Alea, gadis yang sedang membutuhkan uang demi pengobatan ibunya, mendapatkan penawaran untuk dinikahi turis asing dengan imbalan yang wah, ditawari oleh gurunya sendiri. Namun, Ia merasa seperti tengah dijual karena dinikahi hanya untuk memuaskan nafsu turis yang menikahinya. Ia merasa ada yang salah, namun karena Ia ditawari oleh oknum guru agamanya yang Ia percaya, akhirnya Ia pun bersedia. Namun, ada hal ganjil yang mengganggu pikirannya sehingga Ia nekad menjatuhkan diri dari mobil yang sedang berjalan. Ia pun meminta tolong kepada pengendara motor yang tidak Ia kenal sama sekali, bahkan Ia pun tak melihat wajahnya seperti apa. Tanpa dikira, Ia malah terjebak untuk menikah dengan pengendara motor tersebut, dengan imbalan pengobatan Ibunya. Bagaimana kisah Alea selanjutnya? Ikuti keseruan kisahnya! Gambar (sumber : Bing)
Voir plusBeberapa waktu yang lalu terjadi ketegangan antara Zen dan ayah kandungnya. Ya, lelaki yang menggunakan helm itu adalah Revan, anak tiri pak Fatan. Ketegangan itu masih berlanjut di atas sofa yang saling berhadapan. "Kamu seharusnya berterimakasih kepadaku, Zen! Bagaimana pun, Aku telah menyelamatkan dia," tunjuknya lagi kepadaku, entah untuk yang ke berapa kali. "Kau seorang lelaki, tapi mulutmu terlalu banyak!" kesal Zen mencebik. Ia bosan mendengar semua kata yang terus keluar dari mulut Revan. Entahlah, lelaki itu seringnya nampak menakutkan, tapi mengapa kali ini terlihat seperti orang bodoh."Zen, seharusnya kau bisa berbagi sebagian hartamu untuk Revan! Bagaimana pun, dia itu saudaramu, saudara yang selalu menjaga apa yang kau miliki agar tepat sasaran dan aman. " Apa ucapanmu tak salah?!" cebik Zen dengan menarik ke atas sebelah bibirnya. "Bukankah dia menikmati semua yang harusnya menjadi milikku? Dia pencuri. Pen... cu... ri! Bahkan, dia membuatnya hilang beberapa. Jadi t
Beberapa waktu yang lalu terjadi ketegangan antara Zen dan ayah kandungnya. Ya, lelaki yang menggunakan helm itu adalah Revan, anak tiri pak Fatan. Ketegangan itu masih berlanjut di atas sofa yang saling berhadapan. "Kamu seharusnya berterimakasih kepadaku, Zen! Bagaimana pun, Aku telah menyelamatkan dia," tunjuknya lagi kepadaku, entah untuk yang ke berapa kali. "Kau seorang lelaki, tapi mulutmu terlalu banyak!" kesal Zen mencebik. Ia bosan mendengar semua kata yang terus keluar dari mulut Revan. Entahlah, lelaki itu seringnya nampak menakutkan, tapi mengapa kali ini terlihat seperti orang bodoh."Zen, seharusnya kau bisa berbagi sebagian hartamu untuk Revan! Bagaimana pun, dia itu saudaramu, saudara yang selalu menjaga apa yang kau miliki agar tepat sasaran dan aman. " Apa ucapanmu tak salah?!" cebik Zen dengan menarik ke atas sebelah bibirnya. "Bukankah dia menikmati semua yang harusnya menjadi milikku? Dia pencuri. Pen... cu... ri! Bahkan, dia membuatnya hilang beberapa. Jadi t
DAS 47 "Eemmmhhh... "Aku berusaha berteriak untuk meminta tolong, tapi mulutku dibekap oleh si lelaki berhelm, sedangkan mobil sudah melaju dengan kecepatan sedang. Sepertinya, motor pun ada yang membawanya karena terdengar suara deru nya memekakan telinga. "Au E... " teriak lelaki berhelm, tapi tak jelas di pendengaranku. Aku terus saja meronta, berteriak demi meminta pertolongan. Meskipun, rasanya tak akan ada orang yang bisa mendengar, tapi setidaknya Aku bisa nekad turun dari mobil seperti yang pernah ku lakukan di mobil pak Rafli. "Pak Zen, enggak usah dibekap, enggak bakalan kedengaran orang kok."Ada suara bariton seseorang dari baris ke tiga yang menyebut nama suamiku. Seketika, lelaki berhelm itu melepaskan tangannya dari mulutku. Aku pun begitu, tak berusaha meronta lagi, apalagi berteriak untuk meminta tolong. "Zen?" tanyaku lirih dengan berurai air mata. Ia hanya menganggukkan kepala, tanpa membuka helm nya. Aku tak berkata-kata lagi karena merasa semua masih abu-a
Zen tak menggubris permintaanku. Ia malah menyeretku semakin cepat, masuk ke ruangan yang waktu itu Aku duduk di sofanya. "Zen!" pekikku lagi seraya berusaha melepaskan diri lebih keras. Namun heran, Zen semakin mencengkeram leherku. "Stop!" teriak Zen yang terdengar jelas di kupingku, meskipun nafasku mulai tersengal. "Apa yang...?" pekik suara lelaki di hadapanku, tapi entah siapa. Aku masih fokus untuk melepaskan diri dari cengkeraman Zen. Rasanya Aku akan kehabisan nafas dan bisa saja kehilangan nyawa. "Alea?" "Berhenti Zen, atau Aku akan membuatmu menyesal karena menyeret perempuan ini ke rumah!" ucap Zen tepat di samping telingaku. Tidak, dia mengatakan apa? Otakku masih sempat untuk berfikir meskipun sulit. "Lepaskan dia karena dia enggak ada sangkut pautnya sama masalah kita!" teriak lelaki yang sedari tadi berada di rumah ini dengan emosi, lelaki yang mungkin adalah Zen yang sebenarnya. "Berhenti!" ucap lelaki berhelm yang ku yakin bukan Zen, seraya mengeratkan jerata
"Emmmhhhh... " Aku berusaha berteriak untuk meminta tolong, tapi mulutku dibekap oleh si lelaki berhelm, sedangkan mobil sudah melaju dengan kecepatan sedang. Sepertinya, motor pun ada yang membawanya karena terdengar suara deru nya memekakan telinga. "Au E... " teriak lelaki berhelm, tapi tak jelas di pendengaranku. Aku terus saja meronta, berteriak demi meminta pertolongan. Meskipun, rasanya tak akan ada orang yang bisa mendengar, tapi setidaknya Aku bisa nekad turun dari mobil seperti yang pernah ku lakukan di mobil pak Rafli. "Pak Zen, enggak usah dibekap, enggak bakalan kedengaran orang kok." Ada suara bariton seseorang dari baris ke tiga yang menyebut nama suamiku. Seketika, lelaki berhelm itu melepaskan tangannya dari mulutku. Aku pun begitu, tak berusaha meronta lagi, apalagi berteriak untuk meminta tolong. "Zen?" tanyaku lirih dengan berurai air mata. Ia hanya menganggukkan kepala, tanpa membuka helm nya. Aku tak berkata-kata lagi karena merasa semua masi
Aku baru menyadari bahwa mereka berdua kini tengah berasa di atas motor. Bukankah tadi lelaki yang membawaku juga turun dari motor? Apakah mereka bertukar posisi atau tidak? "Enggak apa-apa," Sahutku meringis, seraya berpikir hal yang saat ini sebenarnya tak perlu ku pikirkan. Aku pun segera menaiki motor berwarna merah seraya menahan sakit di kaki. Sedangkan motor yang tadi ku naiki segera melaju ke arah yang berlawanan. "Pakai!" Sebuah hoodie berwarna hitam disodorkan kepadaku, saat Aku sudah duduk di atas jok motor. Tanpa pikir panjang, Aku segera meraih hoodie tersebut dan mengenakannya. Motor pun segera melaju lagi, membelah keheningan malam. Rasanya, pipiku diterpa dinginnya angin malam. Beruntung, hoodie yang kupakai menutupi badan dan kepalaku sehingga rasa hangat cukup ku rasa. Tangan ku tautkan di kedua sisi behel motor, meskipun hal itu membuat tanganku terasa sangat dingin. "Mas, kamu siapa?" tanyaku pada akhirnya. Aku memberanikan diri untuk bertanya, m
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Commentaires