Azka memandang Vio takjub. Baru kali ini egonya disentil seorang wanita, oh ralat, seorang bocah yang dulu pernah ditraktirnya es krim waktu ia menangis meraung-raung di kamar Hana gara-gara putus cinta. "Gimana cara aku buktiin kalo aku bukan penyuka sesama jenis?"
"Hah? Nggak perlu dibuktiin juga sih. Kan nggak ada hubungannya sama aku."
"Terus kenapa kamu bisa tiba-tiba menyimpulkan seperti itu?"
"Ya kan Mas yang bilang kalo wanita selalu merepotkan, barangkali Mas mau pindah orientasi, kalo menurut Mas lelaki lebih nggak merepotkan."
"Dalam kasus kamu tadi yang bilang aku penyuka sesama jenis, aku bisa nuntut kamu nggak? Pencemaran nama baik atau perbuatan tidak menyenangkan mungkin?"
"Santai, Mas. Bukannya semakin menggebu-gebu semakin kelihatan kalau—" Vio lantas membungkam mulutnya karena Azka memajukan wajahnya hingga hanya berjarak sejengkal di depannya. 'Jantung, please, be calm!'
"Aku normal, Vio."
Siapa pun itu! Tolong! Vio benar-benar ingin menjerit. Tapi alih-alih menjer