Zera masih terpaku di tempatnya, napasnya terengah-engah melihat sosok Marko yang berdiri di ambang pintu dengan pistol yang masih berasap. Tubuh Aria tergeletak di lantai, darah terus mengalir, sementara Dante berdiri di samping Zera dengan rahang mengeras, matanya tajam menatap Marko.
Marko melangkah masuk dengan langkah penuh percaya diri, pistolnya tergantung di tangan seperti ancaman yang tenang namun mematikan. "Aku tak mengira harus turun tangan sendiri," katanya dengan nada santai, seolah apa yang baru saja terjadi hanyalah bagian kecil dari rencana besarnya.
Dante menggeram pelan. "Apa yang kau inginkan, Marko?"
Marko tersenyum tipis. "Kau tahu apa yang kuinginkan, Dante. Kendali. Dan Zera adalah kunci untuk itu."
Zera mengerutkan kening, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi. "Apa maksudmu? Aku tidak ada hubungannya dengan ini semua."
Marko menatap Zera dengan pandangan yang seolah menembus batinnya. "Justru karena kau tidak tahu apa-apa, itulah yang membuatmu sangat