"Argh! Aku terlambat!" pekik Veronika sambil melompat turun dari tempat tidurnya.
"Dasar bodoh! Bisa-bisanya aku terlambat di hari pertamaku bekerja. Aku bisa mampus dimarahi habis-habisan oleh atasanku." Dengan gerak cepat, Vero meluncur memasuki kamar mandi. Wanita itu membersihkan diri ala kadarnya. Waktu ke kantor begitu mepet, belum lagi ia harus menunggu taksi jemputan. Sambil mengenakan pakaiannya, Vero sesekali menatap jam. Ia begitu takut dimarahi oleh atasannya. Benar-benar memalukan bagi Vero jika harus menjadi pusat perhatian di kantor karena keterlambatannya itu. Usai dengan semuanya, Vero bergegas keluar dari kamar apartemen sambil memesan taksi. Beruntung, ia tidak perlu menunggu lama sampai taksi itu datang menjemputnya. "Tolong secepatnya antar aku ke perusahaan Rudiarth Company, Pak! Aku benar-benar terlambat!" kata Vero dengan wajah memelas. "Semoga saja tidak macet, Nona!" katanya sambil menatap Vero dari kaca spion. Mendengarnya, membuat Vero mengangguk. °°° Di sisi lain, seorang pria dengan postur tubuh tegak dan berwibawa duduk di kursinya sambil terus menatap tajam ke arah pintu ruangannya. Noah Rudiarth Alexander, nama pria itu. Rahangnya yang kokoh, alis mata yang tebal, serta tatapan bak elang membuat pria itu benar-benar ditakuti sekaligus disegani. Pria dingin yang digadang-gadang tidak memiliki hati nurani. Pria itu tengah menunggu kehadiran wanita yang akan menjadi sekretaris barunya, Veronika Anastasia. Wanita itu sudah terlambat beberapa menit lamanya, membuat Noah mengerang kesal. Noah, yang begitu membenci keterlambatan, langsung saja menumpahkan semua kemarahannya pada Aldrich yang berdiri di sampingnya. "Dimana wanita itu? Sampai kapan aku harus menunggunya, Aldrich Mahendra?!" desis Noah, hampir tidak bisa menyembunyikan kemarahannya. Aldrich yang berdiri di samping Noah, mencoba menenangkan dengan nada lembut. "Tenangkan diri Anda, Tuan! Mungkin, wanita itu memiliki kendala di jalan. Nomornya juga tidak aktif. Coba kita tunggu sebentar lagi," usul Aldrich sambil menatap jam di pergelangannya. "Tck. Kemana wanita ini?" gumam Aldrich pada dirinya sendiri. "Sudah berapa kali kau memintaku menunggu, Aldrich? Aku tidak memiliki waktu untuk mengurus hal-hal yang tidak disiplin seperti ini." Tepat saat Aldrich hendak menyahut ucapan Noah, pintu ruang kerja mereka terbuka dengan suara berderit. Veronika terhuyung-huyung masuk. Rambut panjangnya terurai berantakan, dan napasnya terengah-engah seolah baru saja menyelesaikan maraton. "Aku benar-benar terlambat! Tuhan, tolong selamatkan aku!" batin Vero. Ia menjerit dalam hati sambil terus melangkah maju. Veronika masih dengan kepala tertunduk, merasakan beratnya rasa takut yang membebani. Ia mencoba mengumpulkan kata-kata, namun hanya bisa menelan ludah, tidak mampu untuk sekedar berbicara. "Ma-maaf atas keterlambatan saya, Tuan," kata Vero dengan suara gemetar. Kedua kakinya terasa lemas, seolah tidak mampu memijakkan kaki lebih lama. Sesaat setelah Veronika menjelaskan alasan keterlambatannya, suara meja yang di gebrak keras membuatnya terkejut. Tubuh Veronika gemetar saking ketakutannya. "Apa kau tidak memiliki sopan santun?" tanya atasannya. "Apakah aku berada di bawah kakimu, sampai-sampai kau berbicara sambil terus menatap ke bawah?" Mendengar itu, Veronika segera mengangkat kepala. Matanya yang ketakutan bersitatap dengan mata tajam dari pria yang tidak asing bagi Vero. "Pria itu... bukankah dia pria yang sama? Pria yang tidak sengaja aku tabrak. Kenapa aku bisa memiliki masalah dengan atasanku sendiri? Sungguh sial!" batin Veronika. Tatapan tajam atasannya yang begitu intens membuat Veronika tidak sanggup. Ia lantas memutus tatapan tersebut. "Maafkan saya sekali lagi, Tuan," ucap Veronika. "Beri saya kesempatan untuk bekerja. Saya benar-benar butuh pekerjaan ini." Kedua tangan Veronika mengatup rapat. Ia memohon kebaikan hati dari atasannya. "Kau wanita di koridor apartemen itu, kan?" tanya atasannya. "Dunia memang sempit, kita bertemu lagi di sini." "I-iya, Tuan. Salah saya yang tidak sengaja menabrak Anda." Noah duduk kembali. Matanya menatap pada Aldrich yang masih setia di sana. "Tunjukkan ruangan wanita itu, Aldrich!" perintahnya tegas. "Kurasa, tidak salah memberi dia kesempatan." Mendengar perkataan atasannya, Veronika segera berterima kasih sambil menundukkan kepala. Ia benar-benar bahagia karena tidak di pecat di hari pertamanya bekerja. "Baik! Sebelum aku mengantarkanmu, biar aku perkenalkan atasan kita," kata Aldrich. "Noah Rudiarth Alexander, dia adalah atasan kita, CEO di perusahaan ini." "Baik, Tuan. Perkenalkan, saya Veronika Anastasia." Setelah memperkenalkan diri, Veronika beranjak pergi bersama Aldrich. Pria itu menuntunnya memasuki ruangan tempat sekretaris berada. Ruangan itu berada di sebelah ruangan atasannya. "Beruntung sekali kau tidak dipecat, Nona!" kata Aldrich. "Mungkin ini adalah hari keberuntunganmu." Mendengar itu, Veronika tersenyum tipis. "Saya terjebak macet di jalan, Tuan. Itulah yang membuat saya mengalami keterlambatan. Tidak hanya itu, sebelumnya saya juga terlambat bangun." Aldrich mengangguk. "Kau bernasib baik, Nona Vero! Biasanya, dia tidak akan pernah mendengar alasan apa pun." "Mungkin saja, Tuan. Maaf jika saya melakukan kesalahan di hari pertama bekerja." "Tidak apa! Baiklah, aku harus pergi! Silakan lakukan pekerjaanmu dengan baik dan benar!" Setelah mengatakan seperti itu, Aldrich melangkah keluar. Melihat pintunya tertutup rapat, Veronika kemudian menatap sekelilingnya dengan penuh bangga. "Akhirnya, aku bisa juga terlepas dari Paman dan Bibiku," kata Vero. "Meskipun aku tahu kalau aku tidak akan benar-benar lepas dari mereka. Ayah, Ibu, aku merindukan kalian." "Nenek... aku juga merindukanmu." Di atas meja Vero, sudah tertata beberapa berkas penting yang harus ia pelajari terlebih dahulu sebagai seorang sekretaris baru. Berkas-berkas itu berisi data perusahaan, surat-surat masuk dan keluar, serta beberapa dokumen internal yang harus ia pahami dengan baik. Selain itu, terdapat pula sebuah agenda harian berisi jadwal rapat, pertemuan, dan aktivitas yang akan dilakukan oleh atasannya. Semua itu merupakan tanggung jawab Vero untuk dipelajari dan dikelola, agar ia bisa menjalankan tugasnya dengan rapi dan profesional. "Hari ini, pertemuan penting bersama CEO dari perusahaan Narendra Group. What? Kenapa harus dia lagi? Aku benar-benar benci melihat wajahnya!" gumam Veronika sambil menutup agenda harian tersebut. "Ah, sial. Aku sangat membencinya!" kata Vero, matanya tampak berkaca-kaca. "Aku tidak percaya dengan yang namanya cinta karena pria itu! Dia dan Echa... mereka berdua sama-sama brengsek!" umpat Veronika. Bayangan perselingkuhan kekasih dan sepupunya itu kembali terngiang-ngiang di benak Veronika, membuat dadanya sesak. Namun, tidak ada pilihan lain bagi Veronika. Ia harus tetap menemani atasannya untuk bertemu dengan CEO yang tak lain adalah mantan kekasihnya. Tanpa Vero sadari, ada seseorang yang tengah memperhatikannya tanpa berkedip. Bagaimana wajah Veronika yang terlihat frustrasi, semua itu tidak luput dari perhatiannya. "Menarik! Kau harus berterima kasih padaku setelah aku membantumu lepas dari bayang-bayang masa lalu dengan mantan brengsekmu itu, Nona Veronika Anastasia!" katanya, tersenyum menyeringai.