Secepat kilat, Sophia meletakkan piring ke wastafel, lalu menyeduh teh untuk laki-laki incarannya.
"Hei, di mana yang lain?" Sophia melewati pintu sambil mengaduk teh dalam cangkir.
Frank menurunkan tablet ke atas meja. "Di kandang. Bagaimana keadaan Nenek?" Ekspresinya gusar.
Sophia mengangguk-angguk lalu menempati kursi di sebelah Frank. "Sudah membaik. Tensinya sudah agak turun, sedikit. Sekarang Nenek sedang tidur."
Frank menghela napas. "Syukurlah," desahnya seraya meninggikan alis. "Aku sungguh tidak mengerti apa yang membuat Nenek semarah itu. Padahal itu Philip, anak yang pernah dia asuh. Kami beruntung kau ada di sini untuk Nenek."
Sophia berusaha mendatarkan ekspresi. Namun, sudut bibirnya tidak bisa berbohong. Ia senang melihat keputusasaan Frank.
"Aku senang bisa membantu kalian. Dan ya, kita beruntung Nenek mau terbuka kepadaku."
Frank mengangguk-angguk. Sambil memandang ke kejauhan, ia membiarkan keheningan menggantung.
"Omong-omong, kau mau teh? Aku belum meminumn