Semua orang di ruangan ini menatap ke arah kami. Aku benar-benar malu dibuatnya. Wajahku pasti sudah semerah tomat.
Sejenak kemudian Gus Azam mengulurkan tangan. Aku memberanikan diri menatap matanya, tetapi dia malah mengerutkan dahi.
“Cium tangan suamimu, Nak!” ucap umi sambil menepuk punggungku.
Meskipun ragu aku meraih tangan Gus Azam kemudian menciumnya. Semua orang menggelengkan kepala melihat tingkah kami. Entah hubungan pernikahan macam apa ini? Aku sama sekali belum mengenal suamiku.
“Fia, Bude mau pulang. Kamu lekas sembuh, ya! Bude sekalian mau mengantar kakek dan nenek. Mereka pasti capek,” ujar Bude Yuli.
“Nenek tidak menginap di sini?” Sebenarnya aku belum terbiasa tinggal dengan orang lain dan belum siap ditinggal nenek.
“Kami akan menemanimu, Fia. Biarkan kakek dan nenekmu pulang beristirahat di rumah. Mereka tidak nyaman tidur di tempat seperti ini,” ucap umi.
Umi Hanifah menghampiriku dan mengusap pundakku. Sekarang dia adalah ibu mertuaku. Aku harus mulai terb