“Cucu laki-laki. Itu kelemahan Papi.”
Mata Bram membulat. “Cucu?”
Adeline mengangguk dengan pipi memanas, sebenarnya malu untuk mengatakan tapi hanya ini yang ada dalam benak Adeline. Jalan satu-satunya untuk menaklukan Papi Wira.
“Kamu yakin?”
“Ya.”
Papi Wira memang sangat mendambakan cucu laki-laki yang bisa melanjutkan perusahaan. Adeline yakin itu akan membuat Papinya luluh. Jika bukan darinya, dari siapa lagi Papi Wira akan dapat penerus.
Adeline anak satu-satunya, jika buka ia atau anaknya yang meneruskan lalu siapa lagi. Tidak akan mungkin perusahaan dibiarkan terbengkalai setelah perjuangan luar biasa untuk bisa membangunnya dari nol.
“Sudah. Tidak usah pikirkan itu dulu, sekarang fokus dulu pada lukamu, Mas. Soal pindah rumah, biar nanti saja kita urus.”
“Sekarang saja. Aku sudah bilang akan datang hari ini. Ini hanya luka kecil, kakiku masih bisa dipakai jalan.”
“Luka kecil?” Adeline mencubit pelan perut suaminya.
“Arghh. Sakit, sayang.”
Adeline mencibir. “Katanya luka kecil