Di sebuah ruangan luas dengan jendela besar yang menghadap ke kota, Michael duduk di balik meja kayunya yang elegan. Jemarinya mengetuk-ngetuk permukaan meja dengan ritme yang tak beraturan, ekspresi wajahnya penuh amarah yang ditahan. Sudah berjam-jam ia mencari tahu keberadaan Sahira, namun hingga kini belum ada hasil yang memuaskan. Rasa frustrasi semakin menghimpit dadanya, menciptakan bara dalam pikirannya yang sewaktu-waktu bisa meledak.
Pintu ruangan terbuka, dan Lucas melangkah masuk dengan wajah serius. Pria berambut cepak itu berjalan cepat, lalu berhenti di depan meja Michael.
“Aku punya informasi,” ucapnya tegas.
Michael langsung mendongak, matanya menyipit tajam. “Cepat katakan.”
Lucas menarik napas sebelum melanjutkan, “Seseorang melihat Sahira di rumah lamanya. Dia bertemu dengan seorang pria di sana.”
Michael tersentak, punggungnya menegang. “Siapa pria itu?” tanyanya dengan suara dingin yang mengandung ancaman.
Lucas menggeleng pelan. “Aku tidak tahu pasti, Bos. Tapi