Tujuan konsultasi skripsi Alya pada dosen pembimbingnya—Arga, malah berujung nestapa. Ia dijebak bersama dosen favoritnya—Kaivan Satria Aksa. Malam pertama yang tak diinginkan pun terjadi. Kaivan akhirnya terpaksa harus menikahi Alya karena ternyata mahasiswinya itu hamil anaknya, padahal dia sudah beristri. Kaivan begitu terpukul setelah tahu siapa dalang di balik kasusnya adalah orang terdekat dan bersembunyi di balik topeng Arga. Bagaimana kelanjutan kisah mereka? Akankah Alya bertahan dalam pernikahan itu dengan risiko dicap pelakor? Lalu, siapa dalang yang bersembunyi di balik Arga?
view more"Saya tahu ini adalah kesalahan besar, tapi saya harap kamu bisa melupakan malam ini. Anggap yang telah terjadi tidak pernah terjadi." Pria berusia matang itu bersuara. Berat. Dia terburu-buru mengenakan kembali semua pakaiannya. Wajahnya masam karena sebuah petaka besar yang baru saja menimpa kami.
Sementara aku duduk di tepi ranjang. Beberapa saat menatap pria itu, lalu membuang muka. Mendadak aku muak dengan orang yang kukagumi sejak resmi menjadi mahasiswi. Siang kemarin, aku baru saja memuji kewibaannya. Semua peserta seminar pasti terkagum-kagum setiap dosen itu menjadi nara sumber. Karena setiap Kaivan Satria Aksa mengisi pasti bahan yang disampaikan sangat berbobot untuk para mahasiswa. Sehingga seminar yang diisi dengan Kaivan Satria Aksa sebagai narasumbernya tidak pernah sepi peserta. Bimbingan skripsi yang harusnya membawaku pada pintu kelulusan, siapa sangka justru membawaku pada petaka yang tak 'kan pernah kulupakan seumur hidup. Aku masih bergeming. Meresapi penyesalan yang terlalu dalam. Menjaga kesucian hingga pernikahan kini tinggal angan. Semua terampas dalam semalam. Dia adalah Kaivan Satria Aksa. Seorang dosen muda di kampus tempatku mengenyam pendidikan meniti sarjana. Pak Kaivan yang kukenal selama ini adalah seorang yang bijak dan berwibawa. Meskipun masih muda, tetapi dia cukup disegani oleh mahasiswa dan juga koleganya sesama dosen. Bahkan kabar terakhir yang kudengar, dia dicalonkan menjadi dekan Fakultas Ekonomi di kampusku. Akan tetapi, yang terjadi hari ini cukup mampu merusak citra baik itu di mataku. Ya, aku akui jika ini jug kesalahanku. Demi menuntaskan cepat bimbingan skripsi, aku terjebak bersama Pak Kaivan yang seperti kesetanan sejak pertama aku masuk salah satu kamar hotel ini. Sebelumnya, aku menghadiri seminar yang diadakan di ballroom hotel dan dimentori oleh pria itu. "Kamar no 207, saya tunggu sekarang. Saya hanya ada waktu sore ini." Itu adalah pesan dari Pak Arga, dosen pembimbing skripsiku setelah acara seminar usai sore tadi. Kupikir tidak ada salahnya hanya mengantar hasil revisi skripsiku. Setelah itu aku bisa pergi. Daripada harus menunggu lebih lama lagi. Karena berdasarkan kabar yang kudengar dari mahasiswa senior, Pak Arga termasuk dosen yang paling sulit ditemui untuk bimbingan. Sebab itu, aku tak menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Meskipun sebenarnya mendadak aku merasa tidak enak badan. Demi bisa cepat lulus, bisa ditahan sebentar. Akan tetapi, saat sampai di depan pintu kamar yang disebutkan, tiba-tiba .... Cess ... cess! Suara seperti semprotan kecil terdengar lirih. Beberapa detik kemudian, aku bisa mencium aroma citrus yang lembut di sekitarku. Belum sempat aku menoleh .... Tubuhku terdorong menabrak pintu yang ternyata tidak terkunci. Kejadiannya begitu cepat, sehingga membuatku tidak sempat berpikir. Hanya hitungan detik, pintu pun sudah tertutup dan terkunci dari luar. Tentu saja aku khawatir. Meski memang sengaja datang ke sini, aku hanya berniat mengantar berkas revisi di depan pintu saja. Namun, sekarang?Sepertinya aku ... dijebak. Tak jawaban apa pun saat aku menggedor pintu dari dalam. Terlebih, fisik ini rasanya semakin tidak nyaman. Entah kenapa? Aku tidak merasa aneh seperti ini. Rasanya seperti .... "Kinan, kamu di sini, Sayang." Suara berat khas orang mengantuk itu mengejutkan dan seketika membuatku berjingkat. Belum sempat aku melihat siapa pemilik suara itu, yang terjadi selanjutnya membuat detak jantung semakin cepat. Sungguh, aku tidak mengerti. Apa yang sebenarnya terjadi. Bagaimana ini bisa terjadi? Mengapa yang ada di kamar bukan Pak Arga, dosen pembimbingku, tetapi malah Pak Kaivan? Dan, dia seperti orang kesetanan. Lebih gilanya lagi, dia mengira aku adalah istrinya. Dia berulangkali memanggilku dengan nama istrinya. Aku terus mencoba untuk berontak dan tak berhenti mengatakan jika aku ini bukan istrinya. Namun, semua itu tidak ada artinya. Telinganya seakan menjadi tuli. Tenagaku pun tak berarti apa-apa untuk melawan. Entahlah, tenaga ini seakan makin lama makin menipis. Sungguh, ini adalah sebuah petaka besar. Tidak pernah kubayangkan jika semua ini terjadi padaku. Malam ini aku benar-benar kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Sesuatu yang seharusnya aku berikan pada suamiku setelah menikah nanti. Suara musik yang berasal dari ponsel Pak Kaivan sukses membuyarkan lamunanku tentang pristiwa semalam. Aku menyeka bulir mata yang tiba-tiba mengalir. Mungkin bagi sebagian orang kehilangan kesucian sebelum pernikahan itu hal biasa. Namun, tidak bagiku. Pria itu mengusap wajahnya dengan kasar. Pria itu terlihat begitu frustrasi. Sama frustrasinya denganku. Kaivan Satria Aksa yang kukenal adalah pria yang setia. Dia dan istrinya adalah pasangan dosen muda yang dikenal serasi dan romantis. Tiada hari tanpa datang dan pulang bersama. Namun, yang terjadi semalam benar-benar di luar ekspektasi. "Br*ngs3k, kita dijebak, Al." Pak Kaivan melempar ponsel pintarnya ke kasur. Kemudian menjatuhkan bok°ngnya di sana. Kemudian memijit pangkal hidung. Aku bergeming. Sejujurnya tidak tahu apa yang harus dibuat sekarang. Aku sudah mengira, jika semua terjadi karena sabotase seseorang. Namun, siapa yang tega melakukan hal ke ji ini? Apakah jangan-jangan ... tetapi untuk apa? "Saya nungguin kamu sampai malam. Kenapa nggak datang? Gimana mau cepat lulus kalau bimbingan aja malas." Pak Arga mengirimkan pesan. Aku meletakkan ponsel setengah membanting di kasur. Pesan dikirim tadi malam. Sekarang sudah nyaris pagi aku pun sudah tidak tertarik dengan skripsi. Peristiwa semalam benar-benar mampu menghancurkan mimpi yang telah lama kurajut. Butuh waktu untuk mengembalikan semangat lagi. Tunggu, ada yang aneh, sebelum chat tadi ada dua pesan sebelumnya. Yang pertama adalah pesan yang dia tarik. Pesan kedua adalah pesan yang menampil no kamar 107. Tunggu, bukankah dia bilang petang kemarin kamar nomor 207? "Ayo, Alya. Kita harus segera pergi." Pak Kaivan terdengar gelisah. Dengan gerakan cepat, dia menyambar jas dan kunci di atas nakas. "Sebelum mereka sampai di sini." Dia berbicara lagi. "Untuk hal lain kita bicarakan nanti." Mereka? Siapa yang dia maksud. Aku pun menurut tanpa banyak bicara. Namun, belum sempat Pak Kaivan mencoba membuka pintu, pintu itu sudah didorong dari luar. Seketika itu ritme jantung yang tadi sudah mulai teratur kembali menggila. Aku menunduk saat orang itu melempar tatapan padaku. Meski di belakang punggung Pak Kaivan, aku bisa tahu siapa pria itu. Jadi, benar firasatku tadi. Orang yang merencanakan semua ini adalah dia. "Wow, ini kejutan! Dosen muda kebanggan mahasiswa, kesayangan rektor, kebanggaan dewan senat ternyata doyan ayam kampus juga. Kalau berita ini tersebar ... pasti heboh."Alya pun mengambil bingkai foto kecil di meja samping tempat tidur Haura. Dia kemudian menata bantal agar mereka dalam posisi duduk. Haura ia letakkan di atas pangkuannya."Haura, Sayang. Lihat ini deh," ucap Alya, memperlihatkan potret mereka berdua empat tahun lalu. Saat Haura berusia berusia enam bulan dalam pangkuan Alya yang sedang hamil besar. "Haura tahu ini siapa?" tunjuk Alya pada foto bayi Haura."Iya, itu Haura waktu bayi, kan, Ma?" jawab Haura dengan sangat yakin. Ia jelas tahu. Bingkai foto itu selalu di meja dekat tempat tidurnya. Ada tiga bingkai foto yang terpajang di sana. Foto Haura bayi bersama Alya, foto mereka berlima yang saat Rayyan baru masuk TK, dan foto Kinan bersama Haura satu tahun lalu."Kalau yang perut Mama ini siapa?" tanya Alya lagi."Itu adek Aisy masih di dalam perut Mama," jawab Haura yakin. "Kan Haura udah lahir, adek Aisy belum.""Pinter anak, Mama." Alya mencium rambut keriwil milik Haura."Hehehe," cengir Haura menunjukkan gigi susu yang teraw
"Cara apa, Mbak?"Kinan menunduk. "Aku harus mulai dari awal untuk mengambi hatinya, dan selama itu aku minta tolong sama kamu, Al. Kamu tolong jaga jarak dengan Haura."Kalimat itu Kinan ucapkan dengan perlahan dan suara rendah, tetapi sukses membuatkan Kaivan meninggikan suaranya."Kinan!" sentaknya tanpa bisa dikontrol. "Ternyata kamu masih belum berubah, Ki!"Sementara Alya tidak menjawab. Ia kehabisan kata-kata untuk merespons kalimat Kinan. Baginya permintaan Kinan cukup sulit. Ia tak bisa membayangkan bagaimana perasaan Haura bila orang yang selama ini ia panggil mama, tiba-tiba menjauhinya."Tapi, Mas. Kalau gak seperti itu, Haura akan terus-terusan gak mau pisa–" Kinan mencoba berkeras meski nada bicaranya tidak setinggi Kaivan. Akan tetapi, Kaivan memotongnya dengan cepat. "Kalau itu yang kamu mau, kita ketemu di pengadilan saja. Biar hakim yang menentukan siapa yang paling berhak atas hak asuh Haura."Kinan mengerutkan dahi, mendadak wajahnya berubah cemas. "Mas, tolong
Bukan Kaivan dan Alya saja, Haura yang sejak tadi tengah asyik bersama Barbie-nya segera berlari dan bersembunyi di belakang punggung Alya.Ya, wanita itu adalah wanita yang empat tahun lalu menitipkan bayinya pada Alya untuk dibesarkan."Hanya sementara, beberapa tahun saja. Setelah aku bisa keluar dari sini, aku akan menjemputnya." Itu yang dia ucapkan saat Alya menyempatkan diri menjenguk Kinan di lapas setelah satu bulan Haura tinggal bersamanya. Butuh kesiapan mental khusus untuk menjenguk wanita yang selama ini begitu ingin menghancurkannya. Namun, Alya sudah berusaha berdamai dengan masa lalu.Pada akhirnya Kinan pun meminta maaf pada Alya. Tidak ada ada lagi tatapan kebencian atau dendam seperti dulu. "Saya tidak akan mungkin datang ke sini jika belum memaafkan Bu Kinan," ucap Alya kali itu. "Kamu masih memanggil saya ibu?" Alya menunduk. Sementara itu, Kaivan hanya berdiri sambil bersedekap menyaksikan interaksi keduanya. "Apa aku datang di waktu yang tidak tepat?" Suar
PoV 3"Papa! Mana kaus kakiku yang gambar Tyrex?!"Rayyan berteriak dari dalam kamar, diiringi suara gesekan pintu lemari yang dibuka paksa.Kaivan menyambar sepasang kaus kaki dari sofa lalu melangkah ke kamar. "Yang ini maksudnya, Nak?""Tapi itu gambarnya terastop … bukan Tyrex!" seru Rayyan sambil mengerucutkan bibir.Kaivan terkekeh. "Ini Triceratops, bukan terastop. Lagian, kamu bisa pakai ini dulu. Tyrex-nya entah di mana, mungkin semalam jalan-jalan dan belum pulang."Rayyan tertawa. "Huh, Papa. Mana bisa Tyrex-nya Ray jalan-jalan, Papa!"Sementara itu, di dapur, Alya menyusun bekal dalam kotak kecil bertema dinosaurus kesukaan Rayyan. Nasi kepal berbentuk telur dino, nugget berbentuk kaki Tyrannosaurus Rex atau tyrex, dan buah potong berbentuk hati.Haura, gadis kecil berambut keriting coklat muda, duduk di kursi kecil di dekat kaki Alya sambil mengunyah potongan apel."Mama, Haura mau ke sekolah juga. Kayak Abang Ray."Alya membungkuk, mengecup pipi Haura. "Tahun depan ya,
"Sayang, aku di sini," ucapnya lirih.Aku mengangguk. Namun, tak dapat bersuara. Ya, Allah Kenapa ini harus terjadi lagi? Aku harap ini hanya mimpi."Alya."Air mataku makin deras. Tak mungkin lagi bisa dibendung. Seperti darah yang mengalir deras dari perutnya. Aku tak bisa berbuat apa pun lagi."Mas, kenapa ini terjadi lagi?"Dia masih bisa tersenyum. Aku tidak tahu apa yang bisa kulakukan.Aku teriak minta tolong. Namun, teriakanku seakan tak sampai di ujung lidah pun."Alya, sssstt!" Aku memeluk tubuhnya. Dia menepuk-nepuk punggungku."Alya, Sayang .... Alya!" Dia menyeka air mataku kemudian menepuk-nepuk pipiku pelan. Aku bergeming. Menghela napas dalam. "Alya, bangun, Sayang." Tepukan di pipi makin keras.Aku mengerjap beberapa kali. Memutar pandanganku ke sekeliling. Sekarang aku di kamar, bukan lagi di dapur. Aku kembali menatap Mas Kaivan yang memangku kepalaku. Bukan aku yang memangku kepalanya seperti tadi.Dia mengusap keningku yang berkeringat. "Mas?" bisikku pelan.
Aku menunggu Mas Kaivan dengan gelisah. Dia pergi sejak siang setelah dijemput oleh Pak Arga, tetapi sampai sekarang belum ada tanda-tanda mereka pulang. Terakhir kali pria itu memberi kabar dan memintaku untuk bersiap-siap karena dia akan membawa bayi Bu Kinan pulang. Namun, kenapa sampai selarut ini belum juga sampai. Padahal aku sudah menyiapkan tempat khusus untuk baby Haura. Box bayi dengan kasur mungil lengkap dengan printilannya bernuansa pink yang kupesan via online tadi siang. Sore baru diantar kurir. Aku sengaja menggunakan fitur pengiriman same day agar bisa tiba di hari yang sama.Nomor Mas Kaivan tidak bisa dihubungi. Sementara itu, aku segan untuk menghubungi Pak Arga. Rayyan sudah berhasil kutidurkan sejak jam setengah malam tadi. Dja sempat menangis memanggil saat melihat foto papanya yang terpajang di nakas. Meski dengan mudah bisa ditenangkan, tetap saja aku masih gelisah hingga kini.Setelah beberapa kali menimbang akhirnya aku menelepon nomor Pak Arga. Satu kal
"Pagi, Sayang." Dia mengecup keningku lama begitu aku membuka mata. "Jam berapa, Mas?" tanyaku dengan nada masih mengantuk.Aku kembali merapatkan wajahku ke dadanya yang masih tak berlapis. "Bentar lagi azan subuh." Dia menjawab sambil mengeratkan pelukan."Astaghfirullah, tahajud lewat, dong." Aku terkejut dan menjauhkan kepala dari dadanya.Akan tetapi, dia menarik lagi. Membuat tubuh kami kembali tanpa sekat."Sekali-kali gak apa, Sayang. Kan udah diganti sunah yang lain semalam."Kalimatnya seketika membuatku pipiku terasa menghangat. "Ih, apaan, sih?"Aku kembali membenamkan wajah agar ia tak melihat pipiku yang mungkin semerah tomat.Dia terkekeh, seraya kembali mengeratkan pelukannya. Tak hanya sampai di situ, tangannya kembali bergerak mencari sesuatu yang tersembunyi dari bagian tubuhku."Mas, plis deh. Udah mau subuh nih. Kita harus gegas mandi.""Masih lama, Yang, subuhnya. Masih cukup kalau nambah satu lagi," ucapnya manja sembari mendaratkan beberapa kecupan di leher.
Malam ini rumah sudah terasa lebih sunyi. Terasa dingin dan tenang karena hujan baru saja mengguyur bumi. Rayyan sudah tidur nyenyak di boxnya. Setelah dokter menyatakan aku tidak perlu bedrest lagi, Mas Kaivan mengizinkan Mbak Rani untuk cuti. Kesempatan ini kugunakan untuk bisa lebih dekat lagi dengan Rayyan. Masa bedrest kemarin intensitas waktuku bersamanya sangat jarang sekali. Aku masih duduk di ujung ranjang, punggung menyandar di sandaran kepala tempat tidur. Mas Kaivan baru saja keluar dari kamar mandi, mengenakan kaus abu-abu ketak mencetak dada dada bidangnyabdan celana pendek santai. Rambutnya masih basah, menetes sedikit, tetapi matanya langsung mencari-cari mataku.Aku mengalihkan pandang.Dia diam sebentar, lalu menghampiri meja rias dan mengambil sisir. Dengan gerakan tenang, ia duduk di belakangku di ranjang. “Boleh aku bantu sisirin rambut kamu?”Aku mengangguk pelan, tetap tak berkata apa-apa.Dengan lembut, sisir bergeser melalui rambutku yang panjang. Ia melaku
Mataku terpaku pada layar laptop di hadapanku. Judul dokumen itu menampar kesadaran seperti angin dingin di pagi hari:Hasil Pemeriksaan DNA – Haura Azkia Putri dan Kaivan Satria Aksa.Tanganku gemetar ketika kursor mouse bergerak perlahan membuka file PDF yang dikirimkan via email. Di sebelahku, Mas Kaivan duduk tegak. Wajahnya kaku, nyaris tak menunjukkan emosi apa pun. Namun, aku tahu, dia sama tegangnya denganku.Lembar pertama hanya berisi data teknis. Nama laboratorium, tanggal pengambilan sampel, dan identitas subjek.Lembar kedua—itulah jawabannya.> Hasil: Kecocokan genetik menunjukkan bahwa kemungkinan hubungan biologis antara Haura Azkia Putri dan Kaivan Satria Aksa adalah 99.98%.Aku menutup mulut. Tubuhku limbung, seolah semua udara dalam paru-paru menguap seketika.Mas Kaivan mengusap punggungku pelan. “Sayang … kamu gak apa-apa?”Aku tak bisa langsung menjawab. Rasanya seperti ditampar kenyataan yang ... entah kenapa tetap terasa menyakitkan meski aku sudah mempersiapka
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments