31
Aku terbelalak. Aku lupa memanggil dia Om lagi. Kalau lagi mode jutek begini, aku merasa masih gadis yang berusaha menghindari Om, eh, Mas Pandu.
Aku tidak menjawab, kemudian mulai melangkah lagi. Mas Pandu merebut tas yang kubawa. Aku biarkan saja, toh, memang berat.
Aku mengeluarkan ponsel, lalu pura-pura memesan taksi online. Tangan Mas Pandu dengan cepat merebut ponselku, lalu dimasukkan ke dalam tas bajuku. Bidi imit.
Dia menarik tanganku ke arah pintu samping yang menghubungkan garasi.
"Di depan Ayah dan Ibu, jangan memanggilku Om lagi. Atau nanti kamu akan Mas hukum berat!" ancamnya setelah kami di dalam mobil.
Aku tidak menjawab, pandangan juga masih ke arah luar jendela. Tidak meliriknya sama sekali. Malas. Mas Pandu mulai menjalankan mobil dengan kecepatan sedang.
"Maaf, tadi Mira–”
"Bodo amat!" potongku cepat tetap tanpa menoleh. Aku bahkan sudah jijik hanya dengan mendengar namanya.
Terdengar embusan kasar dari mulutnya. Setelah itu tak ada suara lagi yang terdeng