"Ingat ya, kamu harus ikuti kata Dokter. Aku ngga ada di sana, jangan bandel. Demi kelancaran proses program kehamilan itu."
Andi mengingatkan istrinya untuk kesekian kali sebelum Febby pergi bersama Dokter Billa, sedangkan Dirga sudah pergi lebih dulu dengan alasan ada kepentingan lain.
"Iya Mas, aku ngerti. Aku ke rumah sakit dulu ya." Febby berpamitan pada suaminya sambil membawa tas tenteng berisi pakaian ganti.
Andi menghela napas panjang, menatap Febby dan Dokter wanita yang sedang menunggu. Tak ada kecurigaan sama sekali, hanya saja dia merasa tidak rela ditinggal istrinya.
Siapa lagi yang mau melayani sepenuh hati selain Febby? Kedua orang tuanya, tidak mungkin. Adiknya apalagi. Ani saja susah diminta untuk beli minum dan nebus obat.
Selama dua hari di rumah sakit, hanya Febby yang bisa diandalkan di saat dia tidak berdaya karena kedua kaki diperban seperti Mummy.
"Aku berangkat ya, Mas," pamit Febby lalu memutar tubuhnya.
"Tunggu!" tahan Andi, menghentikan langkah kaki istrin