Hana kembali menatap steak yang masih tersisa di piringnya. Ia tidak menaruh ekspektasi apa pun. Hanya ingin segera menyelesaikan makan siangnya dan pergi ke rumah sakit untuk menjaga Ilham.
Sampai tiba-tiba ia mendengar derit kursi di depannya yang ditarik. Hana mendongak, dan mendapati Evan yang kembali duduk di kursi yang ada di depannya.
Keduanya saling tatap sekitar tiga detik sebelum Hana akhirnya mengalihkan tatapannya.
“Sorry,” ucap Evan. “Aku nggak jadi ke mana-mana.”
Hana tidak berkata apa-apa lagi, memilih melanjutkan santap siangnya.
Sementara Evan hanya diam menatap Hana. Sebagai seorang penggemar daging, tenderloin 200 gram bisa dihabiskannya dalam waktu sekejap. Karena itu, kini ia hanya menatap Hana yang masih mencoba menghabiskan makanannya.
***
“Kamu marah, Han?” tanya Evan saat melirik pada Hana yang memilih menatap ke jalanan di sisi kirinya sejak Evan melajukan mobilnya.
“Marah kenapa?”
“Karena tadi Melinda—”
Hana adalah orang yang pandai menutupi perasaannya agar