Langkah Alma mantap menyusuri koridor rumah sakit. Beberapa orang menyapanya dengan sopan, tapi ia masih memikirkan yang terjadi di ruang rapat direksi barusan. Dadanya masih berdebar, bukan karena gugup, melainkan karena keputusan besar yang baru saja ia ambil. Ia memutuskan untuk tampil ke depan, menunjukkan siapa dirinya yang sesungguhnya.
Mulai hari ini ia telah menjadi bagian penting dari rumah sakit ini, meski hanya orang-orang tertentu saja yang tau.
Langkah Alma berhenti seketika ketika sosok Arhan muncul di depannya. Lelaki itu bersandar di dinding koridor dengan kedua tangan dilipat di depan dada, seolah sudah lama menunggu. Begitu mata mereka bertemu, wajah Arhan mengeras.
“Kamu dari ruang rapat direksi barusan?” tanyanya, dingin.
Alma tetap tenang, seolah tak menyadari nada curiga di balik pertanyaan itu. “Iya. Ada pertemuan penting dari pusat. Aku diundang langsung.”
Arhan menyipitkan mata. “Diundang? Kamu kan cuma dokter baru di sini. Kenapa kamu bisa ikut rapat pentin