•••
Suasana kamar rawat itu hening. Hanya suara detak alat monitor jantung yang terdengar, pelan dan teratur. Cahaya matahari sore masuk dari sela tirai jendela, menciptakan garis-garis emas di atas lantai putih. Calla masih terbaring, matanya terpejam, tapi air matanya terus mengalir pelan.
Elric masih duduk di sisi ranjang, tangannya menggenggam erat tangan Calla. Rasanya seperti baru kali ini ia benar-benar menyentuh gadis itu sepenuh hati—tanpa rasa posesif, tanpa rasa cemburu, hanya rasa takut kehilangan dan rasa bersalah yang menggerogoti setiap detik dalam diamnya.
Tiba-tiba, pintu kamar diketuk. Elric menoleh, dan pintu terbuka perlahan.
Sosok tinggi berjas hitam muncul, dengan wajah tegang dan sorot mata yang tajam.
Nikolas.
Sejenak, pandangan mereka bertemu. Tegang. Diam. Ada sesuatu yang tak terucap, tapi membara di udara di antara mereka.
“Elric,” sapa Nikolas singkat, suaranya dalam.
Elric berdiri perlahan, tanpa melepaskan genggaman tangan Calla. “Apa yan