Seharian mereka di kamar. Tak ada tanda-tanda anak-anak berada disana. Beberapa kali aku mengetuk pintu, tapi tak ada sahutan. Hanya Bik asih, pembantu Tari yang bolak-balik di dapur. Dia samanya dengan Tari. Tak buka suara walau sudah dibentak Mama. Apa yang disuruh Mama dianggap angin lalu.
"Ran, kamu masak gih sana. Mama laper." Ujar Mama pada Rani yang duduk santai di sofa. Rani menatapku.
Aku membuang pandangan ke jendela. Enak aja, aku capek habis membereskan kamar yang ditinggalkan Tari tadi. Sekarang, harus masak pula.
"Masak apa, Ma? Itu kan ada pembantu?" Rengeknya.
"Kamu ga liat. Mama ga dianggap sama sekali. Jangankan membantu, menjawab mama pun dia tak mau!"
Rani membuang napas kasar. Lalu bangkit menuju dapur. Biar dia belajar menjadi istri. Jangan hanya bisa bersantai-santai.
"Ma, masak apa? Kompornya ga ada. Ini kulkas juga udah dicopot kabelnya, ga ada apa-apa di dalamnya, kosong." Teriak Rani. Mama bangkit dengan kesal. Aku tak peduli, masih sibuk mencari lowongan ke