“Mobil siapa yang datang? Cepat sekali Mas Azam. Apa ada yang ketinggalan, ya?” Aku segera ke depan untuk melihat siapa yang datang.
Namun, betapa terkejutnya aku ketika membuka pintu ternyata yang datang adalah Pak Rozaq. Dia bersama dua orang pengawalnya membawa tali dan senjata tajam. Sebuah linggis, pisau belati yang sangat menyilaukan mata, dan pistol berada di tangan keduanya.
“Assalamu’alaikum, Shafia.” Lelaki tua bangka itu mengucapkan salam dengan senyum yang ramah, tetapi justru membuatku ketakutan. Kepalaku yang sudah sedikit membaik kembali pusing. Ingatan kejadian itu datang lagi.
Aku langsung menutup pintu begitu saja tanpa mempersilakan dia masuk. Aku masih takut dengannya. Namun, dia menahan pintu dengan sepatunya.
“Fia, kamu harus membayar semuanya!”
“Tidak! Hutangku sudah lunas. Aku sudah tidak ada urusan denganmu lagi.” Kudorong pintu dengan punggungku hingga dia menarik kakinya.
Hutang apa lagi? Bukankah hutang ayah sudah dilunasi semuanya? Dia pasti mengada-ad