Keberanian selalu menjadi ciri khas Zera, seorang wanita yang sering kali membuat masalah di mana pun dia berada. Hidupnya penuh luka dan kekacauan, tetapi semuanya berubah ketika dia dijodohkan dengan pria yang paling dia hindari. Dante Marcelino. Dante bukan hanya seorang penguasa berbahaya, dia juga adalah mafia yang terkenal dengan kekejamannya dan reputasi sebagai pembunuh sadis yang misterius. Zera pernah berusaha sekuat tenaga menghindari Dante di masa lalu. Dia tahu betapa berbahayanya pria itu dan tidak ingin terjebak dalam dunianya yang gelap dan mematikan. Namun, takdir seolah mempermainkannya. Ketika keluarganya memaksanya menikah dengan Dante, Zera harus menghadapi ketakutannya dan beradaptasi dengan kehidupan barunya yang penuh risiko. "Tidak banyak orang yang berani menentangku, Zera. Tapi kamu, kamu memiliki keberanian untuk berdiri di hadapanku tanpa rasa takut. Jadi, cobalah untuk masuk lebih dalam pada duniaku. Aku tahu, kamu mampu."
View More"Ayah, kenapa kita harus melakukan ini? Aku… aku selalu mencoba menjadi anak yang baik, memenuhi semua harapan kalian. Tapi, kenapa rasanya aku selalu gagal di mata kalian? Tolong, katakan kalau ini semua hanya mimpi buruk, dan aku akan segera terbangun. Ayah, aku mohon… jangan serahkan aku pada orang yang bahkan tak pernah kutemui."
Zera memandang ayahnya dengan penuh harap, meskipun hatinya sudah mulai retak melihat ekspresi dingin yang menghiasi wajah ayahnya. “Ini bukan perjodohan biasa, Zera. Kau bisa menyelamatkan keluarga ini dari kehancuran. Kami tidak punya pilihan lain.” Zera tertegun. Rasa takut dan sakit hati langsung menyergap dirinya. “Ayah… Tidak, jangan lakukan ini. Aku mohon!” Zera berlutut di hadapan ayahnya, air mata mulai mengalir di pipinya. “Aku akan bekerja keras, aku akan melakukan apa saja, tapi jangan serahkan aku seperti ini.” Namun, bukannya mendapat simpati, ayahnya justru memalingkan wajah, menolak untuk menatap mata putrinya yang penuh harap. “Kau tidak berguna, Zera. Kau hanya beban bagi keluarga ini,” ucapnya dengan nada yang lebih dingin. Ibu tiri Zera tertawa kecil, menikmati pemandangan itu, sementara Celeste hanya menyilangkan tangan dengan senyum puas. “Ayah benar, Zera. Kau selalu saja menyusahkan. Ini adalah satu-satunya kontribusi yang bisa kau berikan untuk keluarga ini,” sindirnya. Zera merasa dunianya runtuh. Air mata semakin deras mengalir di pipinya. “Ayah… tolong, jangan lakukan ini… Aku mohon…” Namun, ayahnya tidak bergeming, malah ia justru menghina Zera dengan kata-kata yang semakin menyakitkan. “Kau pikir kau siapa? Hanya seorang gadis lemah yang tak bisa apa-apa selain menangis. Kau harus tahu diri, Zera. Ini keputusan yang terbaik untuk kita semua.” Zera terisak, hatinya hancur berkeping-keping. Bagaimana mungkin orang yang seharusnya melindunginya kini justru mengkhianatinya dengan cara yang begitu kejam? Ia merasa benar-benar sendirian di dunia ini, tak ada lagi tempat untuk bernaung, tak ada lagi yang bisa ia percayai. Zera menundukkan kepala, mencoba mengumpulkan sisa-sisa kekuatan yang ia miliki. Dalam isak tangisnya, ia berkata, "Ayah, aku tahu hidup ini sulit, aku tahu beban keluarga ini besar. Tapi, jika aku pergi… bagaimana dengan Celeste? Bagaimana dengan ibu tiri? Siapa yang akan menjaga mereka saat aku tak ada?" Ibu tiri Zera, yang tadinya hanya tersenyum sinis, sekarang menatap Zera dengan pandangan menghina. "Jangan mengkhawatirkan kami, Zera. Kami akan baik-baik saja tanpa dirimu. Kau hanya perlu melakukan apa yang diminta." Celeste kemudian menambahkan dengan nada mengejek, "Kau terlalu naif, Zera. Kau tidak pernah menjadi bagian dari keluarga ini. Kau hanyalah alat, sesuatu yang bisa kami jual untuk menyelamatkan diri." Zera menatap mereka dengan mata penuh kesedihan dan rasa tidak percaya. "Aku pikir kita keluarga… Aku pikir, meskipun kita tidak selalu sepakat, ada ikatan yang lebih kuat di antara kita." Ayahnya menghela napas berat, seolah-olah kelelahan mendengarkan putrinya. "Ikatan? Zera, ikatan itu hanya ada di dalam kepalamu. Kau seharusnya sudah tahu dari dulu bahwa dunia ini tidak seindah yang kau bayangkan. Tidak ada yang namanya ikatan yang tidak bisa diputus, apalagi ketika hidup kita di ujung tanduk." Zera mencoba bangkit, meskipun lututnya terasa lemah. Ia mendekati ayahnya sekali lagi, berharap setidaknya ada sedikit simpati yang tersisa. "Ayah, aku mohon. Aku akan menemukan cara lain. Beri aku kesempatan untuk membantu keluarga ini tanpa harus menyerahkan hidupku pada orang asing." Ayahnya menatapnya dengan tatapan dingin yang sama, menggelengkan kepalanya perlahan. "Kesempatanmu sudah habis, Zera. Kau akan melakukan ini, suka atau tidak. Ini bukan lagi tentang apa yang kau inginkan, ini tentang kelangsungan hidup kita semua." Zera merasa usahanya sia-sia, dia bangkit menuju kamarnya dengan perasaan campur aduk. Tanpa ia sadari, seorang pria menyeringai melihat kemalangan pada Zera. "Menyerahlah Zera, kamu akan menjadi milikku sepenuhnya." Gumannya kejam.Dari sekian banyaknya nama mengapa harus namamu yang ku sebut. Zera?”***Zera tidak pernah merasa setakut ini saat ia melakukan sesuatu? Lagi pula mengapa ia harus secara terang-terang melumpuhkan pengawal orang gila itu sih?Stupid. Harusnya ia tak melakukan itu, tapi dia juga harus melakukannya. “Ya. Aku harus melakukannya, dia tidak akan mati. ‘Kan?”Zera meneguk salivanya kasar. Bahkan ria sendiri tak mempercayai apa yang coba ia katakan dan apa yang coba ia pikirkan.Semuanya seperti. “Tidak berjalan seperti yang ia inginkan.” lagian mengapa pria itu sangat peka?Dia menyadari tempat yang menurutnya tak aman.Ide yang buruk karena mencoba bertarung dengan predator. Zera sesekali menghela nafasnya dalam, dia menghindari tempat umum dan jalanan dengan CCTV. Tidak menggunakan angkutan umum dan sebagainya. Hanya menggunakan kakinya saja karena ia tahu kalau Dante pasti akan mencarinya.“Pada umumnya semua manusia akan meragukan pikiran mereka. Dante juga pasti begitu, oh Shit. Semua
Zeus melangkah dengan tenang, tatapannya penuh perhatian ketika ia melihat Dante dan Zera berdiri berdekatan. Untuk sesaat, senyum lembut terukir di bibirnya, menyaksikan bagaimana Dante—yang biasanya keras dan dingin—begitu lembut saat berada di samping Zera. Namun, di balik senyum itu, hati Zeus penuh keraguan. Informasi yang baru saja ia dapatkan tentang Zera bisa mengguncang hubungan yang sedang berkembang di antara mereka.Zeus berhenti beberapa langkah dari pasangan itu. Matanya menangkap bayangan kehangatan di antara mereka, dan dia merasa berat untuk mengganggu momen ini. Tapi sebagai tangan kanan Dante, dia tidak bisa berbohong atau menahan informasi yang penting. Dengan napas dalam, dia memutuskan untuk memanggil Dante."Tuan..." suara Zeus pelan, nyaris seperti bisikan, namun cukup untuk membuat Dante menoleh ke arahnya.Dante, yang masih dalam dekapan Zera, menatap Zeus dengan alis yang sedikit terangkat, menyiratkan pertanyaan tanpa perlu kata-kata. Namun, sebelum Dante b
Zeus mendengarkan dengan tenang, angin malam membawa aroma dedaunan yang segar, namun suasana terasa berat. Zera mengusap wajahnya, menatap langit seolah berharap menemukan jawaban di antara bintang-bintang yang tersebar di sana. “Aku merasa... kosong,” gumamnya, suaranya nyaris terserap angin. Zeus tidak segera merespons, membiarkan keheningan mengambil alih untuk sejenak. Ia menunggu, memberikan Zera ruang untuk berbicara lebih banyak jika ia mau. Ketika kata-kata itu tidak datang, Zeus akhirnya bersandar ke belakang, menatap dedaunan yang berayun di atas mereka.“Kosong seperti apa?” tanya Zeus akhirnya, suaranya rendah namun penuh perhatian.Zera menggigit bibirnya, matanya terpaku pada tangan yang kini menggenggam erat tepi bangku kayu. “Seperti... seolah aku kehilangan diriku. Sejak Dante masuk ke hidupku, aku terus berjuang melawan ketakutan. Aku tahu siapa dia. Aku tahu apa yang dia lakukan. Tapi entah kenapa, meski aku ingin menjauh, aku tak bisa...” Matanya mulai berkaca-ka
Dante berbalik, siap melangkah kembali ke kamar, pikiran masih berputar tentang apa yang baru saja terjadi. Namun, langkahnya terhenti ketika ia melihat sosok Zera berdiri di ujung lorong. Wajahnya tampak pucat, matanya memancarkan tatapan yang sulit diartikan. Ada ketakutan, tetapi juga sesuatu yang lebih dalam—seolah ia tengah berjuang dengan perasaannya sendiri.“Zera...” Dante memanggil lembut, suaranya bergetar sedikit. Ia berharap bisa menghiburnya, memberikan rasa aman setelah semua yang terjadi. Namun, saat ia melangkah mendekat, Zera mundur selangkah, jarak di antara mereka semakin melebar. Dante tidak menyadari betapa mengenaskannya penampilannya. Darah mengalir dari tangannya, membasahi pakaiannya, dan beberapa tetes mengotori rambutnya. Di tengah semua itu, Zera melihat sosok yang pernah ia kagumi, tapi juga sosok yang kini menyebarkan ketakutan dalam hatinya. Mungkin, dia adalah ketua organisasi mafia, namun Zera belum sepenuhnya menyadari betapa berbahayanya Dante seba
Dante berjalan dengan langkah berat menuju ruangan di mana Zera berada. Pikiran tentang apa yang baru saja ia dengar dari Zeus masih berputar-putar di kepalanya. Ia tahu harus segera bicara dengan Zera, tapi setiap kali mencoba merangkai kata, hatinya menjerit ketakutan. Apa yang harus ia katakan? Bagaimana ia bisa mempertanyakan sesuatu yang begitu besar tanpa menghancurkan kepercayaan yang telah mereka bangun?Saat Dante memasuki ruangan, ia melihat Zera duduk di tepi ranjang, terlihat tenang, tapi ada sesuatu di matanya yang tak bisa ia sembunyikan. Ia tahu Dante membawa beban berat. Seolah membaca gelagat dari wajahnya, Zera menatapnya tanpa kata, senyum tipis tergambar di wajahnya.“Ada yang ingin kau tanyakan, kan?” suaranya lembut, seolah ia sudah siap menerima apapun yang akan keluar dari mulut Dante.Dante mendekat, tapi bibirnya tak kunjung terbuka. Kata-kata yang ingin ia sampaikan tersangkut di tenggorokannya. Bagaimana ia bisa menuduh seseorang yang telah banyak memberiny
Di ruangan kantornya yang remang, Dante duduk di belakang meja besar, memandang tumpukan berkas yang seolah menambah beban pikirannya. Setelah insiden sebelumnya dengan Zera, pikirannya tak pernah benar-benar tenang. Simbol tato di tubuh Zera masih menjadi misteri yang tak kunjung terpecahkan, dan dia tahu sesuatu yang jauh lebih besar sedang berlangsung di balik layar.Pintu ruangan terbuka pelan, memperlihatkan sosok Gael, tangan kanannya yang selalu bisa diandalkan. Raut wajahnya serius, tanda bahwa dia membawa kabar penting."Dante," Gael memulai dengan suara rendah dan tenang. "Aku punya informasi baru."Dante menegakkan duduknya, sorot matanya mengisyaratkan keseriusan. "Apa yang kau temukan?"Gael mendekat, meletakkan beberapa dokumen di atas meja, dan menarik napas dalam sebelum mulai menjelaskan. "Kami berhasil menemukan beberapa petunjuk terkait simbol tato di tubuh Zera. Ada keterkaitan kuat dengan organisasi yang dulunya dikenal melakukan eksperimen rahasia pada manusia."
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments