun beberapa saat lalu, tapi ponsel yang diletakan dekat bantalnya bergetar, menandakan ada panggilan masuk.Mone yang belum sepenuhnya terlelap tidak bisa mengabaikan panggilan itu, diambilnya ponsel tersebut lalu dilihatnya nama pemanggil yang tidak mengijinkan Mone kembali tidur sesuai anjuran dokter."Mas ...."Pada detik pertama Mone membaca nama Pandu diponselnya yang melakukan panggilan video, tanpa ragu Mone segera mengangkatnya dan menyambut wajah pandu dengan senyum sumringahnya."Mone, kamu di rumah sakit?" suara Pandu terdengar terkejut saat melihat pakaian yang dikenakan Mone serta latar putih pada tembok di belakang Mone yang tidak terlihat seperti apartemennya.Mone mengangguk pelan."Mon, maafin aku semalem gak jadi anter kamu ke dokter. Aku baru sampe Jakarta subuh tadi dan langsung ngantor paginya."Satu hal yang selalu Mone yakini, Pandu tidak pernah berbohong padanya. Mone juga tidak ada
Rafka memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi menyusuri jalan ibu kota yang ramai lancar. Masih pukul tiga siang, belum terlalu banyak kendaraan yang tumpah ruah di jalan. Beberapa titik kemacetan hanya disebabkan oleh lampu merah.Rafka tidak sanggup terus menjaga Mone saat membayangkan Mone harus tersiksa saat melihatnya. Ia pun memutuskan untuk pergi dari sana, tak lupa ia meminta Mone untuk menelpon Pandu dan menyuruh lelaki itu untuk menjaga Mone. Saat Pandu tiba, barulah Rafka meninggalkan ruang rawat Mone.Rafka memarkirkan mobilnya di depan sebuah ruko dua lantai berukuran minimalis. Ia segera memasuki ruko tersebut dan mengabaikan beberapa sapaan yang menyambutnya saat melewati lantai satu dan separuh lantai dua, sebelum akhirnya sampai di ruangan yang memenggal separuh lantai dua."Ngapain lo siang-siang ke kantor gue?" tanya Fando saat melihat Rafka muncul dari balik pintu, sebelum akhirnya melihat wajah Rafka yang kusut, lalu kembali bertanya, "Lo kenapa, Raf?""Hajar gue