DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS

DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS

By:  Haifa Dinantee  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 rating
41Chapters
480views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Alea, gadis yang sedang membutuhkan uang demi pengobatan ibunya, mendapatkan penawaran untuk dinikahi turis asing dengan imbalan yang wah, ditawari oleh gurunya sendiri. Namun, Ia merasa seperti tengah dijual karena dinikahi hanya untuk memuaskan nafsu turis yang menikahinya. Ia merasa ada yang salah, namun karena Ia ditawari oleh oknum guru agamanya yang Ia percaya, akhirnya Ia pun bersedia. Namun, ada hal ganjil yang mengganggu pikirannya sehingga Ia nekad menjatuhkan diri dari mobil yang sedang berjalan. Ia pun meminta tolong kepada pengendara motor yang tidak Ia kenal sama sekali, bahkan Ia pun tak melihat wajahnya seperti apa. Tanpa dikira, Ia malah terjebak untuk menikah dengan pengendara motor tersebut, dengan imbalan pengobatan Ibunya. Bagaimana kisah Alea selanjutnya? Ikuti keseruan kisahnya! Gambar (sumber : Bing)

View More
DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Muhammad Fares Mu'taz
Seru novelnya,serasa kebawa ke dalam cerita. recommended banget.
2024-03-01 10:44:58
1
41 Chapters
DAS 1. Mencekam
“Tapi ada satu pertanyaan yang butuh jawaban jujur. Kalau iya, maka lebih dari 100 juta pun akan kamu dapat. Tapi kalau jawabannya tidak, kalau beruntung bisa dapat angka sekian, kalau tidak beruntung seenggaknya kamu bisa dapat di angka kisaran 50 juta,” jelas pak Rafli, guruku di sekolah. “Apa itu, Pak?” tanyaku serius. “Kamu masih perawan?” tanyanya sambil menyoroti mata coklatku, membuatku menyesal dan merutuki kebodohanku. *** Aku mengamati sebuah villa mewah yang kami masuki. Sang sopir memarkirkan mobil mpv hitam yang kami tumpangi tepat di garasi villa. Villa ini bukanlah satu-satunya. Ini merupakan komplek villa-villa mewah yang tak berpagar. Bahkan aku melihat 7 orang satpam yang tadi berjaga di pintu gerbang. “Turun!” seorang lelaki membukakan pintu mobil dari sebelah kiri. Andin yang duduk di samping pintu pun langsung turun dengan senyuman genitnya. “Apakah aku menjual diri?” lirihku dalam hati. Sebenarnya aku sudah menolak tawaran itu dan berjanji untuk memegang
Read more
DAS 2. Kesepakatan
“Stoppp!” Aku nekad menghentikan pengendara motor besar yang lewat. Cekittt! “Mau cari mati lu?!” hardiknya kasar. Aku tak mendengarkan amarahnya. Aku langsung berusaha naik ke atas boncengan motornya sambil menepuk kencang punggungnya. “Tolong saya Pak! Bawa saya pergi secepatnya!” Sesaat ia terdiam. Terdengar suara mesin mobil yang dibawa mundur untuk menghampiriku. “Pak, tolong! Mereka penjahat mau jual saya!” ucapku sambil menangis tersedu. Aku benar-benar mengandalkan orang yang tak kukenal ini meskipun aku tak tahu apakah aku akan selamat atau justru lebih celaka. Brummm...Tiba-tiba motor pun langsung melaju dengan kencang, meninggalkan mobil yang sedang berjalan mundur. Kupeluk erat pengendara motor berjaket hitam dan berhelm warna yang sama. Tak sedikitpun aku ingin melihat ke belakang, bahkan untuk sekedar melihat ke depan pun tak kulakukan. Aku benar-benar ingin terbang menjauh dari pak Rafli dan orang asing itu.Entah kemana pengendara motor ini membawaku pergi, aku
Read more
DAS 3. Kandang Singa
“Baru ingat pulang kamu?” suara bariton itu terdengar sangat menggelegar bagiku. Jujur saja, saat ini aku memang merasa berada di kandang singa seperti yang dikatakan Zen tadi. Dari mulai tatapan orang-orang yang penuh dengan kebencian, sampai suara tanya yang lebih terdengar seperti bentakan. “Assalamu’alaikum!” ucap Zen tanpa menjawab pertanyaan lelaki itu. “Waalaikumsalam!” lirih terdengar jawaban yang entah dari mulut siapa. Sedangkan yang lainnya lebih banyak mengarahkan tatapan tajam daripada menjawab salam Zen. Zen pun menarik tanganku untuk mendekat ke arah lelaki yang tadi mempertanyakan kepulangannya. Zen meraih tangan lelaki itu kemudian menyalaminya. Tak ada respon ataupun tatapan sendu. Yang ada, ia memalingkan mukanya ke arah lain. “Apa kabar, Pa? Lama tak jumpa. Zen bawa calon menantu buat Papa!” ucapnya sambil melirikku dan tersenyum manis. “Apa kau gila Zen? Cewek kucel kaya dia kau bawa sebagai calon menantu?” tanya seorang perempuan yang bergaya sosialita. Z
Read more
DAS 4. Hampir
Zen menarik pergelangan tanganku. Aku hanya mengikuti langkahnya dan tak ingin bertanya apapun.Setelah kami berada di teras luar, ia pun menarik nafasnya panjang-panjang. “Dengar, aku tak mungkin mundur lagi. Kau bisa menyebutkan nama yang kau ingat? Maksudku, mungkin ada sekelebat ingatan yang lewat dan itu tentang nama Ayah kamu.” Zen menangkupkan kedua tangannya pertanda ia memohon atas hal ini.“Kalau sebagian catatan di sekolah sih, itu Fauzan. Jadi, ibu daftarin aku dengan nama Ayah Fauzan, tapi Aku enggak tahu Fauzan itu siapa. Aku enggak pernah ketemu, juga enggak ada di kartu keluarga.” Aku bersender ke tembok sambil berusaha mengingat sesuatu. "Enggak ada sedikitpun ingatan tentang... Ayah," ucapku lagi seraya melepas beban-beban berat. “Isshhh... “ Zen menyugar rambutnya dengan frustasi. Sepertinya Ia bingung apabila harus mundur.Selama ini, harta warisan ibunya dikuasai oleh Rima, ibu tiri yang selama ini memperlakukannya tak adil. Baru kali ini juga Ia sadar untuk mela
Read more
DAS 5. Lea sudah menjadi istri, Ma!
Akad pun sudah dilaksanakan. Kini, Aku sudah resmi menjadi istri Zen.Dengan ditemani anak buah pak Fandi, Aku bertolak ke rumah sakit dengan membawa uang beberapa juta, serta sebuah kartu debit dari pak Fandi yang berisi ratusan juta di dalamnya.Sedangkan Zen, Ia sedang menyelesaikan urusannya dalam pengambil alihan harta yang merupakan haknya. “Dari awal aja udah nampak alot, mudah-mudahan lancar,” gumamku berharap kebaikan untuk Zen.Aku turun dari mobil high MPV milik pak Fandi, tepat di lobi rumah sakit. Demi keamanan, Aku mengenakan masker atas permintaan Zen dan pak Fandi. Mereka mengatakan bahwa ketika sudah menjadi istri Zen, hidupku akan mulai tak tenang. Bisa jadi, Aku akan mulai diincar oleh anak buah Rima.“Saya akan parkir dulu, nanti Saya masuk. Atas nama siapa pasiennya?” tanya Ruslan, anak buah pak Fandi yang sebenarnya bukan sopir biasa, tapi sopir yang merangkap sebagai pengawal pribadi."Emmhh, tidak perlu merepotkan!"ucapku merasa tak enak hati."Saya ditugaskan
Read more
6. Dia Ditangkap
"Mama!"Aku segera menghampiri Mama yang kini sudah membuka matanya."Ini lagi siap-siap mau ke mana?" tanya Mama nampak khawatir."Mama tenang aja, kita Cuma mau pindah kamar rawat, “ sahut ku pada akhirnya."Pindah kamar? Ini memang terlalu mahal kayanya," ungkap Mama sambil mengerutkan keningnya."Uangnya dari mana?" Mama menanyakan hal yang Aku takutkan. Ia sangat khawatir kepada ku. "Ayo kita pulang saja!" Ajak Mama lagi.Akan tetapi, obrolan kami terinterupsi dan terpotong karena Mama dipindahkan ke brankar yang baru."Ibu jangan terlalu banyak berpikir ya! Supaya nanti operasinya berjalan dengan lancar dan berhasil,"ucap perawat yang sedari tadi mengurusi Mama.“Operasi?” tanya Mama seraya menatapku penuh tanya. Tapi, perawat lebih dulu mendorong brankarnya, sehingga Ia tak memiliki kesempatan untuk bertanya lebih banyak.Aku mengikuti brankar Mama setelah mengambil satu kantong plastik
Read more
7. Bukan Yang Biasa
Aku terkejut melihat hal itu. Aku pun ketakutan dan tak ingin berlama-lama di sana.Namun sayang, ekor mata pak Rafli melihat keberadaanku yang tak menggunakan masker. Di sekolah, Aku memang pernah mengenakan kerudung saat acara maulid, sehingga tak sulit bagi pak Rafli untuk mengenaliku. Pak Rafli nampak mengatakan sesuatu kepadaku, namun hanya dengan gerakan bibir. Hanya saja, ketakutanku membuat gadis itu tak ingin tahu apa yang diucapkan oleh pak Rafli. Aku hanya ingin kabur dari sana dan tak terseret oleh kasus yang tak sempat Ia geluti. Aku hanya sempat mampir di sana, itu yang selalu Ia tekankan pada dirinya sendiri.“Mbak!”Suara bariton seseorang membuyarkan lamunan Alea yang mengiringi kepergian pak Rafli dan kedua polisi keluar lobi rumah sakit. Kehebohan yang mulai meredup, tak serta merta membuat hatiku kembali tenang.“Mbak!” panggil seseorang lagi. Kali ini, pundakku ditepuk cukup keras.“Iya.” Aku melirik dan men
Read more
8. Fitnah Kejam
“O-, masih bisa dicari.”“Tapi hanya bisa nerima dari golongan darah yang sama,” sangkalku. Aku merasa tak tenang saat mendengar hal itu.“Kalau enggak ada, Nona bisa mendonorkan darah Nona,” usul Ruslan membuat ku mengerutkan kening.“Golongan darah kami beda,” ucap ku membuat Ruslan yang kini mengerutkan keningnya.“Beda?” tanya Ruslan seraya menatap ku tak percaya.“Ya... bisa saja Aku samanya kaya Ayah. Kenapa jadi masalah?” ketus ku. Aku cukup kesal dengan Ruslan yang terlalu banyak bertanya.“Oh, enggak apa-apa, Nona. Permisi, saya mau carikan dulu kantong darahnya,” ucap Ruslan seraya berlalu pergi.Aku tak menjawab lagi, hanya menghembuskan nafas kasar, kemudian ku dudukkan bokong di kursi tunggu, tak jauh dari ruang operasi.Sudah hampir dua jam operasi dilakukan, namun tak ada tanda-tanda operasi akan berakhir. Bahkan, lampu yang berada di atas pintu ruang operasi pun masih berwarna merah.“Mb
Read more
9. Jaga Ucapanmu, Zen!
“Apa, Pak?” tanya Zen semakin penasaran saat melihat keterdiaman pak Fandi.“Gay,” ucap pak Fandi pada akhirnya.“Appa?” pekik Zen setengah berteriak. “Biadab, dasar!” umpat Zen tepat di depan pak Fandi.“Masih mau diam?” tanya pak Fandi seraya menautkan alisnya.Zen menatap manik mata pak Fandi, sahabat almarhumah ibunya itu memang nampak tak suka kebohongan. “Betulkah ucapan Bapak?” tanya Zen lagi untuk lebih meyakinkan.“Nak Zen tahu dan kenal jelas siapa saya,” ucapnya lagi. Kemudian berlalu meninggalkan Zen yang masih mematung sendiri.Setelah tercenung beberapa saat, Zen pun akhirnya melangkahkan kakinya, mengikuti pak Fandi yang sudah berjalan terlebih dahulu.Zen duduk di sofa, tepat di samping pak Fandi.“Baiklah, Saya akan membacakan kembali surat wasiat harta yang sudah dituliskan oleh mendiang... mendiang bu Alisa. Saya hanya khawatir ada yang lupa dengan isinya,” ucap pak Fandi seraya menatap ke arah pak
Read more
10. Perjanjian Pra Nikah
“Zen mohon sudahi, Pa! Semua ini milik Zen dari almarhumah. Kenapa harus pindah tangan kepada Tante Rima? Zen merasa dirampok. Bukankah mempertahankan harta benda dari tangan perampok bisa mendapatkan pahala syahid?” ucap Zen seraya menaikkan satu sudut bibir nya.“Iya. Lanjutkan saja pak Fandi!” ucap Fatan pada akhirnya. Sungguh Ia merasa dipermalukan oleh Zen, meskipun di sisi hati lainnya Ia mengatakan bahwa ucapan Zen benar.“Enggak bisa, Pa...!” seru Rima dengan amarah yang mulai Ia perlihatkan, yang selama ini tertutupi oleh kepura-puraan.“Ssstt...!” Pak Fatan memberi isyarat agar istrinya diam dan tak menambah masalah.“Enggak. Jangan nyuruh Bunda diam sedangkan mulutnya anakmu itu kaya tempat sampah. Beraninya mengatakan saya perampok, padahal... “Plakkk...Tanpa sadar, Fatan menampar pipi Rima hingga menimbulkan suara yang cukup nyaring. Semua orang yang berada di sana terdiam, tak pernah membayangkan bahwa pak Fatan y
Read more
DMCA.com Protection Status