Rechercher
Librairie
Accueil / Thriller / Antara Iba dan Curiga / Bab 4

Bab 4

Auteur: Nisa Fitri
2024-11-18 00:02:21

"Hahaha..tentu saja,dia pernah bekerja padaku dan menggoda suamiku,dia berniat membunuhku namun salah sasaran yang terbunuh adalah suamiku,hatiku begitu pedih." Ucap wanita itu berakting menangis penuh drama.

"Dan kematian istrimu bisa jadi rencananya untuk mendapatkanmu,apalagi kamu seorang pria kaya dan tampan pewaris segalanya."

Kael semakin kesal mendengar cerita itu,dia langsung masuk ke mobilnya.Berniat akan menghancurkan Selena,Kael seolah terhipnotis oleh cerita bohong yang dibuat Bianca yang belum tentu ada bukti kebenarannya.

Dia berbalik dan berjalan menuju mobilnya, meninggalkan Bianca berdiri di bawah payung merahnya. Saat Kael masuk ke mobil dan menutup pintu, dia sempat menatap kaca spion. Bianca masih berdiri di sana, menatap ke arahnya dengan senyum kecil yang penuh arti.

Hujan semakin deras, menyamarkan sosok wanita itu. Tapi entah kenapa, ada sesuatu tentang Bianca yang terus mengganggu pikirannya, seolah dia membawa misteri yang belum terpecahkan. Kael memejamkan mata sejenak, mencoba mengusir pikiran itu, sebelum akhirnya melajukan mobil meninggalkan pemakaman.

Namun, jauh di lubuk hatinya, dia tahu bahwa pertemuan ini mungkin bukan yang terakhir. Bianca bukan hanya seorang pelayat biasa.

----------

Kael pun ke ruang bawah tanah untuk kembali menginterogasi Selena,Selena yang sedang tertidur tampak kaget dengan suara dentuman pintu yang keras.

"Selena!!"

Selena yang masih tertidur samar-samar mendengar suara itu dan dia malah terlelap kembali.Sontak membuat Kael semakin marah dan langsung menjambak rambutnya.

"Heh!! Kamu dengar saya tidak?"

"Ambilkan air satu ember."ucap Kael memerintah pegawainya.

"Baik Tuan."

Byuurr! Selena basah kuyup.

"Uhuk uhuk!"matanya langsung terbangun dan terbatuk.

"Tu-tuan? Ada apa?"Selena ketakutan.

"Jam segini kamu masih tidur?!" Kael tampak kesal dan melanjutkan,

"Ini adalah hari pemakaman istriku,aku dan yang lainnya sedang sedih,kamu tidak terlihat peduli sama sekali dengan kepergian istriku, malah tertidur pulas di siang bolong."

"Sa-saya lupa Tuan..Dan Tuan tidak membangunkan saya."

"Kenapa aku harus membangunkanmu,memangnya kamu siapa?"

Selena pun terdiam tidak mampu berkata-kata.

"Naiklah ke atas! Aku akan menghukummu,kamu harus menerima penderitaan yang dirasakan istriku."

Selena hanya diam, berdiri dengan tubuh menggigil, pakaian basah kuyup, dan wajah pucat. Ia hanya bisa menunduk tanpa berani menatap Kael yang memandangnya dengan tatapan penuh amarah.

"Cepat naik ke atas! Aku tidak mau mendengar alasanmu lagi," bentak Kael sambil berjalan keluar dari ruang bawah tanah.

Selena mengangguk pelan, lalu mengikuti Kael dengan langkah berat. Sesampainya di atas, Kael menunjuk ke arah lorong yang panjang, di mana terdapat belasan kamar yang besar dan mewah.

"Bersihkan semuanya, dari lantai hingga langit-langit. Tidak ada satu pun debu yang boleh tersisa," perintah Kael dengan nada dingin.

Selena tertegun. "Tu-Tuan, semuanya? Itu bisa memakan waktu seharian penuh!"

Kael menoleh dengan tatapan menusuk. "Aku tidak peduli. Istriku tidak lagi bisa menikmati rumah ini. Kamu akan memastikan rumah ini tetap sempurna untuk menghormatinya. Mulailah bekerja sekarang!"

Selena menghela napas panjang. Ia tahu berdebat tidak akan ada gunanya. Dengan perasaan sedih, ia mulai membersihkan kamar demi kamar, meski tubuhnya masih lemas akibat kurang tidur dan rasa dingin yang menusuk.

Ketika ia sampai di kamar utama yang pernah dihuni Arlena, air mata Selena mulai mengalir tanpa ia sadari. Ia teringat bagaimana Arlena selalu bersikap baik kepadanya. Nyonya itu bahkan sering membantunya menyelesaikan pekerjaan rumah jika melihat Selena kelelahan.

"Nyonya Arlena..." gumam Selena lirih sambil memegang gagang pintu kamar. "Saya tidak tahu mengapa mereka menuduh saya. Saya tidak pernah berniat menyakiti Anda..."

Selena mencoba menguatkan dirinya. Saat membuka pintu, ia langsung disambut aroma khas lavender yang selalu digunakan Arlena. Hatinya terasa semakin berat.

Ia mulai membersihkan kamar itu dengan hati-hati, seperti menghormati kenangan terakhir Arlena. Tapi di tengah-tengah pekerjaannya, Selena tiba-tiba menemukan sesuatu yang tidak biasa di bawah tempat tidur: sebuah syal merah dengan noda darah.

Selena terdiam, matanya membulat. "Ini... bukan milik Nyonya Arlena," gumamnya sambil memegang syal itu. Pikirannya langsung melayang pada wanita misterius yang ia lihat melompat dari jendela malam itu.

"Apa ini miliknya? Tapi kenapa ada di sini?"

Selena menggigit bibirnya, rasa takut dan penasaran bercampur aduk. Ia tahu menemukan syal ini bisa menjadi awal untuk membersihkan namanya, tapi ia juga sadar bahwa menunjukkan benda ini pada Kael mungkin akan membuatnya semakin marah.

Dengan tangan gemetar, Selena menyelipkan syal itu ke balik pakaian basahnya. Ia memutuskan untuk menyembunyikannya sementara, hingga ia bisa memikirkan langkah selanjutnya.

Sambil melanjutkan pekerjaannya, Selena berbisik pelan, "Saya akan membuktikan kebenaran ini, Nyonya. Demi Anda, dan demi diri saya sendiri."

Setelah membersihkan semuanya,Selena tampak lelah dia memutuskan untuk tidur sebentar di sofa.Tak lama kemudian datanglah Kael yang langsung menegurnya.

"Heh! Aku menyuruhmu kerja bukan tidur."

Selena langsung bangkit kembali dan menjelaskan.

"Saya sudah selesai Tuan.Anda bisa melihatnya sendiri."

"Kamu bahkan berani tidur di sofaku,sofa yang penuh kenangan aku dan istriku memadu kasih."

"Maaf tuan,saya tidak tahu,tadinya saya kira ini sudah tak terpakai karena sudah jelek,dekil dan kumal.Jadi tidak mungkin...."

"CUKUP! Kamu malah menghina barang-barang di rumahku.Pergi sana! Bersihkan dirimu."

Selena pun patuh dan melangkah perlahan ke ruang kamar mandi.Sementara itu para pelayan yang berada di sekitar tidak tahan menahan tawa.Namun tawa mereka terhenti ketika melihat tatapan tajam dari tuan Kael.

"Fokus bekerja!" Teriak Tuan Kael pada semuanya.

"Baik Tuan." Mereka melanjutkan sambil tertawa pelan.

Selena berjalan lesu menuju kamar mandi, berusaha menenangkan diri dari kejadian tadi. Ia mengomel pelan, "Sofa itu jelek,kenapa dia sangat emosi? Apa iya penuh kenangan? Aneh sekali."

Setelah membersihkan dirinya dan mengganti pakaian, Selena keluar dari kamar mandi dengan wajah sedikit segar. Namun, ia langsung mendapati Kael berdiri di depan pintu, menyilangkan tangan dengan alis terangkat.

"Kamu bicara apa tadi?" tanya Kael dingin.

Selena tersentak, tapi berusaha mengelak.

"Bicara apa, Tuan? Tidak ada, saya hanya diam."

Kael mempersempit matanya. "Jangan coba-coba membohongiku. Aku mendengar sesuatu tentang 'sofa jelek.' Apa itu maksudmu?"

Selena mencoba tersenyum canggung.

Selena mencoba menjelaskan dengan hati-hati, tapi justru keceplosan, "Oh maksud saya tadi, sofanya memang kelihatan... ya, agak tua dan kusam terlihat seperti sofa gembel. Jadi saya pikir tidak apa-apa kalau saya tidu—eh,"

Para pelayan yang mendengar dari kejauhan tak kuasa menahan tawa mereka. Beberapa mencoba menutup mulut, tapi suara cekikikan tetap terdengar.

Kael menatap Selena dengan mata tajam, tapi justru membuat suasana makin lucu bagi yang menyaksikan. "Sofa itu adalah kenangan! Kamu tahu, aku dan istriku dulu—" Kael menghentikan ucapannya, tampaknya malu jika lanjut bercerita.

Namun, Selena malah menambah komentar,

"Ah, Tuan, kalau memang kenangan, seharusnya dirawat. Ini malah sudah seperti sofa yang disimpan di gudang atau lebih tepatnya di tempat sampah."

Tawa para pelayan semakin pecah, salah satu bahkan tersedak karena terlalu keras tertawa.

Kael menghela napas panjang, menahan amarah yang bercampur frustrasi. "Kalian semua, kembali bekerja!"

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application
Chapitre verrouillé
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application