Suara gemetarku pecah, membuat tiga orang di ambang pintu membeku di tempat.
Soraya melepaskan Keke dari gendongannya dengan wajah putih mengerikan. Dia berjalan ke balkon seperti orang yang kehilangan akal, sambil bergumam rendah.
"Nggak mungkin. Pagar ini sangat tinggi, mana mungkin Leo jatuh? Leo ... Leo? Mama pulang ...."
"Leo, ayo keluar ...."
Dia bergegas ke balkon dan mencari-cari di sekeliling, lalu berlari mencari ke kamar anaknya.
Tapi, sosok mungil itu saat ini terbaring di kamar mayat yang dingin. Mana mungkin dia ada di sini?
"Kalian pasti bersekongkol untuk membohongiku."
Soraya meraih lenganku dan mempertanyakan dengan wajah pucat pasi. Aku tahu jawaban apa yang dia harapkan. Tapi, aku saat ini hanya ingin dia merasakan kepedihan yang sama seperti yang kurasakan.
Aku menyeretnya ke balkon dan menekannya ke pagar.
Aku berteriak, "Bohong katamu? Leo jatuh dari sini tadi sore. Lantai delapan belas! Dia jatuh sampai berdarah-darah!"
"Kamu sedang mencarinya? Mayatnya sekarang