Sudah seminggu sejak sidang kedua. Tapi hatiku belum sepenuhnya tenang.
Bukan karena Reza. Dia sudah kutanggalkan dari pikiranku. Tapi karena sesuatu orang yang datang tiba-tiba di masa yang rapuh ini.
Kak Ardi.
Dia kembali. Dan kepulangannya membuka kembali luka yang berbeda. Luka yang diam-diam dulu kuciptakan sendiri, dari perasaan tidak layak yang disiram kata-kata orang lain dan kubiarkan tumbuh dalam diam.
---
Di Taman Kampus – Pertemuan itu
Sore itu, aku duduk di taman kampus yang sepi. Di tanganku, sebuah buku jurnal kecil dan bolpen hitam. Aku sedang menulis bukan untuk siapa-siapa, tapi untukku sendiri. Sampai suara itu muncul.
“Aku tahu kamu suka tempat ini dari dulu.”
Suaranya menggetarkan kenangan yang sudah lama kupendam.
Aku menoleh. Dan benar Kak Ardi berdiri di sana. Kemeja biru, rambutnya sedikit lebih panjang dari terakhir kali kulihat, tapi senyumnya masih sama.
Hangat.
Aku berdiri perlahan. “Kak Ardi...”
“Boleh duduk?”
Aku mengangguk. Dia