Bagaimana Erisca Febriani Mengembangkan Karakter Dalam Cerpen?

2025-10-24 16:32:33 291

3 Answers

Braxton
Braxton
2025-10-28 07:04:33
Selintas aku merasa gaya Erisca Febriani itu seperti mempermainkan perhatian pembaca dengan lembut: dia memberi cukup detail untuk membuat tokoh hidup, tapi tidak pernah berlebihan sampai terasa dipaksa.

Dia mengembangkan karakter lewat potongan-potongan kecil—gestur, pilihan kata, kebiasaan sehari-hari—yang akhirnya jadi jaringan kebiasaan dan luka. Alih-alih menyajikan riwayat panjang, dia menaburkan kilasan masa lalu melalui dialog yang tampak biasa, atau melalui objek sepele yang berulang. Misalnya, satu adegan sederhana di dapur bisa mengungkap trauma masa kecil, atau keengganan tokoh untuk percaya kepada orang lain. Teknik ini bikin pembaca merasa ikut menambang, bukan cuma diberi jawaban instan.

Yang paling kusuka adalah bagaimana suara sudut pandangnya konsisten; entah itu orang pertama yang serba dekat atau sudut pandang terbatas yang menjaga misteri. Dengan ritme kalimat yang berubah sesuai suasana hati tokoh—pendek dan terputus saat panik, panjang saat merenung—Erisca berhasil membuat perkembangan karakter terasa organik. Akhir cerpen sering memberi ruang interpretasi, jadi perubahan tokoh terasa realistis karena kita sendiri diminta menafsirkan. Itu membuat setiap tokoh tetap hidup lama setelah ceritanya usai.
Peter
Peter
2025-10-30 04:50:35
Aku selalu tertarik melihat bagaimana Erisca membuat perubahan tokoh terasa halus tapi nyata. Inti tekniknya menurutku sederhana: fokus pada tindakan kecil dan konsistensi suara. Dia jarang memberi penjelasan panjang lebar tentang motivasi; sebaliknya, dia menaruh petunjuk lewat kebiasaan sehari-hari—cara tokoh menahan napas, memilih kata, atau merespon hal sepele.

Selain itu, dia memanfaatkan kedekatan perspektif untuk menanamkan simpati. Pembaca diajak masuk ke kepala tokoh sebentar, merasakan kegamangan atau kegembiraan yang sama, lalu dikeluarkan lagi sehingga ruang interpretasi tetap ada. Perubahan biasanya muncul perlahan, lewat penyesuaian kecil yang menumpuk sampai terasa signifikan. Itu membuat peralihan terasa alami, bukan dibuat-buat. Menurutku, itulah kekuatan utamanya: membuat tokoh berkembang tanpa memaksa emosi pembaca—cukup menunjukkan, lalu biarkan pembaca menyelesaikannya sendiri.
Otto
Otto
2025-10-30 17:09:33
Ada sesuatu yang langsung membuatku respek pada cara Erisca menyusun tokoh: dia paham betul perbedaan antara menunjukkan dan menceritakan, tapi melakukannya dengan hati.

Dalam beberapa cerpennya, dia memakai dialog yang tampak remeh untuk mengungkap konflik batin—percakapan seputar belanja, telepon singkat, atau bahkan ketidaksengajaan menyentuh lengan orang lain. Detil-detil kecil itu dikombinasikan dengan narasi interior yang tak memonopoli ruang, sehingga pembaca diajak merasakan, bukan cuma mengetahui. Struktur ceritanya juga sering non-linear: fragmen memantul antara masa kini dan memori sehingga perkembangan tokoh terasa seperti menyusun potret dari pecahan kaca.

Selain itu, penggunaan lingkungan dan benda sebagai cermin emosi tokoh sangat efektif. Sebuah rumah berantakan, hujan di jendela, atau makanan yang tak disentuh menjadi indikator keadaan batin. Cara ini bukan sekadar mempercantik suasana, tapi adalah cara praktis membuat perubahan karakter terasa wajar—bukan tiba-tiba. Mengamati detail seperti itu selalu bikin aku pengin baca ulang untuk menangkap lapisan-lapisan yang sempat terlewat.
View All Answers
Scan code to download App

Related Books

Transmigrasi Menjadi Karakter Paling Sampingan dalam Game
Transmigrasi Menjadi Karakter Paling Sampingan dalam Game
Pengkhianatan sudah menjadi hal seperti musik di kepalaku. Semua bentuknya sudah kuingat sepanjang hidupku. Sampai di pengkhianatan terakhir satu tusukan menembus dadaku dan yang membawa pisau itu adalah senior kerjaku sendiri yang selalu kuhormati. Kupikir ini akan berakhir, tapi aku tiba-tiba masuk ke dalam tubuh seorang NPC yang belum pernah kulihat di game yang aku desain.
Not enough ratings
24 Chapters
Bagaimana Mungkin?
Bagaimana Mungkin?
Shayra Anindya terpaksa harus menikah dengan Adien Raffasyah Aldebaran, demi menyelamatkan perusahaan peninggalan almarhum ayahnya yang hampir bangkrut. "Bagaimana mungkin, Mama melamar seorang pria untukku, untuk anak gadismu sendiri, Ma? Dimana-mana keluarga prialah yang melamar anak gadis bukan malah sebaliknya ...," protes Shayra tak percaya dengan keputusan ibunya. "Lalu kamu bisa menolaknya lagi dan pria itu akan makin menghancurkan perusahaan peninggalan almarhum papamu! Atau mungkin dia akan berbuat lebih dan menghancurkan yang lainnya. Tidak!! Mama takakan membiarkan hal itu terjadi. Kamu menikahlah dengannya supaya masalah selesai." Ibunya Karina melipat tangannya tegas dengan keputusan yang tak dapat digugat. "Aku sudah bilang, Aku nggak mau jadi isterinya Ma! Asal Mama tahu saja, Adien itu setengah mati membenciku! Lalu sebentar lagi aku akan menjadi isterinya, yang benar saja. Ckck, yang ada bukannya hidup bahagia malah jalan hidupku hancur ditangan suamiku sendiri ..." Shayra meringis ngeri membayangkan perkataannya sendiri Mamanya Karina menghela nafasnya kasar. "Dimana-mana tidak ada suami yang tega menghancurkan isterinya sendiri, sebab hal itu sama saja dengan menghancurkan dirinya sendiri. Yahhh! Terkecuali itu sinetron ajab, kalo itu sih, beda lagi ceritanya. Sudah-sudahlah, keputusan Mama sudah bulat! Kamu tetap harus menikah dangannya, titik enggak ada komanya lagi apalagi kata, 'tapi-tapi.' Paham?!!" Mamanya bersikeras dengan pendiriannya. "Tapi Ma, Adien membenc-" "Tidak ada tapi-tapian, Shayra! Mama gak mau tahu, pokoknya bagaimana pun caranya kamu harus tetap menikah dengan Adien!" Tegas Karina tak ingin dibantah segera memotong kalimat Shayra yang belum selesai. Copyright 2020 Written by Saiyaarasaiyaara
10
51 Chapters
Terlahir Kembali Menjadi Karakter Pendukung dalam Novel
Terlahir Kembali Menjadi Karakter Pendukung dalam Novel
Jiang Xi yang awalnya terbangun dan merasa dunianya berubah semua. Dengan perasaan yang kacau, dia menyadari dirinya masuk ke dunia novel yang pernah dibacanya. Jiang Xi di dalam novel bernama Jiang Zhaodi yang merupakan pemeran figuran, tidak melebihin beberapa bab sudah menghilang. Dengan membawa empat orang adiknya, dia bertahan hidup di tahun 60an. Apakah dia bisa mengubah nasibnya dan berhasil mengalahkan pemeran utama dalam novel?
Not enough ratings
516 Chapters
Bagaimana Denganku
Bagaimana Denganku
Firli menangis saat melihat perempuan yang berada di dalam pelukan suaminya adalah perempuan yang sama dengan tamu yang mendatanginya beberapa hari yang lalu untuk memberikannya dua pilihan yaitu cerai atau menerima perempuan itu sebagai istri kedua dari suaminya, Varel Memilih menepi setelah kejadian itu Firli pergi dengan membawa bayi dalam kandungannya yang baru berusia delapan Minggu Dan benar saja setelah kepergian Firli hidup Varel mulai limbung tekanan dari kedua orang tuanya dan ipar tak sanggup Varel tangani apalagi saat tahu istrinya pergi dengan bayi yang selama 2 tahun ini selalu menjadi doa utamanya Bagaimana Denganku?!
10
81 Chapters
Suamiku Karakter Game
Suamiku Karakter Game
Arabella, seorang gadis 20 tahun yang kecanduan game otome Love and Zombie, tak pernah menyangka keinginannya menjadi kenyataan. Dunia tiba-tiba dilanda wabah zombie, termasuk keluarga Ara yang kini berubah menjadi makhluk mengerikan. Namun, di tengah keputusasaan, Ara bertemu sosok Aezar, pria tampan berambut perak dan bermata merah, persis karakter favoritnya di game. Siapa sebenarnya Aezar? Mengapa ia memanggil Ara "istriku"? Dan, apakah ini cinta, atau hanya awal dari misteri yang lebih gelap di dunia penuh zombie? Di dunia yang hancur, cinta dan bahaya bertabrakan. Akankah Ara bertahan?
10
92 Chapters
Terpaksa Jadi Karakter Utama
Terpaksa Jadi Karakter Utama
Tulisan Sistem sudah diartikan ke Bahasa Indonesia ya, sesuai permintaan pembaca. --- Monster menyerang bumi, manusia terjebak dalam kubah raksasa, mereka diberi kekuatan dari sebuah Sistem untuk bertarung dan bertahan, nyawa jutaan manusia dipertaruhkan. Artin hanyalah manusia biasa yang tidak memiliki cukup keberanian, tekad, atau kekuatan, tetapi dia adalah salah satu yang terpilih. Artin mewarisi kekuatan terbesar dari dimensi lain, memaksanya untuk bekerja keras karena berbagai tantangan dan lawan yang harus ia atasi. "Aku merindukan hidupku yang membosankan." gerutunya dalam hati. Akankah Artin dapat menjalankan tugas yang terpaksa dia dapatkan? Siapa sebenarnya musuh Umat Manusia? Lalu mengapa bisa ada sistem yang mampu mengatur kehidupan manusia?
9.8
80 Chapters

Related Questions

Apakah Erisca Febriani Punya Proyek Adaptasi Ke Layar?

3 Answers2025-10-24 18:23:24
Gampang tersenyum membayangkan karya-karya penulis lokal diangkat ke layar, dan soal Erisca Febriani aku cukup telaten memantau kabar seperti itu. Sejauh yang aku ikuti sampai pertengahan 2024, belum ada pengumuman resmi dari penulis atau penerbit yang menyatakan ada proyek adaptasi besar untuk layar lebar atau serial dari karya-karyanya. Banyak penulis populer di ranah online memang kerap menerima tawaran adaptasi—entah ke film, web series, atau drama pendek—tetapi proses pengumuman resmi seringkali melalui akun media sosial penulis, pengumuman publisher, atau siaran pers dari rumah produksi. Jadi, kalau belum ada postingan yang jelas di akun resmi, biasanya masih tahap wacana atau negosiasi. Aku pribadi berharap kapan-kapan ada adaptasi yang serius karena gaya cerita yang mudah dinikmati punya potensi visual yang kuat. Sambil menunggu, aku sering cek akun penulis, penerbit, dan platform streaming lokal; kalau tiba-tiba ada teaser atau credit produksinya, itu biasanya tanda paling nyata. Semoga nanti saat benar-benar diumumkan, eksekusinya tetap setia pada nuansa yang membuat karyanya digemari—itu yang paling penting buatku.

Apa Inspirasi Utama Erisca Febriani Dalam Menulis Novel?

3 Answers2025-10-24 07:00:14
Ada sesuatu tentang cara Erisca menangkap detail kecil yang membuat cerita terasa sangat dekat dan manusiawi. Waktu pertama kali ngikutin tulisannya, yang paling nempel buatku bukan plot besar, melainkan deskripsi senyum yang ragu, percakapan singkat yang penuh makna, atau cara tokohnya menatap hujan sambil menahan kata. Aku rasa inspirasi utamanya berasal dari pengamatan sehari-hari—percakapan di warung, pesan singkat yang disimpan di draft, dan luka kecil yang sering orang tutupi. Semua itu membuat novel-novelnya terasa seperti potret percintaan modern yang nggak dibuat-buat. Di sisi lain, ada nuansa emosional yang kuat dalam karyanya: kerinduan, penyesalan, dan harapan yang bergelayut di tiap adegan. Itu bukan sekadar dramatisasi, melainkan hasil dari pengalaman hidup—entah pengalaman pribadi atau pengalaman orang-orang di sekitarnya—yang kemudian diolah jadi cerita yang mudah diserap pembaca. Musik, film, dan obrolan panjang tengah malam juga kayaknya memberi bahan emosional yang kaya. Sebagai pembaca yang suka menyelami dinamika hubungan, aku menghargai bagaimana ia memberi ruang buat ketidakpastian dan ambiguitas. Inspirasi utamanya tampak berasal dari kehidupan nyata dan keinginan kuat untuk bicara tentang perasaan yang sering susah diungkapkan. Di akhir baca, yang tertinggal bukan cuma plot, melainkan perasaan hangat yang ngga cepat hilang.

Kapan Erisca Febriani Merilis Buku Terbarunya?

3 Answers2025-10-24 00:05:38
Ada sesuatu yang bikin aku terus ngulik soal tanggal rilis terbaru Erisca Febriani: rasa penasaran itu sendiri, karena aku memang pengumpul info rilis buku lokal. Aku sudah mencoba cek beberapa sumber yang biasa aku andalkan — akun media sosial penulis, situs penerbit, halaman toko buku besar, dan katalog perpustakaan online — tapi sampai penelusuran terakhirku belum ada konfirmasi tanggal rilis yang jelas untuk ‘‘buku terbarunya’’. Kadang penulis mengumumkan pre-order dulu lewat Instagram atau newsletter, dan kadang pula penerbit baru merilis infonya beberapa minggu sebelum bukunya betulan tersedia di toko. Kalau kamu butuh cara cepat untuk memastikan, langkah yang biasa aku pakai: cek feed Instagram atau X penulis, lihat postingan terbaru di halaman penerbit yang sering bekerja sama dengannya, dan cek listing toko buku online besar seperti Gramedia Digital atau marketplace yang sering menjual buku fisik. Jangan lupa juga cek Goodreads atau halaman katalog perpustakaan nasional—kadang mereka sudah mengindeks judul baru meski tanggal rilisnya belum dipromosikan secara luas. Semoga cepat ketemu infonya; rasanya selalu seru menunggu rilis baru dari penulis favorit, apalagi kalau ada event peluncuran atau tanda tangan buku. Aku sendiri akan terus memantau dan ikut heboh kalau ada kabar resmi.

Di Mana Erisca Febriani Sering Membagikan Update Karya?

3 Answers2025-10-24 23:09:49
Di antara feed yang kukunjungi tiap hari, aku paling sering lihat update karya Erisca Febriani lewat Instagram. Aku ngikutin beberapa penulis lokal dan cara paling gampang buat menangkap kabarnya memang nge-cek feed, story, dan especially reel dia. Biasanya dia pamer potongan cover, cuplikan kutipan, atau pengumuman pra-order; kalau aktif, notifikasi post-nya sering aku hidupkan biar nggak ketinggalan. Selain itu, dia juga kadang pakai Twitter/X untuk pengumuman singkat — ideal buat baca info rilis kilat atau thread kecil soal proses kreatif. Kalau ada karya baru atau event signing, info itu biasanya muncul dulu di dua platform ini. Dari pengalaman, akun resmi di platform-platform itu paling rajin update, sementara kanal seperti TikTok kadang dipakai untuk klip lebih panjang atau video behind-the-scenes yang fun. Untuk yang mau follow lebih serius, aku saranin cek juga website pribadi atau newsletter kalau dia punya; itu sering berisi info rilis yang lebih lengkap dan tanggal pre-order. Ada kalanya komunitas pembaca di Facebook atau grup Telegram/LINE juga membagikan info tambahan, tapi sebagai starting point, Instagram dan Twitter/X adalah tempat termudah dan tercepat yang kukenal. Aku suka cara dia pakai media sosial: personal, santai, tapi tetap informatif — bikin nunggu karya barunya terasa menyenangkan.

Apa Makna Tersembunyi Dalam 'Sepotong Kisah Di Balik 98: Cerita Pilihan Erisca Febriani'?

1 Answers2025-11-23 06:06:12
Membaca 'Sepotong Kisah di Balik 98: Cerita Pilihan Erisca Febriani' seperti menyelam ke dalam kolam memori kolektif yang jarang disentuh. Kumpulan cerpen ini bukan sekadar rekaman peristiwa sejarah, tapi lebih seperti jendela yang mempertemukan pembaca dengan fragmen manusiawi di balik gejolak politik. Erisca Febriani punya cara unik untuk menangkap detil-detil kecil yang justru sering lolos dari narasi besar—seperti aroma kopi di warung yang sepi atau desir sandal jepit di lorong gelap. Yang menarik, buku ini tidak terjebak dalam dikotomi 'korban vs pelaku'. Setiap tokoh digambarkan dalam nuansa abu-abu yang realistis. Ada adegan dimana seorang pemuda yang ikut dalam kerusuhan justru ketakutan saat mendengar suara ibunya sendiri dari kerumunan. Moment-moment semacam ini mengingatkan kita bahwa sejarah selalu tentang orang-orang biasa yang terjebak dalam arus luar biasa. Erisca seolah berkata: 'Lihatlah lebih dekat, dan kamu akan menemukan cerita yang lebih kompleks dari sekedar angka dan tanggal'. Bahasa yang digunakan sengaja dibuat sederhana tapi menusuk, seperti pisau tumpul yang tetap bisa melukai. Penggambaran suasana kota Jakarta yang panas dan sesak terasa begitu nyata sampai kita hampir bisa mencium bau aspal yang meleleh. Beberapa cerita pendek terasa seperti potret yang belum selesai—disengaja demikian, mungkin untuk mencerminkan bagaimana ingatan tentang '98 sendiri masih berserakan dan belum utuh. Yang paling menyentuh adalah bagaimana buku ini berbicara tentang konsep waktu. Bukan waktu sebagai garis lurus, tapi sebagai sesuatu yang berputar-putar, di mana trauma masa lalu bisa tiba-tiba muncul di tengah rutinitas masa kini. Adegan seorang ibu yang tiba-tiba membeku saat mencium bau pembakaran sampah, misalnya, lebih efektif menggambarkan luka sejarah daripada halaman-halaman buku pelajaran. Di balik kesederhanaan bahasanya, buku ini seperti bisikan di tengah keramaian—mengingatkan bahwa di balik setiap peristiwa besar, selalu ada ribuan kisah kecil yang tak tercatat. Dan kadang, justru cerita-cerita sampingan inilah yang paling jujur menggambarkan kompleksitas manusia.

Apa Sinopsis 'Sepotong Kisah Di Balik 98: Cerita Pilihan Erisca Febriani'?

1 Answers2025-11-23 19:19:47
Membaca 'Sepotong Kisah di Balik 98: Cerita Pilihan Erisca Febriani' itu seperti menyelami lorong waktu yang penuh nostalgia dan kejujuran. Kumpulan cerita ini mengangkat fragmen-fragmen kehidupan sekitar tahun 1998, periode yang sarat dengan gejolak politik dan ekonomi di Indonesia, tapi justru di situlah keindahannya—kisah-kisah kecil manusia biasa yang bertahan di tengah kekacauan. Erisca Febriani menulis dengan gaya yang intim, seolah kita sedang mendengarkan teman lama bercerita tentang kenangan yang tertinggal di sudut-sudut kota atau di balik pintu rumah sederhana. Ada yang bikin senyum-senyum sendiri, ada juga yang bikin tenggorokan serasa tercekat. Yang menarik dari buku ini adalah bagaimana Erisca tak cuma fokus pada drama besar reformasi, tapi justru pada detil-detil sehari-hari yang sering terlupakan: obrolan di warung kopi, mainan anak-anak yang rusak karena krisis moneter, atau cara keluarga mengakali harga sembako yang melambung. Setiap cerita punya 'rasa' sendiri-sendiri—ada yang pahit-getir, ada yang manis menghangatkan. Salah satu yang paling menyentuh adalah bagaimana tokoh-tokohnya menemukan arti kekeluargaan dan solidaritas justru ketika segala sesuatu di luar terasa runtuh. Buku ini juga semacam mosaic emosi; kadang kita ketemu adegan lucu tentang anak kecil yang salah paham dengan situasi negara, lalu tiba-tiba tersandung paragraf yang menggambarkan betapa beratnya orang tua memikirkan biaya sekolah. Erisca piawai mengalihkan fokus dari narasi sejarah 'resmi' ke pengalaman personal yang jauh lebih relatable. Gaya bahasanya ringan tapi tidak mengaburkan kedalaman cerita, dan itu membuat buku ini cocok dibaca baik oleh mereka yang hidup di era 98 maupun generasi muda yang ingin memahami masa lalu lewat lensa yang lebih manusiawi. Yang bikin karya ini spesial adalah ketiadaan pretensi untuk terlihat heroik atau melodramatik. Ceritanya mengalir apa adanya, seperti mendengar tetangga bercerita sambil minum teh sore hari. Beberapa kisah bahkan berakhir tanpa closure yang jelas, persis seperti kehidupan nyata di mana kita tak selalu mendapat akhir bahagia atau jawaban sempurna. Justru di situlah pesonanya—kita diajak merasakan bahwa dalam situasi seberat apapun, ada momen-momen kecil yang tetap indah dan layak dikenang.

Siapa Pengaruh Terbesar Erisca Febriani Dalam Menulis?

3 Answers2025-10-24 09:21:23
Aku selalu merasa bahwa akar gaya menulis Erisca Febriani tumbuh dari cara dia membaca dunia di sekitarnya—bukan sekadar buku, tapi percakapan, lagu, dan obrolan malam di warung kopi. Gaya narasinya terasa hangat karena dia tampak berani menulis soal hal-hal kecil yang jadi besar di hati pembaca: canggung saat jatuh cinta, rasa bersalah yang mengganjal, atau kegembiraan sederhana. Menurutku, pengaruh terbesar adalah tradisi cerita-cerita percintaan lokal yang diolah jadi bahasa sehari-hari yang dekat, plus penulis-penulis Indonesia yang piawai merajut emosi. Ada nuansa Dee Lestari dalam cara menjaga ritme emosi, dan sedikit sentuhan pengkisahan populer seperti yang biasa kita temui di novel remaja yang ramah pembaca. Di luar nama besar itu, aku merasa pengalaman hidup pribadi dan kepekaan sosialnya jauh lebih menentukan. Dia menulis seolah sedang curhat ke teman dekat—itulah yang membuat gaya tulisnya terasa asli dan gampang ditembus. Itu bukan sekadar meniru gaya orang lain, melainkan menyerap berbagai pengaruh lalu menyaringnya lewat pengalaman sendiri. Untukku, itulah inti yang membuat karyanya beresonansi: teknik cerita mungkin datang dari banyak sumber, tapi suara dan kejujuran personalnya yang paling menempel.

Bagaimana Review Buku 'Sepotong Kisah Di Balik 98: Cerita Pilihan Erisca Febriani'?

1 Answers2025-11-23 09:10:08
Membaca 'Sepotong Kisah di Balik 98: Cerita Pilihan Erisca Febriani' seperti menyelam ke dalam lorong waktu yang penuh emosi dan kenangan kolektif. Erisca Febriani berhasil menganyam narasi-narasi pendek yang menyentuh, masing-masing membawa sudut pandang unik tentang peristiwa 98 yang sering kali hanya dilihat dari kacamata politik. Yang menarik, buku ini tidak terjebak dalam romantisme tragedi, melainkan fokus pada humanisme di baliknya—bagaimana orang biasa bertahan, mencintai, dan menemukan arti di tengah kekacauan. Beberapa cerita terasa begitu intim, seolah penulis menyelipkan potongan diary yang pernah ditulis di pinggir hari-hari kelam. Ada satu kisah tentang seorang ibu yang menyembunyikan stok beras di kolong tempat tidur sembari menggandeng erat tangan anaknya, atau mahasiswa yang justru menemukan cinta pertama di antara aksi-aksi demonstrasi. Erisca memilih kata-kata yang sederhana namun berbobot, membuat setiap adegan terasa hidup tanpa perlu dramatisasi berlebihan. Gaya bertuturnya kadang seperti obrolan tengah malam antara sahabat—jujur, hangat, dan sesekali diselipi humor gelap yang khas. Yang mungkin kurang dari buku ini adalah eksplorasi latar belakang historis yang lebih mendalam bagi generasi muda yang belum terlalu familiar dengan era tersebut. Beberapa cerita juga terasa terlalu singkat, meninggalkan rasa ingin tahu lebih jauh tentang nasib tokoh-tokohnya. Tapi justru di situlah pesona buku ini: ia seperti album foto lama yang sengaja dibiarkan terbuka, mengundang pembaca untuk melengkapi ceritanya dengan imajinasi dan empati mereka sendiri. Untuk yang menyukasi sastra dengan napas sejarah personal, karya Erisca Febriani ini layak dijadikan teman tengah malam yang menyentuh hati.
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status