Malam larut menurunkan hujan gerimis, seolah ingin menyamarkan denting jantung Amira yang senyaring genderang perang dan sedang melangkah pelan ke depan pintu kamar Dimas. Keputusannya bukan sekadar karena hasrat, tetapi lebih pada emosi, kecewa dan lelah jiwa yang selama ini mendera. Merasa apa yang dia usahakan dan pertahankan selama ini tiada berguna.
Suara sandal tipisnya nyaris tak terdengar di lantai apartemen yang dingin. Ia telah berdiri tegak di depan pintu kamar yang di dalam sana ada lelaki baik penuh hoki yang akan mendapat hadiah tak ternilai secara sukarela darinya.
Amira mengatur napas, meredakan laju detak jantung dan kemudian mengetuk papan kayu kokoh di depannya dengan menahan napas. Luar biasa tegang rasanya.
Tok Tok Tok
Amira terus berdiri tegak dan abai akan rayuan jin baik agar dirinya kembali saja ke kamar. Memilih untuk memastikan bahwa dirinya berhak merasa bahagia dengan mendapat hiburan terbaik daripada sekedar disco di club malam. Seperti yang se