Mereka akhirnya keluar dari taman itu. Nafas terasa lebih ringan, seakan ciuman kecil tadi menenangkan sesuatu yang sejak lama menggantung di antara mereka.
Shaquelle berjalan ke mobil sambil melirik Aurelie. “Oke, next stop: isi perut. Kamu pasti lapar.”Aurelie pura-pura masa bodoh. “Kalau isi perut sambil denger pick-up line absurd lagi, mending anter aku pulang.”Shaquelle tertawa. “Janji. Murni makan. Tanpa tambahan gombal.”Mereka masuk ke mobil. Shaquelle menyetir dengan santai, jalanan sudah mulai padat, tapi mood di antara mereka terlalu bagus untuk diusik klakson Jakarta.Shaquelle berhenti di depan restoran kecil bergaya industrial Jepang, di Senopati juga. Tempatnya cozy, semi-outdoor dengan kursi-kursi kayu dan tanaman rambat menghiasi sudut.Aurelie mengangkat alis. “Kamu enggak salah pilih tempat?”Shaquelle pura-pura tersinggung. “Hei, aku punya selera bagus, tahu.”Mereka duduk di pojokan restoran. Pelayan datang, membawa menu