Maghanap
Library
Home / Romansa / Andai Cinta Datang Lebih Awal / Bab 10

Bab 10

Author: Calandra
Saat Billy tiba di rumah sakit, hari sudah sore.“Kak Billy, kebetulan kamu datang, ayo kita makan sama-sama.”

Julia menatap pipinya yang tampak agak cekung. Selain merasa iba, dia juga tidak bisa menahan api cemburu yang membara di hatinya.

Padahal Siena sudah menjadi orang cacat, kenapa Billy masih begitu peduli padanya?

Namun, Julia tidak mengekspresikannya.

Sekarang suasana hati Billy sedang buruk. Julia ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk mengekspresikan dirinya, lalu membuat Siena sepenuhnya menghilang dari dirinya.

Julia mendorong Billy dengan lembut ke depan meja, lalu menyusun makanan ke depannya. “Kak Billy, aku dengar dari pengawal, seharian ini kamu masih belum makan? Mana boleh kamu seperti itu? Aku paham kalau kamu khawatir sama Kak Siena, tapi kamu juga nggak boleh merusak kesehatanmu sendiri. Kalau sampai Kak Siena lihat kamu seperti ini, dia pasti akan bersedih. Ayo, ini sup ayam yang aku masak selama setengah hari. Coba kamu cicipi bagaimana rasanya?”

Ketika dihadapkan dengan sikap pengertian Julia, akhirnya Billy merasa lebih santai. Dia mengambil mangkuk, lalu tersenyum lembut pada Julia. “Enak sekali. Lia, kamu memang jago masak.”

Julia menunjukkan senyuman gembira. “Benarkah? Kalau kamu suka, aku akan sering masak buat kamu. Gimana?” Usai berbicara, Julia segera menutup mulutnya. “Astaga, kalau sampai Kak Siena tahu, dia pasti nggak akan senang. Lupakan saja.”

Billy menatap sosok Siena yang sedang diinfus sembari memejamkan kedua matanya di atas ranjang. Dia pun menggeleng dengan tersenyum getir. “Asalkan dia bisa bangun … meski dia marah sama aku, aku juga nggak masalah.”

Makan malam diselesaikan Billy dengan singkat.

Ketika melihat Billy ingin berjaga malam di sisi Siena, Julia langsung berdiri dan berkata, “Kak Billy, kamu pergi istirahat sana.” Dia menggenggam bahu Billy dengan maksud baik. “Biar aku dan kakakku saja yang menjaga Kak Siena. Kamu sudah cukup capek hari ini. Apalagi kamu juga lagi terluka. Kamu mesti istirahat dengan baik.”

Billy hendak mengatakan sesuatu, tetapi Julia berjanji lagi. Jadi, Billy pun mengikuti apa kata Julia untuk kembali ke kamar pasiennya sendiri.

“Kamu tenang saja. Kak Siena itu juga kakakku. Aku pasti akan jaga dia dengan baik.”

Saat tengah malam, Billy yang berbaring di atas ranjang tidak berhenti membolak-balikkan tubuhnya, tidak bisa tertidur.

Dari tadi Billy terus mencemaskan Siena. Pada akhirnya dia tidak bisa merasa tenang, langsung menuruni ranjang hendak pergi menjenguk Siena.

Hanya saja, belum sempat dia berjalan ke depan pintu kamar pasien Siena, dia melihat ada bayangan yang bergoyang dari celah pintu.

Orang itu adalah Julia atau suster yang sedang memeriksa?

Tiba-tiba muncul kecurigaan di hati Billy. Dia menghentikan langkahnya di depan pintu, lalu bersembunyi di belakang pintu.

Terdengar suara ringan perbincangan Julia dengan Xavier.

“Seharusnya dia nggak bakal siuman lagi, ‘kan?” Suara itu adalah suara Julia. “Dasar, kenapa dia nggak langsung mati saja?”

Xavier menjawab dengan penuh percaya diri, “Kamu tenang saja. Aku yang bukan ahlinya saja yakin, dia nggak bisa siuman lagi.” Xavier tersenyum sinis. “Sekarang tinggal tunggu kamu menikah dengan Billy saja. Kita pun bisa melewati hidup kita dengan baik!”

Julia tersenyum. Nada bicaranya yang ketus itu tidak pernah didengar oleh Billy. “Hmph. Tentu saja.”

“Jangankan sekarang dia hanya orang cacat. Bahkan dulu dia juga bukan menandingiku?”

“Memang Lia-ku ini hebat sekali.” Xavier bertanya dengan penasaran, “Gimana kamu bisa bikin dia menjadi seperti ini?”

Julia tersenyum sinis. “Bukannya gampang? Siena ini bodoh. Aku bilang sama dia, belakangan ini Billy ingin pergi main ski. Ada sebuah arena ski yang lagi populer di internet. Dia malah percaya dengan bodohnya. Dia memeriksa rute dan juga membeli perlengkapan. Alhasil, dia baru menyadari Billy suruh aku juga pergi bersamanya. Raut wajahnya langsung muram. Lucu sekali.”

“Saat di tengah jalan, aku menggunakan masalah kematian orang tuanya untuk memancingnya. Ternyata emosinya terpancing dan dia pun bertengkar hebat sama aku. Seharusnya kamu lihat gimana ekspresinya waktu itu. Sepertinya dia ingin telan aku saja.”

Terlintas tatapan sadis di dalam mata Julia. “Lagi pula aku juga nggak salah ngomong. Nasib orang tuanya itu memang sial. Mereka malah mengabaikan nyawa sendiri demi menyelamatkan orang lain. Bukannya mereka memang pantas untuk mati?”

“Tuhan memang sedang membantuku. Saat aku berencana untuk dorong dia, malah terjadi longsor salju, dia pun tergelincir …. Hanya saja, dia cukup beruntung, dia malah nggak mati dalam longsor salju itu!”

Ketika membahas sampai di sini, Julia pun tersenyum. “Hal yang paling penting adalah meskipun dia ingin menjelaskan masalah itu, semuanya juga nggak ada gunanya sama sekali. Karena nggak peduli apa pun yang dia katakan, Billy nggak bakal percaya. Jadi, gimana dia bisa bersaing sama aku?”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App