Erick yang menyangka Dimas sedang makan diluar ternyata salah. Saat coba dia dialing, ponselnya berdering nyaring di atas meja kerja. Bermakna pemiliknya bukan pergi jauh, tetapi masih di sekitaran galeri DaOsa. Bukan rumit juga untuk menduga di mana adanya. Akhir-akhir ini lelaki itu gemar sekali merokok di belakang. Memang sedikit meresahakn, tetapi bukan membahayakan. Masih dikata aman sebab hanya menghabiskan tembakau batangan dan bukan minuman memabukkan. Itu pun jinak, bukan pergi di luaran. Bagus sekali memang kelakuan sang asisten! Tetapi sayang, kelakuan calon istrinya tidak sebanding. “Dim!” seru Erick pada lelaki yang menyandar di bangku beton. Di belakang galeri adalah taman kecil yang terdapat mushola dan beberapa kolam ikan berisi banyak jenis ikan hias. Sangat cocok untuk sekedar duduk dan istirahat melepas pikiran tegang dari dalam kepala. “Terbang ke Seberang, Dim!” ucap Erick setelah mendekat. Dimas telah duduk tegak menyimaknya. “Seberang mana, Pak Erick
Yunita terlihat gusar dengan ancaman Dimas. Betapa sang ayah akan murka jika tahu alasan lelaki itu membatalkan perjodohan dengan dirinya. Bisa sakit ngenes ayahnya nanti! Belum dengan ibunya yang suka berpikir dalam dan berlarutan. Bisa-biaa akan menjadi sakit asam lambung akut dan gerd! Ah, tidak! “Aku menawarkan damai denganmu.” Yunita mendekati Dimas dengan langkah pelan. Wanita yang mengenakan bathrope putih itu beraroma harum semerbak, sepertinya baru mandi saat Dimas datang. “Cukup, diam di tempatmu, apa maksudmu?!” seru Dimas terkejut. Yunita berjalan maju, dirinya melangkah mundur. "Aku ingin mengimingimu hal menarik." Tiba-tiba Yunita berhenti. Tangannya mencari ikatan di bathrope dan menariknya. Hingga terbuka yang ternyata di balik baju handuk, dia memakai dress tidur seksi khusus wanita alias lingerie hitam. Kontras dengan warna kulit Yunita yang seputih buah manggis. "Apa kamu pikir aku tertarik?!" Dimas kesal. Yunita tidak peduli dan kembali mendekat. “Aku
Sebelum mendatangi Yunita Sesilia di apartemennya, Dimas singgah ke apartemen mewah Erick yang masih dia tempati. Ada sesuatu yang harus diurus sebelum menemui si dosen wanita yang ternyata gila itu! Bisa saja menolak dan mengganti dengan tempat lain. Di rumah makan misalnya, tetapi Dimas sudah terlalu muak dan tidak sabar lagi. Bertemu di rumah makan artinya keadaan sedang baik-baik saja, harus duduk, menunggu, berhadapan dan saling diam dengan tenang. Hal seperti itu sudah tidak bisa lagi. Rasanya sudah terlalu menghina sekali. Akan tidak nyaman jika bertemu di tempat umum seperti itu. Ceklerk Dimas Menahan napas dengan kepala yang sedikit berputar sebab kejutan luar biasa malam ini. “Masuklah!” sapa Yunita setelah mereka saling pandang sesaat. Merasa gentar dengan tatapan tajam lelaki di depannya. Namun, memang sudah menjadi resiko perbuatannya. Lelaki itu pasti sedang marah luar biasa. "Bisakah bicara di teras?" Dimas berusaha bersikap tenang dan baik. “Bicara di sini sa
Dimas menatap Yunita datar meski perasaannya begitu kesal. Merasa sedang sengaja dipermainkan. Hanya masalah bentuk permata yang mengelilingi berlian ovale lebih cembung dan bukan ovale datar, Yunita menolak menerimanya. Sehingga pelunasan pembayaran pun gagal dilakukan saat itu. “Baiklah, saya akan membawa barang kami kembali untuk direvisi. Pihak DaOsa akan berusaha memperbaiki dengan cepat. Sebelum pergi, bolehkah Anda menambahkan nomor telepon wanita Anda di sini? Kami merasa perlu untuk berkomunikasi secara langsung. Ini demi menghindari kesalahan serupa. Harap maklum, Tuan Liem.” Dimas langsung menyodorkan lembar data dan bolpen di atas meja di depan Tuan Liem. Tanpa debat apa pun, pria itu mengambil bolpen dan lembaran untuk disodorkan pada Yunita. “Aku tidak menghapal nomor ponselmu, manisku. Isilah.” Tuan Liem berkata tegas. Yunita tidak akan sudi menuliskan nomor telepon nya andai Tuan Liem tidak terus menerus menyuruh. “Mohon maaf dan Terima kasih.Semoga di perjum
Mereka berada di ruang privasi dari restoran kelas VIP Hotel Rasyid. Dimas sedang menuju ke sana setelah mendapatkan legalitas dari pihak hotel sekaligus dari Tuan Liem sendiri melalui email. Seorang lelaki berjaga di depan pintu yang menutup rapat. Menduga adalah pengawal pribadi dari Handoko Liem yang tentu patuh di mana pun berada. Dimas segera menunjukkan kartu Identitas sebagai orang dari DaOsa Galeri yang direkomendasi. Lelaki itu memeriksa saksama dan menatap Dimas sesaat sebelum mengetuk pintu. Dimas yakin jika ruang privasi itu kedap suara. Namun, lelaki itu menempelkan sebelah telinga dan terlihat fokus. Dia megetuk sekali lagi dan kembali menempelkan sebelah telinga. Tidak menegetuk lagi. Kini membukanya. Menatap Dimas dan mengangguk. Tanda memberi izin agar Dimas masuk sendirian ke dalam. Pak Andi menunggu nya di luar bersama si lelaki loyal penjaga pintu. Dimas melangkah masuk dengan tenang tetapi penuh tanya. Seperti apa rupa Handoko Liem, seorang konglomerat
Handoko Liem adalah salah satu konglomerat Surabaya berdarah China yang sedang menunggu pesanan sepasang cincin berlian kelas satu dari koleksi eksklusif by DaOsa Galeri. Dimas kembali berbincang dengan Erick untuk masalah pesanan ini. “Wakilkan aku untuk mengantar barang pesanan Tuan Liem malam nanti, Dim.” Erick menyampaikan maksudnya saat Dimas sudah duduk. “Bersama siapa akan Kuantar, Pak Erick?” tanya Dimas dengan ekspresi tak bersemangat. Sedang biasanya Erick sendiri bersama Dimas dan seorang sopir. Tidak mungkin juga kali ini dirinya sendirian. “Bawa saja Pak Andi, Dim. Malam nanti ada dua sekuriti yang jaga, bawa salah satu aku rasa tidak apa-apa.” Erick menatap Dimas saksama. Wajah yang biasa tenang dan berbinar itu sering terlihat kaku serta muram. “Siap,” ucap Dimas sambil mengangguk. Pak Andi adalah sekuriti senior yang ada sejak gedung DaOsa berdiri. Tidak pernah protes dan selalu datang kerja kecuali benar-benar sedang sakit. "Sebaiknya segera hubungi Pak Andi