Seperginya Morris, semua orang masuk ke kamar masing-masing, kecuali Barbara. Gadis itu malah pergi ke beranda belakang. Ia melamun sejenak sebelum mengeluarkan ponsel dan menghubungi seseorang.
"Papa ...."
"Halo, Sayang. Apakah misimu berjalan lancar?"
Barbara mengangguk lemah walau Paul tak dapat melihatnya. "Ya, Mama sudah menandatangani suratnya."
"Wah, itu di luar dugaan," desah Paul, setengah tak percaya. "Sekarang kau sedang dalam perjalanan pulang?"
Barbara tertunduk. Telunjuknya mulai menggaruk kuku jempol.
"Maaf, Pa. Aku tidak bermaksud mengecewakan Papa, tapi aku tidak bisa meninggalkan Mama sekarang. Ada insiden tak terduga tadi. Mama sangat terguncang."
"Insiden apa?"
Barbara pun menceritakan tentang kedatangan Morris. Begitu laporannya selesai, dadanya sudah sangat sesak.
"Kejahatan yang disebut dalam surat wasiat itu," Barbara menelan ludah, "itukah yang Papa maksud d