Wilona duduk dengan tubuh kaku di kursi empuk ruang kerja Richard, mendengarkan pria itu berbicara dengan nada dingin dan datar, seperti biasa. Namun, kali ini ada sesuatu yang berbeda—sesuatu yang membuat kulitnya merinding. Di meja itu, tumpukan dokumen yang biasa ia bantu urus kini terasa seperti beban berat di pundaknya. Richard tengah berbicara dengan seseorang melalui telepon, dan Wilona hanya bisa mendengarkan dalam diam, matanya terfokus pada tumpukan bukti yang semakin membuat hatinya terasa sesak.
“Aku sudah bilang, pastikan Rachel dan siapa pun yang menghalangi kita, selesai. Kita tak bisa biarkan mereka hidup lebih lama. Semua harus bersih,” suara Richard terdengar tegas dan tanpa emosi.
Wilona menggigit bibirnya, merasakan keraguan yang semakin menggerogoti pikirannya. Selama ini, ia selalu percaya pada Richard—bahwa ia adalah bagian dari rencana besar pria itu. Ia selalu merasa istimewa, merasa bahwa Richard mencintainya dan akan selalu melindunginya. Tapi kata-kata itu,