Selena masih berdiri di tengah taman, memandangi bunga yang tampak begitu hidup meski sinar matahari sore mulai meredup. Jemarinya perlahan menyentuh kelopak bunga itu, seakan berharap bisa merasakan kembali kehangatan sosok Arlena melalui setiap seratnya.
Tanpa disadari, air mata mulai menggenang di sudut matanya, memburamkan pandangannya akan bunga yang begitu berarti baginya. Butiran air mata itu akhirnya jatuh, mengalir perlahan di pipinya yang pucat.
"Nyonya… setiap benda di sekitarku selalu mengingatkanku padamu. Senyummu, suaramu, dan caramu membuat segalanya terasa begitu indah di rumah ini." bisik Selena dengan suara bergetar.
Angin sore berhembus pelan, seolah mengusap lembut wajahnya, membawa serpihan kenangan yang kini hanya tinggal bayangan di dalam benaknya. Selena buru-buru menghapus air matanya dengan punggung tangan, berusaha menenangkan dirinya.
"Tuan Kael masih membutuhkan bantuanmu, Selena. Kamu tidak boleh lemah…" gumamnya pada dirinya sendiri, mencoba membang