Ana langsung meraih tubuh Kinarsih. Ia langsung mengangkat wajah kakak sepupunya itu dan memeluknya.
"Arsih! Bangun woy!!! Apa yang barusan kamu lakukan?!" teriak Ana.
Suara motor berderum kencang meninggalkan mereka. Keempat pria itu sudah tak terlihat. Ana menangis histris karena Kinarsih tak bersuara dan menutup matanya.
"Ba-bawa ke puskesmas aja, Mbak! Gak terlalu jauh dari sini."
"Ii-iya, Mas." Pria penyabit itu nampak masih muda. Ana menoleh kiri kanan dan melihat motor Kinarsih. "Masnya bisa bantu gonceng?"
"Iya, bisa Mbak!" jawab pria itu cepat.
Mereka langsung mengangkat tubuh Kinarsih, membawanya naik ke motor. Ana memeluk Kinasih dari belakang.
"Bertahanlah Kinarsih, aku mohon!"
Ana memandang wajah Kinasih yang memucat. Rasa bersalah semakin pekat dan bergelayut kuat dari dalam hatinya. Luar biasa pengorbanan Kinasih untuk dirinya, sampai-sampai wanita itu tidak memperdulikan nyawanya sendiri.
"Mengapa kamu sebodoh ini, hah?! Kinarsih kamu harus bertahan karena aku belum