"Jadi, gimana? Kamu terima tawaran Papa atau bawa gadis itu ke rumah? Bukan hanya sebagai pacar, tapi sebagai calon istri," tegas Kaivan yang kini tengah berhadapan dengan putra sulungnya di ruang keluarga. "Papa pikir sudah cukup Papa memberikan waktu enam bulan untukmu mengambil keputusan dan juga tindakan."
Rayyan menunduk, kemudian menghela napas dalam. Mulai menyusun kalimat untuk menjawab pertanyaan sang papa.
"Iya, Pa. Ray sudah ambil keputusan. Ray siap terima perjodohan ini."
"Kamu yakin? Papa tekankan sekali lagi, Papa tidak memaksa, Papa cuma mau kamu nikah tahun ini."
Rayyan mengangguk. Tanpa kata dan suara.
"Oke, kalau gitu, besok kita ke rumah Om Azzam untuk melamar anak bungsunya, Lysandra," tambah Kaivan lagi sarat akan ketegasan.
Rayyan menatap Kaivan lagi. "Besok, Pa?"
Kaivan mengangguk. "Lebih cepat lebih baik. Niat baik tidak boleh ditunda, kan?"
Rayyan terpaku. Ia tidak menyangka jika papanya akan bergerak secepat itu.
"Emang gak perkenalan dul