Aku tercekat, tak mampu mengekspresikan rasa kaget sekalipun mendengar ucapan Adib. Bahkan, untuk bernafas pun rasanya seperti enggan. Apalagi saat ku ingat bahwa adib kerap kali dipukuli oleh ayahnya sendiri. Bagaimana jika lelaki itu tahu keberadaanku di sini?
Aku tak mendengar sahutan apapun dari bu RT. Yang kudengar hanya langkah kaki yang menjauh dengan terburu-buru.
"Hei, siapa yang berani menemui anak laknat ini?! " gelegar suara seorang lelaki yang ku yakin bahwa itu suara ayahnya Adib.
Aku segera berdiri, bangkit dari duduk menuju gorden, berniat bersembunyi di baliknya. Sebenarnya aku sadar bahwa gorden ini tidak cukup panjang sehingga tidak menutupi setengah paha ku sampai ujung kaki. Jadi, jika ada orang yang masuk ke kamar otomatis akan tahu bahwa ada seseorang yang bersembunyi di balik gorden.
Tapi tak ada yang bisa kulakukan. Apa yang harus kulakukan?
"Ayah, kumohon jangan!" rengek Adib.
"Diam kamu anak lak