Siena menemukan pekerjaan di sebuah toko bunga dekat rumahnya. Meskipun gajinya tidak tinggi, dia sangat menyukai pekerjaan itu. Membagikan hal-hal indah kepada orang lain membuatnya sangat gembira. Selama bekerja di sini, dia juga mengenal banyak teman baru.“Pagi, Kak Tanya!” Siena berjalan masuk ke toko bunga sambil tersenyum.
Pemilik toko bunga bernama Tanya itu segera menyodorkan sepiring pangsit yang masih hangat ke hadapan Siena. “Ayo cicip. Aku sendiri yang membuatnya hari ini!”
Setelah menyelesaikan semua persiapan kerja, Siena menerima sebuah pesanan pengantaran. Hal yang mengejutkannya adalah, alamat pengantaran itu berada tepat di samping rumahnya. Dia pun membawa sebuket bunga lili itu ke rumah pelanggan dan menekan bel.
“Maaf, tunggu sebentar!”
Terdengar suara jernih pria dari balik pintu. Ketika pintu dibuka, seorang pemuda yang tampan menerima sebuket bunga itu dari Siena. “Terima kasih .... Eh? Kok kamu yang datang?”
Pemuda itu tidak sempat menyelesaikan kalimat awalnya. Ketika mengucapkan kalimat selanjutnya, nadanya terdengar gembira.
Siena mengamati pemuda itu dengan bingung, lalu tiba-tiba merasa wajah itu lumayan familier. “Kamu ....”
Siena berusaha mengingat siapa pemuda ini. Tiba-tiba, dia mencocokkan wajah ini dengan sebuah wajah tembam teman bermainnya saat kecil. Setelah saling memandang untuk sesaat, dia akhirnya teringat nama pemuda itu.
“Aku sudah ingat! Kamu Jordy Chandra, ‘kan! Aku mengingatmu!”
Jordy tersenyum dan menyodorkan segelas teh bunga untuk Siena. “Aku kira kamu nggak akan kembali ke Kota Harila lagi. Tak disangka, kita malah jadi tetangga. Aku masih ingat waktu kecil, kamu paling suka main rumah-rumahan di bawah pohon itu.”
Jordy menunjuk ke arah pohon aprikot yang ada di halaman depan rumah dan lanjut berkata, “Setiap kali, kamu juga akan menyeretku untuk main bersamamu di bawah pohon itu.”
“Kamu masih ingat?” Setelah mengingat masa lalu, Siena juga tersenyum dan bertanya, “Seingatku, kamu sudah pergi ke luar negeri, ‘kan? Gimana kehidupanmu di sana?”
“Lumayan. Tapi, ada orang yang kurindukan di tempat ini. Jadi, aku putuskan untuk kembali dan berkembang di sini,” jawab Jordy sambil tersenyum. Matanya dipenuhi dengan cinta saat menambahkan, “Tak disangka, aku bisa ketemu sama kamu lagi. Sepertinya, keputusanku untuk kembali memang tepat.”
Dengan begitu, Siena pun menjadi tetangga teman bermainnya sewaktu kecil. Kadang-kadang, Jordy akan mengajak Siena untuk jalan-jalan, sedangkan Siena juga sering membagikan kue yang dibuatnya kepada Jordy.
Jordy memelihara seekor Malamut Alaska. Pada saat melihat Siena untuk yang pertama kalinya, anjing bertubuh besar itu sangat bersemangat dan langsung menerjang ke arah kaki Siena. Ia tidak berhenti menjilat dan menggosok-gosokkan tubuhnya ke kaki Siena.
Oleh karena itu, aktivitas Siena dan Jordy setiap hari pun bertambah lagi, yaitu mengajak anjing jalan-jalan.
“Pintar .... Siapa namanya?” tanya Siena sambil melempar cakram terbang dengan kuat. Tidak lama kemudian, anjing itu segera menangkapnya dan kembali.
“Dia masih belum punya nama.” Jordy memandang Siena dan anjingnya yang sedang bermain dengan gembira, lalu berujar, “Kamu boleh menamainya.”
“Hah? Serius?”
Siena mendongak dan bertemu pandang dengan mata pria yang lembut dan penuh senyum itu. Entah kenapa, wajahnya tiba-tiba terasa agak panas. Aneh, kenapa jantungnya berdebar sekencang ini ....
Di ibu kota yang jauhnya ribuan kilometer, Billy membaca dokumen yang diserahkan asistennya. Ekspresinya yang dingin akhirnya terlihat agak melembut.
“Pak Billy, kami sudah temukan lokasi Bu Siena! Bulan lalu, Bu Siena buka rekening baru di Kota Harila. Setelah menyelidiki informasi itu, aku pun menemukan lokasinya,” ujar asisten itu sambil menyerahkan selembar foto kepada Billy.
Dalam foto itu, Siena sedang memegang beberapa tangkai bunga aster. Dia mengenakan gaun panjang berbahan linen, rambut panjangnya yang halus diikat di belakang kepala. Dia terlihat sangat lembut dan tenang.
Begitu melihat wajah Siena lagi setelah beberapa bulan, tangan Billy pun gemetar. Dia menyentuh wajah Siena dalam foto dan segera menerjang keluar dari rumah sakit.
Sebuah mobil Maybach melaju kencang di tengah hujan. Billy perlahan-lahan menginjak pedal gas hingga kandas sambil bergumam, ‘Nana, tunggu aku. Aku akan segera menemuimu.’
Tiba-tiba, mobil yang sedang melaju kencang itu oleng dan kehilangan kendali.
“Gawat!”
Billy segera membanting setir dan menginjak rem. Namun, mobilnya tetap menabrak pagar pembatas. Dia merasa betisnya sangat sakit. Seiring dengan benturan yang kuat, dia pun kehilangan kesadaran.
Ketika membuka mata lagi, Billy sedang terbaring di atas ranjang pasien dalam rumah sakit.
‘Aku harus pergi cari Nana!’
Dengan pemikiran seperti itu, Billy pun hendak langsung turun dari ranjang pasien. Namun, dia malah menemukan sebuah paku mengerikan yang menancap di kaki kirinya.
Asistennya Billy berkata dengan tampang kelam, “Pak Billy, jalanan licin karena hujan deras. Kamu mengalami kecelakaan dan kakimu terluka. Kata dokter, luka baru ini memperparah cedera lamamu. Kaki kirimu berkemungkinan akan mengalami dampak permanen ....”
Di luar dugaan, Billy menerima kabar ini dengan tenang, seolah-olah sedang mendengar kabar mengenai orang lain.
“Aku tahu,” jawab Billy dengan acuh tak acuh. Kemudian, dia langsung berjalan ke luar dengan tertatih-tatih.
“Pak Billy! Pak Billy!” Asisten itu segera menyusul Billy sambil berseru, “Kamu mau ke mana? Dokter bilang kamu masih belum ....”
Billy langsung menyela dengan dingin, “Nggak masalah. Segera siapkan perjalanan ke Kota Harila.”
Tidak peduli apa pun yang terjadi, Billy harus menemukan Siena.