(Novel khusus Dewasa) Tidak pernah puas dengan permainan suaminya di ran-jang. Febby Fiolla justru mendapatkan kepuasan itu dari Dokter Kandungan yang direkomendasikan Ibu mertuanya. Dokter bernama Dirga, adalah cinta pertama Febby. Pertemuan itu menjadi awal berseminya cinta mereka. Namun, hubungan terlarang itu terhalang status keduanya. Akankah cinta mereka bersatu, atau mereka kembali pada pasangan masing-masing. "Bercerailah dari suamimu."__Dirga. "Apa kamu juga akan melakukan yang sama? Bercerai dari istrimu?"__Febby Fiola.
Lihat lebih banyak"Ugh!" Suara lenguhan panjang terdengar memenuhi ruang kamar saat Andi menyelesaikan permainannya.
"Enak," ucap Andi, merasakan nikmat yang tiada tara. Namun berbeda dengan Febby yang tidak merasakan klimaks sama sekali. Wajahnya menyiratkan kekecewaan mendalam. "Sudah keluar Mas? Kok cepet banget, ngga sampai satu menit. Perasaan baru masuk." Febby mengeluh sambil menghela napas panjang. Sudah sering dia mengatakan kalau dia tidak pernah puas dengan permainan suaminya. Dia juga tidak pernah merasa ada yang keluar dari bagian inti tubuh, yang menandakan dia belum mencapai puncak. Namun Andi seolah masa bodo. Yang penting nafsunya tersalurkan. "Aku lelah. Tadi itu aku udah berusaha untuk lama, tapi malah keluarnya cepet." Selesai melampiaskan hasrat, Andi berbaring di sebelah istrinya tanpa merasa bersalah sama sekali. Raut kesal dan kecewa terlihat jelas di wajah Febby, yang selama dua tahun menjadi istri sah Andi. Selama dua tahun itu dia tidak pernah merasakan klimaks saat berhubungan dengan suaminya. Kenikmatan hanya dirasakan oleh Andi, bahkan Andi tidak pernah membuatnya nyaman di atas ranjang. Andi juga kurang perhatian, hanya memikirkan diri sendiri. Pernikahan dua tahun terasa semakin hambar bagi Febby. Namun tidak ada yang bisa dilakukan. Toh Febby yang memilih laki-laki itu menjadi suaminya dan mereka sedang menjalani program kehamilan. Ya, Andi dan Febby sudah didesak oleh kedua orang tua mereka agar secepatnya memiliki anak, tetapi sampai detik ini tidak ada tanda-tanda Febby mengandung buah cinta mereka. "Kamu mau langsung tidur Mas?" tanya Febby pada suaminya yang baru saja pulang kerja dan meminta dilayani. Selesai dilayani, Andi berbaring di ranjang sambil memejamkan mata. "Iya, aku ngantuk. Kamu masak makan malam aja dulu. Kalau udah mateng semua, bangunin." Febby menghela napas panjang, turun dari ranjang lalu memakai pakaian satu per satu. Matanya melirik Andi yang terlelap, padahal baru saja kepala suaminya itu bersandar ke atas bantal. Tidak ada ucapan terima kasih. I love you. Atau gombalan yang keluar dari mulut Andi, membuat Febby merasa tidak dicintai sama sekali. "Mandi dulu dong Mas, masa langsung tidur." "Hem," sahut Andi datar. Selesai memakai pakaian, Febby melangkah mendekati pintu lalu keluar. Sedangkan Andi sudah jauh mengarungi mimpi. Langkah kaki Febby dihentikan oleh ibu mertua di ambang pintu dapur. Wanita paruh baya itu menatap wajah menantunya yang lesu sambil mengerutkan kening. "Kamu kenapa, Feb?" "Ngga apa-apa Bu," jawab Febby, pelan, melanjutkan langkah kakinya mendekati kulkas. Ratih mengikuti Febby ke dapur, membantu menantunya menyiapkan bahan makanan. Sejak kemarin wanita paruh baya itu menginap di rumah kontrakan dua kamar tersebut. Satu bangunan rumah yang baru dua bulan ditempati itu berada di komplek perumahan Melati. Rencananya Andi ingin mencicil rumah yang mereka tempati sekarang agar tidak bayar kontrakan lagi. "Suami kamu mana, Feb?" tanya Ratih. "Mas Andi tidur Bu. Katanya capek," jawab Febby seraya mengeluarkan bahan makanan dari dalam kulkas dua pintu. Beberapa jenis sayur dan ikan segar dia letakan di dekat wastafel untuk dibersihkan. "Kamu udah konsultasi lagi ke Dokter Kandungan?" tanya Ratih pada menantunya. "Udah Bu, katanya aku sama Mas Andi harus sering minum vitamin biar subur. Aku udah dikasih resep vitamin itu. Semoga aja ada kabar baik bulan depan." "Amin," ucap Ratih. "Selain berkonsultasi ke Dokter, kamu juga harus pergi ke Dukun beranak. Atau ke mana kek. Biar kamu cepet isi." "Udah Bu, tapi emang dasarnya belum dikasih aja. Kalau memang belum rejekinya, ya mau gimana lagi." "Kalau gitu, coba kamu konsultasi ke Dokter lain. Misalnya ke Dokter Dirga. Dia sepupunya Andi. Siapa tahu dia bisa bantu kalian. Kasih saran apa untuk membantu mempercepat kehamilan kamu." Febby terdiam. Sebenarnya sudah beberapa kali mereka gonta-ganti dokter, tetapi tidak ada perubahan sama sekali. Beberapa dokter juga menyarankan untuk memeriksa kesuburan satu sama lain, namun Andi selalu menolak dan mengatakan kalau dia sehat. Sementara, selama berhubungan Febby tidak pernah merasa puas. Bahkan durasinya hanya sebentar, tidak sampai tiga menit langsung crott. "Lebih baik kamu coba dulu saran Ibu," ucap Ratih yang selalu mendesak Febby agar cepat hamil. Andai kehamilan bisa dibeli, Febby akan membelinya agar bisa secepatnya memberi gelar ayah pada sang suami. "Kalau kamu ragu, mending komunikasikan dulu sama Andi. Biar kalian lebih yakin. Ibu sih percaya sama Dokter Dirga. Banyak kok pasien dia yang berhasil hamil." Febby menghela napas panjang. "Nanti aku coba bicarakan sama Mas Andi. Kalau dia mau, besok aku dan Mas Andi ke tempat praktek Dokter itu." Ratih tersenyum, "Nanti alamatnya Ibu kasih ke kamu. Kamu dan Andi langsung ke sana aja. Nanti Ibu bikin janji biar kalian ngga antri." "Iya Bu, makasih." Saat sedang berbincang, Andi datang mendekati kedua wanita di dapur. Pria yang memiliki tinggi 170cm itu duduk di depan meja makan dengan lesu. "Bikinin aku kopi," katanya memerintah Febby. "Tunggu sebentar Mas. Aku lagi masak." "Ck! Aku maunya sekarang!" Andi mengeraskan suaranya, membuat Febby terhenyak kaget. Ratih dan Febby saling tatap, Ibu mertuanya itu memutar bola mata meminta Febby menurut saja. "Biasa aja dong Mas, jangan marah begitu," sahut Febby kesal. "Kamu ini. Suami minta kopi malah nanti-nanti. Utamakan melayani suami dulu, baru yang lain! Gimana sih!" cecar Andi memarahi Febby. Ratih hanya diam, tak membela menantunya ataupun menasehati Andi. Baginya pemandangan seperti itu sudah biasa terjadi. Dia pun mengalami di rumah. "Sabar Mas." Terpaksa Febby menunda masakannya dan membuat kopi untuk Andi yang sudah tidak sabar. Dengan perasaan kesal, Febby meletakkan kopi hitam pesanan suaminya ke atas meja. "Mau apa lagi Mas? Sekalian aja, aku mau masak." Andi melotot, menatap istrinya seperti ingin menelan hidup-hidup. "Kamu ngga iklhas?" "Bukan ngga ikhlas Mas, aku kan cuma nanya sama kamu. Kamu mau apa lagi? Biar aku ambilin sekalian." "Ngga ada, aku cuma mau kopi." "Ya udah," sahut Febby pelan. Ia kembali melanjutkan memasak makan malam, meski perasaannya kesal. Sikap dingin Andi sudah berlangsung lebih dari satu tahun. Tanpa alasan yang jelas, Andi tiba-tiba jadi kasar dan bahasanya tidak pernah lembut seperti dulu. Febby curiga suaminya memiliki wanita idaman lain di luar sana, namun ia tidak pernah mendapatkan bukti apapun perselingkuhan itu. Suasana hening. Di ruang dapur yang tidak luas itu hanya terdengar suara dentingan sendok dan panci. "Mumpung ada Andi di sini. Ibu ngomong aja langsung sama kalian berdua." Ratih membuka pembicaraan di ruang sunyi itu. Andi mendongak, "Ngomong apa Bu?" tanyanya datar. "Ibu mau ngasih saran, gimana kalau kamu dan Febby konsultasi aja ke Dokter Dirga. Sepupu kamu itu. Dia kan Dokter kandungan terkenal. Kebetulan dia buka praktek di Jakarta. Kalian bisa ke sana. Kalau kamu mau, nanti Ibu bikin janji sama dia. Biar kalian ngga antri panjang. Maklum, pasien dia kan banyak." Andi manggut-manggut. "Oke, aku setuju. Aku dan Febby akan ke sana." Ratih tersenyum. Ia tatap menantunya yang tengah sibuk mengaduk sayur di dalam panci. "Kamu dengar kan. Suami kamu setuju. Kamu juga setuju kan?" tanya Ratih pada menantunya itu. "Iya Bu, aku setuju," jawab Febby."Hari ini kalian semua pulang lebih awal. Praktek tutup jam tiga sore.""Baik Dok."Sebelum masuk ke ruangan, Dirga memberitahu pada semua perawat, petugas resepsionis dan tukang bersih-bersih di tempat prakteknya.Hari ini mereka semua pulang lebih awal dari biasanya yang pulang jam lima sore, bahkan bisa lebih malam kalau pasien membludak.Tentu saja pemberitahuan itu membuat semua pekerja senang. Mereka langsung menyiapkan jadwal pertemuan keluarga, teman dan dengan pasangan masing-masing."Tumben ya pulang cepet. Apa Dokter Dirga ada acara?" bisik petugas resepsionis pada temannya."Kayaknya sih ada acara keluarga. Istrinya hamil kali.""Bisa jadi.""Sering-sering aja begini, biar bisa santai.""Apa dia ngga ngerasa rugi prakteknya tutup lebih awal. Sejak praktek ini dibuka 'kan, pasien dia banyak banget.""Dia udah kaya, istrinya aja kaya raya. Apa kamu ngga pernah denger kalau istrinya punya beberapa klinik kecantikan di Jakarta.""Iya juga sih, suami-istri pada sukses."Kedua p
Hari ini menjadi awal program kehamilan yang akan dijalani Febby, namun sejak bangun tidur tadi, Andi lah yang sibuk meminta istrinya bersiap-siap dan mengingatkan untuk mencatat apa saja yang harus dilakukan setelah program berjalan.Bahkan, tak seperti biasanya, Andi bangun lebih pagi dari Febby. Namun tetap saja, wanita muda itu yang harus membuat sarapan dan merapikan kamar.Andi hanya sibuk dengan ponsel, memposting kegiatan dan rencananya untuk menjalani program kehamilan."Do'akan semuanya lancar. Istriku cepat hamil dan kami secepatnya punya anak laki-laki. Kalau anak kami lahir, kemungkinan kami akan memulai usaha baru."Sambil senyum-senyum Andi menulis caption pada unggahan foto istrinya yang tengah merapikan tempat tidur."Aku ngga sabar lihat istriku yang cantik ini mengandung. Pasti anak kami tampan, sama seperti aku."Ada beberapa postingan sejak semalam yang Andi unggah di aplikasi chat Sejuta Umat. Dan semua postingan itu dilihat oleh Dirga sebagai orang pertama.Sebe
"Mas, kamu pulang lebih cepat ya hari ini?" tanya Anggun, menoleh ke arah suaminya sesaat sebelum mengambil handuk."Hmm," sahut Dirga, datar. Entah sejak kapan dia merasa rumah tangganya dengan Anggun terasa hambar.Pernikahan hasil perjodohan yang dia pikir akan menjadi awal bahagia. Ternyata hanya membuat luka di hatinya karena sang istri tidak bisa melakukan tugasnya sebagai mana keinginan Dirga.Sudah ikhlas sepenuh hati menerima Anggun dan Lilian, Dirga justru dikecewakan."Maaf ya, tadi aku sibuk banget. Aku aja baru pulang. Aku mandi dulu, nanti kita makan malam bareng." Anggun masuk ke kamar mandi dengan tergesa-gesa.Tak ada kata apapun, Dirga hanya diam lalu turun dari ranjang. Keduanya tinggal di rumah yang sama, tetapi sibuk dengan urusan masing-masing."Mas, kamu lihat obat aku ngga? Obat tidur?" tanya Anggun, tapi tak ada sahutan karena Dirga sudah tak berada di kamar.Dirga duduk di depan meja makan, melihat beberapa jenis masakan ada di atas meja, tapi tak ada satupun
Setelah berkonsultasi dengan Dokter Dirga. Makan siang di luar. Sore harinya Febby kembali disibukkan dengan aktivitas di rumah.Urusan mencuci baju dan menyetrika memang dia serahkan pada ahlinya, hanya mengeluarkan uang beberapa puluh ribu dalam sehari, semua pakaian rapi, bersih dan wangi.Namun urusan rumah tangga lain, membereskan rumah, nyuci piring, memasak, semua dikerjakan oleh Febby sendiri.Andi tidak pernah mau membantu, bahkan mau tahu soal semua itu. Jiwa patriarki Andi memang sangat kuat, turun-temurun dari ayahnya.Selesai merapikan rumah, Febby melanjutkan pekerjaan di dapur, masak makan malam request suaminya.Sedangkan Andi sedang beristirahat di dalam kamar, tak memperdulikan istrinya yang lelah."Mas, kamu mau aku bikinin teh ngga?" tanya Febby dari dapur. Pintu kamar sengaja dibuka agar mudah berbicara dengan Andi."Jangan teh, kopi aja. Aku lagi mau minum kopi hitam," sahut Andi, yang sibuk memainkan ponselnya, berbaring santai di atas ranjang."Mau cemilan juga
"Kamu kenapa sih? Mau makan? Laper?""Ngga, aku cuma malas ngomong aja.""Sama suami itu jangan malas ngomong. Kamu itu istri aku. Kamu harus banyak ngomong sama suami kamu. Jangan nyuekin suami kamu sesuka kamu gini. Kamu kan tahu tugas-tugas seorang istri itu gimana!"Febby membuang napas, menatap suaminya. "Selama ini apa sih yang ngga aku lakukan buat kamu Mas? Semuanya udah aku lakukan sebaik mungkin. Aku melayani kamu. Dengerin semua cerita kamu. Mengurus kamu di rumah. Memperhatikan kamu. Apalagi? Terus pas aku bilang aku capek, kamu malah marah-marah kayak gini."Andi tersenyum kecut. "Udah berani ya kamu ngelawan suami kamu sendiri! Siapa yang ngajarin kamu seperti ini, hah? Berani kurang ajar sama suami.""Aku kurang ajar apa sih, Mas? Aku kan cuma bilang aku capek. Aku capek Mas." Suara Febby terdengar parau, menahan tangis."Alasan aja! Ngga usah berlebihan. Jangan sampai ada yang menilai aku sebagai suami jahat. Kamu mau suami kamu ini dipandang jelek sama orang? Sedangka
Hal gila yang pernah Febby lakukan seumur hidup selama dua tahun menjadi istri Andi_berciuman dengan mantan kakak kelasnya di ruang tertutup, dalam rumah mewah itu.Namun, tak dapat ia pungkiri, sejak saat itu perasaannya pada Dirga justru semakin dalam. Meski dia tahu itu salah.Saat ini di ruang dokter, tepat di depan mata suaminya, tidak mungkin kan dia mengulang kegilaan itu.Sebisa mungkin Febby menutupi perasaannya pada Dirga, dan melupakan kejadian kemarin malam."Silakan berbaring," ulang Dirga sambil menunjuk ranjang.Febby naik ke atas lalu berbaring. Tatapan matanya tertuju pada Andi, yang tampak fokus memperhatikan Dirga.Detak jantung Febby semakin berdebar kencang saat melihat Dirga duduk di samping ranjang dan menyiapkan alat untuk memeriksa keadaan rahimnya.Tatapan Febby beralih ke langit-langit, mengatur napasnya yang nyaris habis karena gugup.'Aku ngga boleh seperti ini. Aku harus melupakan perasaan ini. Lupakan kejadian kemarin malam.'Dirga tersenyum kecil menata
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen