"Kukira siapa datang malam-malam begini. Ada urusan apa, Nyonya Jenya?"
Roy tercengang melihat penampilan Jenya saat ini. Dia merasa wanita itu sudah banyak berubah dan menjadi agak konservatif (kolot dan apa adanya)
Entah kenapa, Roy tiba-tiba jadi ingin tahu apa yang terjadi padanya belakangan ini.
"Sebenarnya aku mau cerita sesuatu, tapi kamu mau dengar nggak?” sorot mata Jenya terlihat cemas dan merasa bersalah.
Roy memicingkan matanya, seolah ingin menerawang Jenya. Namun, tatapan panas itu membuat telapak tangan Jenya berkeringat. Tetapi dia memaksakan diri untuk tetap tenang. "Nyonya Jenya, kamu mau cerita sambil berdiri di luar?"
Jenya tiba-tiba melangkah maju, mendorong Roy masuk ke dalam menutup pintu dengan tangannya yang lain.
Udara di dalam ruangan seketika terasa lebih tipis. Sebelum Jenya sempat bicara, Roy menganggapnya lain dan membungkam bibir merahnya dengan ciuman.
“Hei, bukan ini yang aku maksud!” Jenya mengepalkan tinjunya, mendorong pria itu dengan kuat.
Roy