"Tuh, kan, gimana ini?" Dini merajuk. "Kamu sih, Mas aneh-aneh yang kamu kerjain, jadi gimana, dong?"
"Maaf, ya,.." DIlan merasa ghak enak. Direngkuhnya Dini di pelukannya. Ciuman di ubun-ubun pun dia lakukan sebagai penebus rasa bersalah. Namun Dilan lantas merasa aneh, tubuh Dini terguncang. Bukan karena menangis, tapi terkekeh. Cepat-cepat Dilan mengangkat wajah istrinya itu dari pangkuannya.
"Dini,..kamu bikin ulah apa lagi? Aku ngerasa bersalah, kamu malah tertawa."
"Seneng banget bikin kamu begitu. Ngersa aku makin kamu sayang."
"Emang kamu kurang bukti apa lagi sampai kamu bikin perasaanku kayak gini?" Dengan gemes Dilan menciumi Dini sampai wanita itu ampun-ampun. "Hayo ngomong sama aku, kenapa kamu ketawai aku?"
Dini mengambil nafas masih dengan menyimpan senyumnya. "Mas tau ghak, rumahnya yang sebelahan sama kita, itu kan bidan," kata Dini dengan manja meletakkan kepalanya di pangkuan Dilan.
"Memangnya kenapa?"
"Kapan hari aku ke sana Kb. Dia menyuruhku tes urin terlebih d